Jujur nih, dulu waktu masih belum ngerti hukum terutama masalah persidangan di mahkamah konstitusi (sampai sekarang juga masih nggak ngerti) aku bertanya-tanya, “Bisa nggak sih, kita sebagai masyarakat biasa yang serba bisa ini, ngasih masukan ke mahkamah konstitusi yang sedang memeriksa suatu perkara?” Ya, urun rembug gitulah.
Ternyata jawabannya, “Bisa bos!” Caranya dengan menjadi amicus curiae. Hayo, ngaku, siapa yang baru mendengar istilah itu. Padahal istilah ini tuh, sudah ada sejak zaman romawi kuno, loh.
Bagi yang baru mendengar, kamu harus berterima kasih kepada Ibu Banteng Megawati Soekarnoputri. Karena beliaulah yang membuat amicus curiae menjadi buah bibir saat ini. Yaps, tepat di tanggal 16 April 2024, Ibu Megawati Soekarnoputri mengajukan diri sebagai amicus curiae dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2024 di Mahkamah Konstitusi.
Lah, mbok aku yakin, di antara kamu ada yang nggak tahu amicus curiae. Jangankan kamu, aku aja juga nggak begitu tahu kok, *tos dulu bos.
Tapi tenang, apa gunanya kemenyan sebesar tungku kalau tidak dibakar, tiada gunanya ilmu yang disimpan saja kalau tak dibagi kepada orang lain. Ya, walaupun gelarku cuma magister hukum doang, aku bakal bahas tipis-tipis apa itu amicus curiae.
Jadi menurut berbagai sumber, amicus curiae merupakan pihak ketiga yang merasa berkepentingan terhadap suatu perkara, dengan memberikan pendapat hukumnya di pengadilan. Berkepentingan di sini maksudnya untuk masyarakat luas ya. Amicus curiae hanya sebatas memberikan opini dan bukan melakukan perlawanan.
Ada juga yang menjelaskan kalau amicus curiae atau disebut juga dengan ‘sahabat pengadilan’ atau masukan dari individu maupun organisasi yang bukan bertindak sebagai pihak dalam perkara tetapi menaruh perhatian atau berkepentingan terhadap suatu kasus. Nah, amicus curiae dapat digunakan hakim sebagai bahan untuk memeriksa, mempertimbangkan serta memutus perkara.
Sayangnya amicus curiae ini belum diatur secara jelas di Indonesia. Tapi dasar hukum diterimanya konsep amicus curiae di Indonesia, mengacu pada Pasal 5 Ayat (1) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Selain itu pada Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 tahun 2021 tentang tata Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-undang Pasal 26 Ayat (3) dijelaskan pihak terkait yang berkepentingan tidak langsung adalah pihak yang hak, kewenangan dan/atau kepentingannya tidak secara langsung terpengaruh pokok permohonan tetapi karena kepeduliannya terhadap permohonan dimaksud, dapat mengajukan keterangannya sebagai ad informandum.
Jadi meskipun nggak ada aturan yang mengatur secara gamblang, keberadaan amicus curiae diakui dalam sistem peradilan di Indonesia.
Gimana bos, sudah paham?
Kalau belum paham, gampangnya gini deh, amicus curiae itu ibarat the cool kids in school yang punya opininya sendiri tapi nggak ikutan bermain drama. Amicus curiae ini bukan pihak yang mau bikin perlawanan, tapi lebih ngasih saran di belakang layar. Jadi bener-bener peduli sama perkara yang lagi dibahas di pengadilan.
BACA JUGA: MENYELESAIKAN SENGKETA HASIL PEMILU ADALAH SALAH SATU KEWENANGAN MK
Oke, sekarang coba kita belajar dari Ibu Megawati dalam konteks ini. Bu Megawati mengajukan diri menjadi amicus curiae dalam kasus perselisihan hasil pemilu presiden dan wakil presiden 2024 ke mahkamah konstitusi. Beliau pun menulis surat yang ditujukan kepada rakyat Indonesia tercinta, berisi harapan bahwa semoga ketuk palu mahkamah konstitusi bukan merupakan palu godam melainkan palu emas.
Bu Megawati tuh, kayak ngajakin buat menaruh harapan ke mahkamah konstitusi. Wah, gila sih, negarawan banget nggak sih, Bu Megawati ini. Effort beliau tuh, buat nunjukin keseriusannya demi masa depan paslon yang diusung bangsa.
Lalu, siapa sih, yang boleh menjadi amicus curiae?
Yang jelas tidak harus ketua umum partai atau mantan presiden atau anak mantan presiden, tetapi boleh orang yang memiliki pengetahuan terkait suatu perkara yang membuat keterangannya berharga bagi pengadilan. Keterangannya bisa berupa tulisan maupun lisan di dalam persidangan dan berkas yang diajukan secara tertulis biasanya disebut sebagai amicus brief.
Amicus curiae dapat memberikan keterangan di persidangan atas permintaan dirinya sendiri atau diminta pengadilan, tetapi harus seizin ketua pengadilan. Nah, kalau Bu Megawati ini atas permintaannya sendiri ya.
Begitu kira-kira. Intinya, amicus curiae ibarat the secret weapon di pengadilan. Kontribusinya bisa ngerubah arah pertarungan. Semoga dengan adanya amicus curiae, putusan pengadilan menjadi lebih adil. Untuk Ibu Megawati, “Sehat selalu bu, saranghaeyo….”