Dalam dunia bisnis maupun keperdataan, tidak jarang salah satu pihak gagal memenuhi kewajibannya sesuai kesepakatan. Kondisi inilah yang disebut wanprestasi atau dalam bahasa sederhana disebut ingkar janji. Wanprestasi bisa berupa tidak melakukan apa yang dijanjikan, melakukan tapi tidak sesuai perjanjian, terlambat melaksanakan kewajiban atau melakukan sesuatu yang dilarang dalam perjanjian.
Dasar Hukum Wanprestasi
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), wanprestasi diatur dalam Pasal 1239 sampai 1267 KUH Perdata. Pasal 1239 KUH Perdata pada pokoknya menyebutkan bahwa setiap perikatan untuk berbuat sesuatu, jika tidak dipenuhi, maka pihak yang lalai wajib mengganti biaya, rugi dan bunga.
Sementara Pasal 1243 KUHPerdata menjelaskan bahwa, ganti rugi baru dapat dituntut bila debitur (pihak yang lalai) telah dinyatakan lalai dengan surat peringatan (somasi).
Dengan kata lain, sebelum menggugat ke pengadilan, langkah pertama yang harus dilakukan adalah memberikan peringatan resmi kepada pihak yang wanprestasi.
Somasi
Somasi adalah surat peringatan hukum agar pihak yang ingkar janji segera memenuhi kewajibannya. Biasanya, somasi dikirim tiga kali berturut-turut dengan jarak waktu tertentu. Somasi pertama berisi teguran halus agar pihak lawan segera memenuhi kewajiban sesuai perjanjian. Biasanya masih bernada persuasif.
BACA JUGA: MEMBATALKAN PERJANJIAN SEPIHAK, WANPRESTASI ATAU PERBUATAN MELAWAN HUKUM?
Somasi kedua menegaskan kembali kewajiban yang belum dipenuhi dan memberikan tenggat waktu yang lebih tegas.
Somasi ketiga menjadi peringatan terakhir sebelum langkah hukum diambil. Dalam surat ini, pengirim biasanya menyatakan bahwa bila dalam waktu tertentu kewajiban tidak juga dipenuhi, maka pihaknya akan menempuh jalur hukum.
Somasi berfungsi sebagai bukti telah adanya upaya penyelesaian secara damai sebelum mengajukan gugatan ke pengadilan. Ini penting, karena tanpa somasi, penggugat bisa dianggap terlalu terburu-buru membawa perkara ke ranah hukum.
Gugatan Perdata ke Pengadilan
Jika setelah tiga kali somasi pihak lawan tetap tidak memenuhi kewajiban, barulah langkah hukum dapat ditempuh melalui gugatan perdata ke pengadilan negeri. Gugatan ini bertujuan untuk meminta pemenuhan perjanjian atau ganti rugi akibat wanprestasi.
Namun, sebelum menggugat, ada hal penting yang harus dipertimbangkan apakah biaya gugatan sebanding dengan kerugian yang dialami?
BACA JUGA: GHOSTING ITU WANPRESTASI? INI PENJELASANYA!
Pertimbangan Ekonomi: Apakah Worth It?
Mengajukan gugatan perdata tentu memerlukan biaya: biaya pendaftaran perkara, materai, biaya panggilan pihak lawan (relaas), hingga biaya jasa pengacara bila menggunakan kuasa hukum.
Jika nilai kerugian yang dituntut hanya beberapa juta rupiah, tentu perlu dipikirkan ulang apakah langkah hukum ini efisien secara finansial. Sebab, bisa saja biaya gugatan justru lebih besar daripada nilai kerugian yang ingin dipulihkan.
Selain biaya, waktu juga menjadi faktor penting. Proses persidangan perdata bisa berlangsung berbulan-bulan, bahkan lebih dari setahun, tergantung pada tingkat kerumitan dan apakah salah satu pihak mengajukan banding atau kasasi.
Sebelum menggugat, pertimbangkan pula jalur negosiasi atau mediasi di luar pengadilan. Dalam beberapa kasus, penyelesaian secara damai justru bisa menghemat waktu, tenaga dan biaya, tanpa perlu proses panjang di pengadilan.
Namun, jika nilai kerugian cukup besar dan pihak lawan tidak menunjukkan itikad baik, maka menggugat ke pengadilan adalah langkah yang wajar dan sah secara hukum. Sebab, melalui putusan pengadilan, hak pihak yang dirugikan dapat ditegakkan dan memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht).
Menangani wanprestasi memang tidak selalu mudah. Prosesnya panjang dan biayanya tidak sedikit. Namun, setidaknya tulisan ini dapat membantu kalian memahami tahapan yang benar dalam penanganan terhadap tindakan wanprestasi melalui jalur hukum mulai dari somasi hingga gugatan perdata. Prinsipnya sederhana, gunakan hukum secara cerdas. Jangan sampai biaya memperjuangkan hak justru lebih besar daripada nilai hak itu sendiri.