Kiranya nikmat Tuhan tak pernah habis dihadiahkan ke bumi Indonesia ini, dari kekayaan Sumber Daya Alam yang selalu jadi rebutan, Biota laut yang selalu diincar, bahkan rempah-rempahnya menjadikan bangsa ini pernah dijajah. Sebenarnya sekaya apa sih, negara kita ini.
Tulisan ini sengaja aku beri judul Menghitung Angpao Tuhan yang diberikan untuk Indonesia, karena selain momentumnya pas perayaan Imlek, aku juga akan mengajak para pembaca klikhukum.id untuk lebih melek akan kekayaan hadiah Tuhan yang ada di negara kita ini.
Ditambah ketika tulisan ini dibuat, bersamaan dengan tahun politik yang pembahasannya tentang Sumber Daya Alam Indonesia yang sangat seksi didebatkan. Sayangnya sumber daya alam yang dipilih hanyalah seputar batu bara, nikel dan teman-temannya.
Padahal jika menghitung sumber daya alam lainnya, Tuhan telah menyuburkan tanah Indonesia melalui hasil buminya yaitu rempah-rempah. Bahkan aku yakin kalian juga ingat, VOC datang ke Indonesia salah satunya mengincar rempah-rempah, iya kan?
Jika pemanfaatan sumber daya alam dalam bentuk batu bara, nikel, emas, timah dan lainnya selalu memunculkan konflik agraria dengan masyarakat adat. Aku yakin jika pemerintah akan menggenjot ekspor rempah-rempah sangat sedikit adanya friksi sama masyarakat.
Toh, pada faktanya masyarakat Indonesia lebih suka budidaya menanam dan menghasilkan hasil bumi dari tumbuh-tumbuhan, ketimbang mengeruknya untuk mengambil batu bara, timbah, nikel dan lainnya.
BACA JUGA: REKOMENDASI BUAT KALIAN YANG MAU NGAMBIL CUTI TAHUNAN
Data yang akan aku sajikan terkait hadiah Tuhan yang diberikan untuk Indonesia dalam bentuk rempah-rempah ternyata nilainya cukup bagus. Sebagaimana Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat selama Januari-November 2023 volume ekspor rempah-rempah mencapai 148,22 ribu ton (naik 29,77% yoy) dengan total nilai ekspor mencapai USD 564,12 juta. Cukup fantastis toh, nilai yang dihasilkan dari hasil bumi alami negara kita ini.
Jika dijabarkan lebih lanjut, jenis rempah-rempah Indonesia yang telah dihadiahkan Tuhan dan sangat disukai masyarakat Internasional berdasarkan data dari Kemenparekraf RI, seperti berikut.
Lada
Penyebarannya banyak dijumpai di Bangka Belitung, Bengkulu, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, hingga Sulawesi Selatan ini menjadi komoditas rempah utama Indonesia.
Menurut data Kementerian Perdagangan, pada caturwulan pertama tahun 2020 lada menguasai total 18,7% total ekspor rempah Indonesia. Dengan nilai ekspor mencapai 40,88 juta dollar AS. Lada sering digunakan sebagai bumbu dalam membuat sup dan berbagai tumisan, yang dapat memberikan efek hangat pada tubuh.
Cengkeh
Merupakan rempah asli Maluku yang dahulu kala banyak diincar penjajah. Sebab pada masa penjajahan cengkeh menjadi salah satu rempah terpopuler dan memiliki harga yang tinggi. Selain itu cengkeh juga tersebar di Jawa Timur, Maluku, Pulau Sulawesi, Kalimantan Timur, hingga Nusa Tenggara Timur.
BACA JUGA: SEJARAH KONGHUCU JADI AGAMA DI INDONESIA
Menurut data per Januari-April 2020, cengkeh termasuk rempah yang paling banyak diekspor setelah lada dengan nilai 37,26 juta dollar AS.
Kayu Manis
Jenis Tanaman rempah dengan aroma yang khas satu ini banyak ditemui di Kabupaten Kerinci dan Kabupaten Merangin, Jambi.
Menariknya, ternyata rempah asal Jambi ini bisa memasok hingga 45% kebutuhan kayu manis di dunia. Beberapa negara yang menjadi tujuan ekspor kayu manis adalah Singapura, Jerman, Belanda, hingga Amerika Serikat.
Selain ketiga jenis rempah-rempah di atas, masih banyak lagi jenis yang juga diminati pasar internasional seperti, vanila, kapulaga, andaliman dan pala. Berdasarkan data Kemenparekraf RI, tujuh jenis rempah-rempah inilah yang laris di pasar Internasional.
Jika pemerintah lebih serius mengembangkan hasil bumi Indonesia dengan pola bisnis yang lebih maju, saya yakin nilainya sama menguntungkannya dengan bisnis batu bara, nikel ataupun timah.
Apalagi secara perlindungannya, budidaya rempah-rempah sangat dekat dengan masyarakat adat, tentunya hal ini akan sangat meminimalisir konflik kepentingan terkait agraria, sesuai amanat Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945, yang berbunyi:
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
Bisa terlaksana dengan baik dan benar, pastinya yang namanya Angpao Tuhan untuk Tanah Indonesia bisa secara langsung dinikmati kalangan yang tepat. Yaitu, para petani dan masyarakat adat, bukan sekelompok atau segelintir orang saja.