BAGAIMANA HUKUM MENIKAH DENGAN WARGA NEGARA ASING?

Hai, bestie! Pernah nggak sih, punya angan-angan “Aku tuh, pengen banget nikah sama bule. Udah badannya tinggi, kulitnya putih, matanya biru, romantis pula. Duh, pokoknya ya, kalau aku nikah sama bule, nanti anak-anakku hidungnya mancung-mancung dan lucu-lucu karena plesteran gitu. Eh, blasteran. Terus aku juga bisa tinggal di luar negeri yang tetangganya nggak pada julid. Pokoknya aku cuma mau nikah sama bule!”

Hmmm … bestie yakin mau nikah sama bule atau Warga Negara Asing (WNA)? Padahal itu nanti bestie ‘bisa’ kehilangan kewarganegaraan Indonesia yang akibatnya bisa jadi kehilangan hak untuk memiliki properti/rumah di Indonesia loh. Yuk, disimak pembahasannya.

Sebelum aku lanjutin. Yuk, mari kita mengucapkan, bismillahirrahmanirrahim, assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Semoga kita semua senantiasa sehat jiwa dan raganya serta senantiasa baik adab dan akhlaknya. Aamiin ya rabbal alamin.

Dalam Pasal 57  Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, nikah sama bule (WNA) disebut dengan perkawinan campuran. Yaitu, perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Jadi, perkawinan antara Warga Negara Indonesia dengan warga negara asing itu boleh-boleh saja. Yang penting masih dari golongan manusia, bukan boneka, tumbuhan, animal atau makhluk gaib.

Namun jika bestie menikah dengan warga negara asing, akan ada akibat hukum yang berbeda. Seperti perbedaan prosedur dan/atau syarat administrasi untuk menikah serta perubahan status kewarganegaraan.

BACA JUGA: SYARAT-SYARAT PINDAH KEWARGANEGARAAN DARI WNI MENJADI WNA

Nah, untuk perubahan status kewarganegaraan apabila menikah dengan warga negara asing, diatur pada Pasal 26 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan, yang menyebutkan bahwa:

  1.  Perempuan Warga Negara Indonesia yang kawin dengan laki-laki warga negara asing kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut hukum negara asal suaminya, kewarganegaraan istri mengikuti kewarganegaraan suami sebagai akibat perkawinan tersebut.
  2. Laki-laki Warga Negara Indonesia yang kawin dengan perempuan warga negara asing kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut hukum negara asal istrinya, kewarganegaraan suami mengikuti kewarganegaraan istri sebagai akibat perkawinan tersebut.
  3. Perempuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) atau laki-laki sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) jika ingin tetap menjadi Warga Negara Indonesia dapat mengajukan surat pernyataan mengenai keinginannya kepada pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia yang wilayahnya meliputi tempat tinggal perempuan atau laki-laki tersebut, kecuali pengajuan tersebut mengakibatkan kewarganegaraan ganda.
  4. Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada Ayat (3) dapat diajukan oleh perempuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) atau laki-laki sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) setelah 3 (tiga) tahun sejak tanggal perkawinannya berlangsung.

Tuh kan, sesuai ketentuan Pasal 26 Ayat (1) dan Ayat (2), WNI yang menikah dengan WNA bisa kehilangan kewarganegaraan Indonesia. Tapi nggak selalu kehilangan kewarganegaraan Indonesia sih, tergantung sama ketentuan negara asal WNA. Jadi apabila WNI yang telah menikah dengan WNA, dimana menurut ketentuan hukum negara asal WNA bahwa suami/istri (WNI) tidak wajib menjadi kewarganegaraan dari negara WNA tersebut. Maka istri/suami dari WNA tersebut masih menjadi WNI. Gitu ya, bestie.

Nah, ini nih, yang harus bestie tahu. Kalau bestie kehilangan kewarganegaraan Indonesia maka ‘bisa jadi’ kehilangan hak untuk memiliki properti atau rumah di Indonesia.

