7 JENIS TINDAK PIDANA KORUPSI

Korupsi adalah istilah yang populer di negeri ini. Dalam seminggu, dua pejabat negara kena OTT KPK. Ada seorang menteri yang kena OTT karena diduga melakukan korupsi kebijakan ekspor benih lobster. Ada juga seorang wali kota yang kena OTT karena diduga korupsi dalam proyek pembangunan rumah sakit.

Karl Kraus pernah bilang bahwa, “Korupsi itu lebih buruk dari prostitusi. Prostitusi merusak moral individu, korupsi merusak moral bangsa,” tapi sedihnya korupsi dan prostitusi sama maraknya di Indonesia. Masih ingat di tahun 2015 sempat heboh isu gratifikasi seks untuk pejabat? Itu artinya prostitusi juga bisa jadi alat untuk korupsi.

Ada banyak jenis korupsi di Indonesia. UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi merumuskan tindak pidana korupsi menjadi 30 bentuk. Ketigapuluh bentuk tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut.

  1. Kerugian Keuangan Negara

Jenis korupsi yang mengandung unsur kerugian keuangan negara bisa kita temukan dalam Pasal 2 dan 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam kedua pasal tersebut ada frasa/kata “dapat” merugikan keuangan atau perekonomian negara.

BACA JUGA: ALASAN HUKUM TAJAM KE BAWAH DAN TUMPUL KE ATAS

Frasa/kata “dapat” menunjukkan bahwa merugikan keuangan dan perekonomian negara merupakan delik formil, Jadi gak perlu dibuktikan negara rugi apa nggak. Intinya kalo sudah terpenuhi salah satu unsur seperti perbuatan memperkaya atau menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi, maka gak perlu dibuktikan akibat kerugian negaranya.

  1. Suap-Menyuap

Korupsi jenis ini merupakan korupsi yang sering terjadi. Korupsi dengan tindakan berupa pemberian uang atau menerima uang yang dilakukan oleh penyelenggara negara untuk melakukan sesuatu yang melawan hukum.

Oh ya, UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi gak cuma mengatur tentang larangan suap bagi pegawai negeri dan penyelenggara negara, UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juga mengatur larangan suap kepada hakim dan advokat.

  1. Penggelapan Dalam Jabatan

Penggelapan dalam jabatan yang dimaksud dalam rumusan pasal-pasal UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi merujuk kepada penggelapan dengan pemberatan, yaitu penggelapan yang dilakukan oleh orang yang memiliki pekerjaan atau jabatan. Misalnya dengan jabatannya, seseorang pegawai negeri/penyelenggara negara melakukan penggelapan dengan membuat laporan keuangan palsu, tentu saja untuk keuntungan diri sendiri dan merugikan negara.

  1. Pemerasan

Ketentuan Pasal 12 huruf e UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjelaskan bahwa pemerasan adalah tindakan/perbuatan yang dilakukan oleh pegawai negeri/penyelenggara negara untuk maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang untuk memberi sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.

Ada lagi bentuk suap lainnya adalah pegawai negeri/penyelenggara negara pada saat menjalankan tugas juga memeras pegawai negeri lainnya dengan cara meminta, menerima atau memotong pembayaran dari pegawai negeri/penyelenggara negara lainnya. Ihh, ngeri semacam teman makan teman.

  1. Perbuatan curang

Korupsi jenis ini berlaku untuk pemborong, pengawas proyek, rekanan TNI/POLRI, pengawas rekanan TNI/POLRI yang melakukan kecurangan dalam pengadaan barang atau jasa, yang merugikan orang lain dan merugikan negara dan membahayakan keselamatan negara saat perang.

Gak cuma seseorang yang melakukan perbuatan curang yang dapat dijerat dengan kasus korupsi, bahkan seorang pengawas proyek, pengawas rekanan TNI/POLRI yang membiarkan terjadinya perbuatan curang juga dapat dijerat dengan tindak pidana korupsi. Jadi, gak selamanya diam itu emas ya man teman.

  1. Benturan kepentingan dalam pengadaan

Benturan kepentingan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah adalah situasi dimana seorang pegawai negeri/penyelenggara negara, baik langsung maupun tidak langsung sengaja turut serta dalam pengadaan barang/jasa.

BACA JUGA: BENARKAH EKSEKUSI TERHADAP DJOKO TJANDRA INSKONTITUSIONAL

Benturan kepentingan ini sering kita lihat dalam kasus-kasus korupsi yang melibatkan keluarga terdekat dari penyelenggara negara, misalnya seperti kasus korupsi yang menjerat Ratu Atut Chosiyah dan adik kandungnya Tubagus Chaeri Wardana terkait korupsi pengadaan alat kesehatan.

  1. Gratifikasi

Gratifikasi merupakan jenis korupsi berupa pemberian hadiah. Bisa uang, barang, bahkan sampai layanan sex seperti yang aku bahas sebelumnya. Gratifikasi ini mirip-mirip dengan suap.

Dalam Pasal 12 huruf b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dijelaskan bahwa setiap gratifikasi (pemberian hadiah) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap sebagai pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban dan tugasnya dengan ketentuan:

  1. Kalo nilainya Rp10 juta atau lebih, maka penerima gratifikasi harus membuktikan bahwa gratifikasi/hadiah tersebut bukan suap.
  2. Kalo nilainya kurang dari Rp10 juta, maka pembuktian bahwa gratifikasi tersebut adalah suap dilakukan oleh penuntut umum.

Nah, ketentuan ini gak berlaku jika penerima melaporkan hadiah/gratifikasi yang diterimanya kepada KPK, paling lambat 30 hari sejak tanggal diterimanya hadiah/gratifikasi tersebut.

Lalu bagimana jika gratifikasinya adalah layanan sex? Yakin mau laporan setelah menerima? Hahahahaha.

MEDSOS

ARTIKEL TERKAIT

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

DARI KATEGORI

Klikhukum.id