Kalian suka kepo nggak, soal seberapa besar sih, kekuatan yang dimiliki seorang presiden di Indonesia? Ya, kalo dilihat dari luar itu presiden semacam superheronya negaralah. Bisa ngapa-ngapain gitu. Kekuatan atau kewenangan presiden sudah diatur sama UUD 1945. Jadi sekelas presiden juga nggak bisa seenaknya main oke gas, oke gas, aja.
Dalam UUD 1945, pasal demi pasal seolah ngasih gambaran tentang super power apa saja yang bisa dipakai presiden. Tapi bukan super power yang kayak di film-film Marvel ya, super powernya lebih kayak privilege yang harus dimanage secara hati-hati.
Paling krusial soal Pasal 4 Ayat 1 UUD 1945, “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.”
Artinya apa? Basically, presiden punya executive power. Bukan berarti bisa ngelakuin apapun sesuka hati ya, tetap harus taat pada aturan main yang sudah disusun dalam UUD.
Pertanyaannya, di mana batasannya?
Batasan Pertama, Kekuasaan Terbagi (Separation of Powers)
Di Indonesia, kita menggunakan prinsip separation of powers atau bahasa gaulnya, pemisahan kekuasaan. Presiden memiliki eksekutif power, DPR punya legislatif power, sementara kekuasaan yudikatif di tangan lembaga Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya serta Mahkamah Konstitusi.
BACA JUGA: PERLUKAH, PASAL PENGHINAAN PRESIDEN?
Jadi, presiden nggak akan bisa menabrak kekuasaan lain. Kerjanya kudu bareng-bareng. Pasal 5 Ayat (1) UUD 1945 bilang, “Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.”
In that means, presiden bisa membuat aturan tapi tetap minta restu dulu dari DPR. Kalau DPR tidak menyetujui, ya presiden harus bisa menerima. Kalo masih juga memaksakan, tentu saja bakal bertentangan sama konstitusi.
Batasan Kedua, Kebijakan Global
Sekarang, kita geser sedikit ke perspektif global. Presiden Indonesia itu, mau siapapun nggak bisa cuek sama isu-isu internasional.
Prabowo per 20 Oktober 2024 sudah berhadapan sama masalah geopolitik yang banyak banget. Perlu kita ketahui bahwa, kekuasaan presiden itu juga dibatasi sama perjanjian-perjanjian internasional, di mana Indonesia juga ikut menandatangani. Sebenarnya ketentuan perjanjian internasional itu sifatnya soft law, jadi nggak terlalu strict banget. Hanya saja hukuman dari negara lain jika kita melanggar perjanjian internasional itulah yang bikin masalah.
Misalnya, bakal terkena embargo dari negara lain ataupun sanksi-sanksi lain yang mungkin saja bisa menyulitkan perekonomian negara. Oleh karena itu, terkadang kebijakan global bisa saja sangat berpengaruh dan bisa menjadi batasan buat presiden itu sendiri.
BACA JUGA: APA SAJA TUGAS DAN WEWENANG PRESIDEN MENURUT HUKUM
Batasan Ketiga, MPR dan Impeachment
Mungkin kita pernah dengar tentang impeachment. Yes, ini adalah ultimate power buat ngeberhentiin presiden. Kalau presiden terpilih nanti ternyata ngelakuin pelanggaran berat, kayak pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan maupun tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela dan apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden, maka bisa diberhentikan lewat Pasal 7A UUD 1945.
Tapi impeachment itu prosesnya rumit banget. Nggak bisa cuma karena alasan sepele atau sifat laporannya yang masih dugaan. MPR harus mengumpulkan bukti-bukti kuat jika presiden sudah out of line.
Batasan Keempat, Rakyat
Nah, ini yang kadang suka dilupain, ‘rakyat.’ Kita merupakan bagian dari rakyat juga punya peran besar dalam memberikan batasan kekuasaan presiden.
Ketentuan Pasal (1) Ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa, “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.”
Sudah jelas di situ jika presiden mendapatkan mandat dari kita semua. Jadi kalau presidennya kebablasan atau malah otoriter, suara rakyat bisa menjadi palu buat ngetok presiden, “Kamu kali ini lagi salah langkah nih.” Bahkan suara rakyat juga bisa buat nurunin presiden. Kalian inget kan, pas jaman orde baru.
Finally, aku mau bilang bahwa presiden tidak benar-benar mutlak ataupun berkuasa yah, ges. Apalagi dipanggil raja, karena negara kita adalah negara republik yang menerapkan sistem demokrasi dan meritokrasi, bukan kerajaan atau monarki.