Hah? Kok, bisa jadi sih?

BACA JUGA: ATAS DASAR HAK ASASI, KELOMPOK LGBT MENDESAK PERKAWINAN SESAMA JENIS, INDONESIA?

Begini ya, hak atas tanah di Indonesia diatur dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Dijelaskan bahwa hak milik hanya boleh dipegang oleh seorang Warga Negara Indonesia (Pasal 20 Ayat 1), hak guna usaha hanya boleh dipegang oleh Warga Negara Indonesia atau badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia (Pasal 28 Ayat 1 juncto Pasal 30 Ayat 1), dan hak guna usaha hanya boleh dipegang oleh Warga Negara Indonesia atau badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia (Pasal 35 Ayat 1 juncto Pasal 36 Ayat 1).

Asal bestie tahu ya, akibat hukum dari perkawinan adalah adanya percampuran harta. Nah, jika nantinya menikah (baik dengan WNI atau WNA) tanpa membuat perjanjian pisah harta, maka  semua harta yang didapat selama perkawinan, akan menjadi harta bersama.

Jadi WNI yang menikah dengan WNA (tanpa membuat perjanjian pisah harta) tidak dapat membeli atau memiliki properti/rumah yang atas hak/sertifikatnya berupa hak milik/hak guna usaha atau hak guna bangunan. Tapi ini masih jadi perdebatan sampai saat ini ya, bestie. Karena belum ada aturan hukum yang secara tegas mengatur tentang kepemilikan hak atas tanah oleh WNI yang menjadi istri/suami dari WNA. 

Jadi jika bestie tetep ngebet  mau menikah sama mas/mbak bule, biar lebih aman, sebelum menikah jangan lupa membuat perjanjian pisah harta ya. Supaya bestie tetap bisa memiliki properti/rumah di Indonesia.

Tapi Ren, berdasarkan Pasal 144 Ayat (1) huruf c Undang-Undang tentang Cipta Kerja, juncto Pasal 67 Ayat (1) huruf c PP Nomor 18 tahun 2021, juncto Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No.1241/SK-HK.02/IX/2022, warga negara asing boleh memiliki/membeli rumah tapak atau rumah susun/apartemen kok.

BACA JUGA: PEMBATALAN PERKAWINAN ATAU PERCERAIAN, APA BEDANYA?

Yaps, betul bestie, inilah maksud dari ‘bisa jadi’ yang aku sebutin sebelumnya. Karena orang yang bukan WNI bisa memiliki hak milik atas satuan rumah susun, tetapi tidak bersama dengan hak atas tanahnya. Jadi maksudnya, bisa memiliki properti dalam bentuk satuan rumah susun tapi nggak bisa memiliki hak atas tanahnya.

Itupun juga nggak gampang bestie,  ada syarat dan pembatasannya ya. Di antaranya adalah misal khusus wilayah DKI, untuk Rumah Tapak harganya minimal Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan termasuk dalam kategori rumah mewah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, serta untuk rumah susun/apartemen harganya minimal Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan termasuk dalam kategori rumah susun komersial.

Tapi nih, ya bestie, meskipun peraturannya sudah ada, sampai hari ini aku belum mendapat jawaban pasti dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), terkait realisasi kepemilikan rumah tapak atau rumah susun untuk warga negara asing.

Jadi gimana bestie, masih tetap mau nikah cuma sama mas atau mbak bule aja nih? Hmmm, boleh-boleh aja kok. Yang penting bestie siap mental, untuk menghadapi prosedur administrasi dan ketentuan hukum yang ada di negara Indonesia maupun negara asal mas/mbak bule  ya. Siap untuk menghadapi perbedaan selera dan menu makanan, kebudayaan dan bahasa, serta siap jauh dari sanak saudara, kalau-kalau bestie diboyong mas/mbak bule tinggal di luar negeri.  

MEDSOS

ARTIKEL TERKAIT

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

DARI KATEGORI

Klikhukum.id