Bagi kamu yang sudah bekerja pasti tidak asing lagi dengan istilah UMK. Yaps, UMK adalah upah minimum kabupaten atau kota. Yaitu, standar minimum pengupahan di suatu kabupaten atau kota.
Kalau dulu nih, kita sering mendengar kata UMR (upah minimum regional). Melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 226 Tahun 2000 penyebutan UMR diganti dengan upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten atau kota (UMK). Jadi jangan salah sebut lagi ya, guys. Hihihi.
Kemudian pemberlakuan upah minimum adalah untuk pekerja atau buruh dengan masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun pada perusahaan yang bersangkutan. Hal ini sesuai dengan Pasal 4 Ayat (1) Permenaker Nomor 18 tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023.
Eh, tapi nggak semua pekerja atau buruh yang masa kerjanya kurang dari satu tahun itu upahnya harus sesuai upah minimum loh, ya. Bisa lebih dari upah minimum kok.
BACA JUGA: UMKM DAN MASALAH-MASALAH HUKUM YANG SERING TERJADI
Di Pasal 4 Ayat (2) dan Ayat (3) pun menyebutkan kalau pekerja atau buruh dengan masa kerja kurang dari satu tahun dapat diberikan upah lebih besar dari upah minimum. Pemberian upah yang dimaksud tentu dengan melihat kualifikasi tertentu. Seperti pendidikan, kompetensi dan/atau pengalaman kerja yang dipersyaratkan untuk melaksanakan pekerjaan atau jabatan.
Nah, kalau buat pekerja atau buruh dengan masa kerja satu tahun atau lebih, pengupahannya berpedoman pada struktur dan skala upah yang dibuat oleh perusahaan.
Mmh, kenapa sih, harus ada upah minimum di setiap kabupaten atau kota?
Ya, tujuan utamanya adalah agar terjaminnya hak pengupahan para pekerja atau buruh. UMK yang sesuai dengan kondisi daerah diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut.
Nah, perlu kita ketahui bersama, bahwa penentuan UMK harus disesuaikan dengan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan. Hal ini sesuai dengan Pasal 5 Ayat (2). Ini yang menyebabkan kenapa UMK berbeda tiap kabupaten atau kota
Fyi, penentuan UMK tidak serta merta langsung dilakukan oleh kepala daerah guys, tapi melibatkan banyak pihak. Menurut Pasal 16 Ayat (1), bahwa penghitungan nilai upah minimum kabupaten atau kota dilakukan oleh dewan pengupahan kabupaten atau kota.
Siapa sih, dewan pengupahan kabupaten atau kota?
Dalam hal ini kita dapat melihat Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan, Pasal 72 Ayat (1) menjelaskan bahwa keanggotaan dewan pengupahan terdiri atas unsur pemerintah, organisasi pengusaha, serikat pekerja atau serikat buruh, akademisi dan pakar.
BACA JUGA: 4 ALASAN KENAPA MEMAHAMI HUKUM ITU PENTING BAGI SEMUA ORANG
Jadi dewan pengupahan ini merupakan gabungan dari beberapa pihak yang berkaitan langsung dengan lingkup ketenagakerjaan dan pengupahan. Tujuannya supaya penentuan UMK dapat sesuai dengan kondisi ekonomi dan masyarakat di daerah tersebut serta adil bagi para pekerja atau buruh.
Kemudian UMK yang telah dihitung oleh dewan pengupahan kabupaten atau kota, disampaikan kepada bupati atau walikota di daerah tersebut untuk direkomendasikan kepada gubernur. Apabila gubernur telah menyetujui besaran UMK yang diajukan, maka gubernur akan menetapkan UMK.
Oh iya, UMK ditetapkan setelah penetapan UMP. Dan penetapan UMK ini dilakukan apabila penghitungan UMK oleh dewan pengupahan kabupaten atau kota lebih tinggi dari UMP. Kalau UMK lebih rendah dari UMP maka bupati atau walikota tidak dapat merekomendasikan UMK kepada gubernur.
Jadi peran bupati atau walikota dalam menetapkan UMK adalah sebatas merekomendasikan. Yang menetapkan ya, gubernur. Dari hal ini kita juga bisa tahu, kalau UMK itu nggak mungkin lebih tinggi dari UMP, guys.