Pastinya sudah nggak asing di telinga ketika ngomongin kejaksaan. Itu tuh, lembaga pemerintahan yang berwenang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain yang diatur undang-undang.
Gawat sih, kalau sampai nggak tahu lembaga kece satu ini.
Kenapa? Ya, karena kejaksaan merupakan satu-satunya instansi pelaksana putusan pidana (executive ambtenaar).
Selain itu, kejaksaan juga berada di poros dan menjadi filter antara proses penyidikan dan proses pemeriksaan di persidangan.
Kejaksaan sebagai pengendali proses perkara (Dominus Litis), sehingga hanya institusi kejaksaan yang dapat menentukan apakah suatu perkara dapat diajukan ke pengadilan atau tidak berdasarkan alat bukti yang sah menurut hukum acara pidana.
Gimana? Keren, kan? Eh, eh, tapi peran jaksa nggak cuma itu aja loh. Kuy, lanjut baca.
Sebelum kepoin gimana dan apa saja peran jaksa dalam sistem peradilan, kita mau flashback dikit nih, sama perjalanan panjang terciptanya lembaga kejaksaan.
Tahu nggak sih, guys. Dilansir dari Kejati DIY, disebutkan kalau riwayat kejaksaan di nusantara diperkirakan jauh melewati usia kejaksaan itu sendiri. Bahkan sudah dikenal saat masa kerajaan Majapahit.
Fyi, kata ‘jaksa’ berasal dari bahasa Sansekerta ‘Dhyaksa’ yang artinya, hakim yang bertugas menangani masalah peradilan pada sidang pengadilan. Ketika bertugas, para Dhyaksa dipimpin seorang Adhyaksa, yakni hakim tertinggi yang memimpin dan mengawasi para dhyaksa.
Disebutkan juga bahwa pada masa itu peran jaksa memang cukup luas, bukan hanya sebagai penuntut umum seperti sekarang karena lembaga penuntutan memang belum dikenal pada masa itu.
Fungsinya selalu dikaitkan dengan bidang yudikatif bahkan bidang keagamaan. Sehingga seperti fungsi hakim dalam makna yang luas.
Para jaksa memiliki statusnya sebagai penuntut umum sejak masa pemerintahan Jepang, sebagaimana tertuang pada undang-undang zaman pendudukan tentara Jepang Nomor 1/1942, yang kemudian diganti oleh Osamu Seirei Nomor 3/1942, Nomor 2/1944, dan Nomor 49/1944.
Sejak itu, kejaksaan sudah berada pada semua jenjang pengadilan. Setelah Osmu Seirei Nomor 49 diberlakukan, kejaksaan dimasukkan dalam wewenang Cianbu atau Departemen Keamanan.
Di masa ini kejaksaan sudah memiliki fungsi mencari atau menyidik kejahatan dan pelanggaran (penyidikan), menuntut perkara (penuntutan) serta menjalankan putusan pengadilan dalam perkara kriminal (eksekutor).
Setelah merdeka, Indonesia menerapkan asas konkordansi demi menghindari kekosongan hukum, seperti yang tertuang pada Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945.
Undang-undang ataupun berbagai peraturan yang ada sebelum Indonesia merdeka, tetap ada berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
BACA JUGA: PERAN PENTINGNYA BUKTI DALAM PROSES HUKUM
Maka dari itu, secara yuridis formal, Kejaksaan RI telah ada sejak kemerdekaan Indonesia diproklamasikan yakni 17 Agustus 1945. Tanggal 19 Agustus 1945, pada rapat PPKI diputuskan kedudukan kejaksaan dalam struktur Negara RI, yakni dalam lingkungan Departemen Kehakiman.
Kejaksaan RI terus mengalami berbagai perkembangan dan dinamika secara terus-menerus seiring perputaran waktu dan perubahan sistem pemerintahan, guys. Sampai pada tanggal 22 Juli 1960, rapat kabinet memutuskan bahwa kejaksaan menjadi departemen dan keputusan tersebut dituangkan dalam Keputusan Presiden RI Nomor 204/1960 tertanggal 1 Agustus 1960 yang berlaku sejak 22 Juli 1960.
Nah, sejak itu pula Kejaksaan RI dipisahkan dari departemen kehakiman. Pemisahan tersebut dilatarbelakangi rencana kejaksaan mengusut kasus yang melibatkan menteri kehakiman.
Kemudian tanggal 22 Juli, ditetapkan sebagai Hari Bhakti Adhyaksa atau ulang tahun institusi Kejaksaan Agung RI.
Mmmh, terus apa saja sih, peran jaksa dalam sistem peradilan Indonesia? As we all know, seorang jaksa mempunyai rentang tugas yang luas dari sejak awal sampai akhir penanganan suatu perkara serta kewenangan lain yang diatur oleh undang-undang.
Pertama, di Bidang Pidana
Pasal 30 Ayat (1) UU nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, menyebutkan tugas dan kewenangan kejaksaan di bidang pidana yaitu, melakukan penuntutan, melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan dan keputusan lepas bersyarat.
Selain itu, kejaksaan juga melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang, melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.
Kedua, di Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara
Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.
Ketiga, Bidang Ketertiban dan Ketentraman Umum,
Kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat, pengamanan kebijakan penegakan hukum, pengawasan peredaran barang cetakan dan lainnya.
Keempat, Bidang Intelijen Penegakan Hukum
Pasal 30B UU nomor 11 tahun 2021 tentang perubahan atas UU nomor 16 tahun 2004 tentang kejaksaan republik Indonesia. Kejaksaan berwenang menyelenggarakan fungsi penyelidikan, melakukan kerja sama intelijen penegakan hukum dengan lembaga intelijen dan/atau penyelenggara intelijen negara lainnya, di dalam maupun di luar negeri, melaksanakan pencegahan korupsi, kolusi, nepotisme dan melaksanakan pengawasan multimedia.
Jadi tahu kan, kalau tugas jaksa bukan hanya melakukan penuntutan alias jadi jaksa penuntut umum, melainkan ada banyak wewenang lainnya.
Oke, semoga bermanfaat ya. Terima kasih.