“The self-driving car is coming. People will have a choice – they can drive it or leave the driving to the car. It’s a no-brainer. We are going to see self-driving cars for sure.” – Elon Musk, CEO of Tesla, Inc.
The utopian vision of AI adalah bahwa mesin berkemampuan AI seperti self-driving car dapat menjadi sistem yang tidak memiliki bias terhadap suatu kelompok. Berdasarkan visi ini, memungkinkan untuk menciptakan robot yang obyektif, tidak memiliki keyakinan yang memecah belah, rasisme dan seksisme yang mana kita sebagai manusia sangat rentan terhadap pemikiran kek gitu.
The real danger of AI adalah kecenderungan kita yang memandang algoritma sebagai sesuatu yang gak punya rasa emosional dan berfikir secara rasional sehingga juga kebal sama sifat buruk manusia. Most believed that baris-baris kode algoritma dapat memecahkan segala masalah, tanpa memahami bagaimana kita. Dalam pembuatannya, menanamkan rasa prasangka dan kepercayaan kita sendiri pada produk AI yang kita buat.
Klo dilihat, dalam beberapa tahun ini self-driving car atau juga driverless car telah menjadi berita hangat di beberapa negara. Masalahnya pun juga aneh, ada yang karena menyebabkan kemacetan, terjebak semen, yes it’s true. Dan sampe ditilang oleh polisi yang polisinya pun bingung karna ga ada orangnya.
BACA JUGA: ARTI WARNA, JENIS DAN BENTUK RAMBU LALU LINTAS YANG ADA DI JALANAN
Hal itu terjadi pada tahun 2022, dimana seorang polisi San Francisco menilang driverless car dari Cruise yang merupakan anak perusahaan dari General Motors. Polisinya sih akhirnya menelpon pihak Cruise untuk menyelesaikan masalah ini. Akhirnya sih ga ada tuntutan yang dilayangkan ke Cruise, but still, it’s quite funny.
OC, There are still major problems with driverless/self-driving cars. Salah satu masalah yang sebenernya cukup fundamental dan berbahaya adalah driverless car. Yang ternyata agak susah kalau suruh mendeteksi orang berkulit hitam.
Before we delve into it further, ada baiknya aku jelaskan driverless car dan self-driving car in a nutshell.
So, basically, self-driving car juga dikenal sebagai mobil swakemudi. Maksudnya mobil yang dilengkapi dengan sensor, kamera, radar, dan perangkat lunak yang memungkinkan untuk beroperasi tanpa manusia.
Mobil dapat menavigasi, mengambil keputusan, dan mengendalikan pergerakannya, sehingga menyediakan sarana transportasi yang lebih aman dan efisien. Driverless car pada dasarnya sama dengan self-driving car dan sering digunakan secara bergantian.
Driverless car mengacu pada mobil yang dapat beroperasi tanpa pengemudi manusia. Klo self-driving bisa aja ada manusianya, cuma lagi capek aja nyetir jadi biarin mobilnya jalan sendiri, klo driverless emang ga ada manusianya.
What’s the problem, how does this happen?
Menurut sebuah studi dari Institut Teknologi Georgia, orang berkulit gelap lebih memungkinan untuk tertabrak self-driving car dibandingkan orang berkulit putih.Hal ini karena kendaraan lebih baik dalam mendeteksi pejalan kaki dengan warna kulit putih atau cerah lah.
Hal ini dapat terjadi karena sistem algoritmik “belajar” dari contoh yang diberikan. Jika sistem tersebut tidak mendapatkan cukup banyak contoh, kayak misalnya selama tahap pembelajarannya tidak mengenalkan perempuan kulit hitam. Maka sistem tersebut akan lebih sulit mengenali perempuan kulit hitam saat diterapkan di jalanan.
Model pendeteksi objek untuk perangkat lunak sebagian besar telah dilatih pada contoh pejalan kaki berkulit terang. Model tersebut tidak terlalu menekankan pembelajaran dari beberapa contoh orang berkulit hitam yang mereka miliki. Dalam hal ini, para peneliti juga menemukan fakta bahwa dengan memberikan bobot yang lebih besar pada sampel dalam data pelatihan dapat membantu memperbaiki bias.
Basically karena data ga lengkap, kebanyakan kulit putih, ntah itu east asia atau westerner, makanya self-driving/driverless car ga bisa susah detect orang kulit hitam
What are the implications, hukumnya gimana klo misal kita ketabrak misalnya?
Since most Indonesian have dark skinned tone, kupikir masalah ini juga akan menjadi masalah di Indonesia pada nantinya.
Hukum di Indonesia belum mengatur secara spesifik tentang aturan mengenai driverless/self-driving car. Mentok paling pakai UU tentang Perlindungan Konsumen, UU tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) juga bisa kalau emang lawyernya pinter.
UU LLAJ juga ga mengatur secara spesifik tentang siapa yang sebaiknya mengendalikan kendaraan. Aturan yang ada hanya sebatas kaya aturan keselamatan, izin mengemudi, kelengkapan kendaraan, ya yang kaya gitu lah, you know it.
Dalam hal ini, ada beberapa point jika memang self-driving/driverless car.
BACA JUGA: 6 PANDUAN PERATURAN LALU LINTAS BAGI PEMUDIK KENDARAAN BERMOTOR
Pertama, apakah memang terdapat kesalahan sistem dalam self-driving/driverless car tersebut sehingga menyebabkan terjadinya kecelakaan? Klo emang ini ada, maka korban dapat melayangkan tuntutan ke penyedia/produsen self-driving/driverless car. Korban dapat menggunakan UU perlindungan konsumen jika hal ini terjadi.
Kedua, apakah kecelakaan terjadi akibat dari si pemberi instruksi yang lalai? Dalam hal ini, self-driving/driverless car diberi instruksi melakukan sesuatu, contohnya pergi dari sini kesini, tetapi si pemberi instruksi lalai dalam melakukan pengawasan sehingga terjadi kecelakaan, maka si pemberi instruksi dapat dikenakan UU LLAJ.
Walaupun self-driving/driverless juga memberikan beberapa manfaat, its also quite bad untuk mengimplementasikannya klo kita belum siap.
Well, it’s probably still a long way for us untuk melihat self-driving/driverless car di jalanan Indonesia. Belum banyak yang beli dan juga aturan yang berlaku lah penyebabnya. But, if anything, kalau memang self-driving/driverless car ingin dapat diterapkan di Indonesia, maka pemerintah dan masyarakat setidaknya considering tentang hal-hal ini. CU.
“Autonomous cars are the answer to drunk driving. Self-driving cars will take you home safely, even if you’re in no condition to drive.” – Bill Ford, Executive Chairman of Ford Motor Company