homeEsaiMESKI SUDAH DIUBAH, PP TENTANG HAK KEUANGAN DAN FASILITAS...

MESKI SUDAH DIUBAH, PP TENTANG HAK KEUANGAN DAN FASILITAS HAKIM TETAP MASIH BELUM BISA JADI SOLUSI!

Presiden Joko Widodo, boleh saja sudah selesai masa bakti jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia untuk dua periode kemarin. Tapi berbagai kebijakannya, dari yang kontroversial sampai yang dirasa cukup masuk akal tetap melekat dan termaktub dalam produk hukum yang ia hasilkan.

Salah satu produk hukum yang dibuat di akhir masa jabatannya ialah Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas PP No.94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim yang Berada di Bawah Mahkamah Agung (MA) yang ditandatangani pada 18 Oktober 2024 lalu.

PP itu akhirnya dilauncing setelah hakim-hakim di seluruh Indonesia ramai-ramai membuat aksi cuti bersama selama lima hari berturut-turut. Mereka menuntut hak-hak mereka, karena gaji dan tunjangan yang belum pernah naik sejak tahun 2024.

Kawal Para Hakim! Mereka Harus Kebal Bisikan Setan

Sebagaimana yang seharusnya dilakukan dan sudah tertulis Pasal 3 Ayat (1) PP Nomor 44 Tahun 2024 yang berbunyi, “Gaji pokok hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a diberikan setiap bulan berdasarkan golongan ruang yang ditetapkan untuk pangkat dan masa kerja golongan hakim.”

BACA JUGA: NEGARA DINILAI ABAI, RIBUAN HAKIM BAKAL MOGOK KERJA MENUNTUT KESEJAHTERAAN YANG LEBIH LAYAK!

Keberadaan pasal ini secara eksplisit mau menyampaikan bahwa hakim merupakan lembaga yang harus terus dikawal kemurniannya. Jadi sebagai upaya merawat independensi mereka, kesejahteraan dan keamanannya sebisa mungkin terjamin. Biar kalo ada yang mengganggu atau membisikkan sesuatu, para hakim masih bisa mendengarkan lagu-lagu Britpop ketimbang mendengar sepatah atau dua patah suara yang mencoba menggoyang janji sumpah mereka.

Apa yang Diubah Sih, Dari Kebijakan Sebelumnya?

Oke, jadi apa sih, isi dari kebijakan terbaru tersebut? Ya, pastinya soal kesejahteraan hakim yang selama 12 tahun ini dianggap terabaikan. Peraturan tersebut telah mengatur kenaikan gaji pokok dan tunjangan bagi hakim-hakim di seluruh Indonesia.

PP 44/2024 sudah mengatur perihal gaji pokok hakim yang sudah ditentukan dalam golongan dan masa kerja golongan (MKG). Kalau kita baca di peraturan baru itu, hakim golongan III di lingkungan peradilan umum, peradilan agama dan peradilan tata usaha negara memiliki gaji terendah Rp2.785.700,00 dan tertinggi Rp5.180.700,00 dan sekarang angka tersebut sudah naik jika dibandingkan aturan lama yang dijudge hakim-hakim tersebut, di mana gaji terendahnya ada di angka Rp2.064.100,00 dan tertinggi Rp 4.294.100,00.

Sementara itu, hakim golongan IV dalam aturan baru bakal menerima gaji terendah Rp3.287.800,00 dan tertingginya Rp6.373.200,00, jadi mereka juga sudah mendapatkan peningkatan dibandingkan aturan lama di mana gaji terendah Rp2.436.100,00 dan tertinggi Rp 4.978.000,00.

BACA JUGA: YAKIN MAU JADI HAKIM? 

Tunjangan hakim juga dinaikkan dong, pastinya. Hakim tingkat banding kini mendapat tunjangan antara Rp38.200.000,00 sampai Rp56.500.000,00 sedangkan hakim tingkat pertama menerima tunjangan antara Rp11.900.000,00 sampai Rp37.900.000,00.

Biar Diubah, Tapi Tetep… Seperti Biasa

Aku baca di Kompas.com, Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) mengatakan, jika usulan-usulan yang menyangkut tuntutan untuk meningkatkan kondisi kesejahteraan para hakim belum bener-bener terakomodasi dalam Peraturan Pemerintah (PP) tersebut.

Mereka memberikan tiga alasan konkritnya. First, bagi mereka PP 44/2024 cuma di ranah kenaikan tunjangan jabatan, belum sampai jaminan kesehatan, fasilitas perumahan, transportasi, sampe penghasilan pensiun.

Trus yang kedua, skema kenaikan 40 persen itu belum bisa mengatasi problem ketimpangan yang terjadi di hakim tingkat pertama, wabil khusus di pengadilan kelas II yang berada di berbagai kabupaten/kota (wilayah pelosok). Asal kalian tahu, para hakim di kelas pengadilan tersebut sudah jelas bakal ada di situasi dan tantangan yang lebih besar serta kebijakan yang baru dilaunch belum juga sepenuhnya efektif untuk menurunkan beban tersebut. 

Terakhir dan paling bikin kesel, kebijakan baru itu nggak melibatkan sama sekali para hakim ketika dalam proses penyusunannya. Ya, mau gimana lagi, meskipun hal ini sudah menjadi kebiasaan, bukan berarti kita bakal mewajarkan juga. Apapun alasannya, para hakim sudah jelas yang paling tahu bagaimana kondisi lapangannya.

Namanya membuat kebijakan, nggak bisa juga terus-menerus asik sendiri. Tetiba menerbitkan sendiri tanpa adanya partisipasi aktif dari pihak terkait.  

Meskipun lelah, kita tetep nggak boleh capek atau bosan agar selalu menekankan perihal keterbukaan dari sang pembuat kebijakan, karena seperti potongan lirik lagunya Bernadya, Untungnya, Hidup Harus Tetap Berjalan.

Dari Penulis

BENARKAH CANCEL CULTURE NETIZEN LEBIH NGERI DARIPADA PUTUSAN PENGADILAN? UDAH PADA GAK TAKUT SAMA UU ITE?

Dalam hitungan menit, sosmed bisa menghakimi tanpa ampun!

SEBERAPA BESAR SIH KEKUASAAN YANG DIMILIKI SEORANG PRESIDEN? APA AJA BATASANNYA?

Jadi, presiden kita super power nggak sih?

PAK YUSRIL, KOK BISA-BISANYA ANDA BILANG TRAGEDI 1998 BUKAN PELANGGARAN HAM BERAT?

Tragedi atau pelanggaran? Gimana menurut kalian?

HUKUM VS MORALITAS: KETIKA KEDUANYA BERSEBERANGAN, MANA YANG HARUS KITA PILIH?

Hukum nggak selalu benar, guys!

KABINET ZAKEN PRABOWO-GIBRAN, GAME CHANGER ATAU MALAH BLUNDER?

Skeptisisme tetap ada walaupun niat baik

TerkaitRekomendasi buat kamu
Artikel yang mirip-mirip

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Dari Kategori

Klikhukum.id