Di Indonesia, rumah sering disebut sebagai aset berharga yang wajib dijaga agar tidak ‘tergeser’ oleh hukum, konflik keluarga atau penggusuran. Tapi siapa sangka, ternyata kuburan tempat kita beristirahat untuk selamanya juga tidak luput dari potensi berpindah tangan.
Ya, jika tidak diurus dengan baik, kuburan pun bisa ‘disita’ bahkan dihuni orang lain.
Kebanyakan orang menganggap kuburan sebagai sesuatu yang tetap dan abadi. Faktanya, dalam konteks hukum, kuburan tidak sepenuhnya ‘milik’ kamu. Berbeda dengan rumah yang bisa kamu beli dengan Sertifikat Hak Milik (SHM), kuburan biasanya hanya disewa dalam jangka waktu tertentu. Hal ini diatur dalam berbagai Peraturan Daerah (Perda) yang mengelola Taman Pemakaman Umum (TPU).
Misalnya, Perda di banyak kota besar mengatur bahwa masa sewa lahan kuburan berkisar antara tiga hingga 20 tahun. Setelah itu, keluarga almarhum wajib membayar biaya perpanjangan.
Jika tidak? Bersiaplah menerima risiko jenazah kamu dipindahkan ke kuburan massal.
Di negara ini, tidak hanya rumah yang bisa dilelang karena kredit macet. Kuburan pun bisa digusur, karena retribusi yang tidak dibayar. Bahkan dalam beberapa kasus ekstrem, lahan kuburan lama digunakan ulang untuk jenazah baru. Bayangkan, setelah puluhan tahun istirahat dengan tenang, kamu harus berbagi tempat atau lebih buruk lagi, kehilangan tempat sama sekali.
BACA JUGA: JENAZAH KOK DIJADIKAN TERSANGKA, INI DUNIA NYATA BUKAN SINETRON SIR!
Berbeda dengan rumah yang tunduk pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA), lahan kuburan dikelola sebagai aset publik berdasarkan Perda. Status hukumnya adalah hak pakai, bukan hak milik. Ini berarti, kamu hanya ‘meminjam’ lahan tersebut dalam jangka waktu tertentu.
Misalnya, di Jakarta, Perda No. 3 Tahun 2007 tentang Pemakaman menyebutkan bahwa pengguna lahan TPU harus membayar retribusi sesuai zona yang ditentukan, dengan tambahan biaya perpanjangan jika masa pakai sudah habis.
Ketiadaan kepemilikan permanen ini menciptakan persoalan hukum yang unik.
Apakah kuburan dapat dianggap sebagai aset?
Jawabannya tidak, karena tidak ada pengalihan hak milik dalam transaksi lahan kuburan. Namun di sisi lain, hak keluarga almarhum untuk menggunakan lahan tersebut diakui selama kewajiban retribusi dipenuhi. Secara hukum, ini membuat kuburan lebih mirip rumah kontrakan dibandingkan rumah pribadi.
Konflik Hukum dalam Pemindahan Kuburan
Pemindahan kuburan bukan sekadar isu sosial, tetapi juga memiliki dimensi hukum yang rumit. Dalam beberapa kasus, pemindahan dilakukan pemerintah daerah, karena tidak ada perpanjangan retribusi. Namun, ada juga kasus sengketa kuburan yang melibatkan klaim lahan oleh ahli waris atau pihak ketiga.
BACA JUGA: SEBERAPA PENTING SIH, VISUM ET REPERTUM? KORBAN PENGANIAYAAN, JANGAN ABAIKAN HAL INI!
Kasus seperti ini seringkali membutuhkan penyelesaian melalui jalur hukum, termasuk mediasi bahkan pengadilan. Berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), pemindahan jenazah yang merugikan pihak keluarga dapat dianggap sebagai perbuatan melawan hukum jika tidak dilakukan sesuai prosedur. Di sisi lain, pemerintah berhak memanfaatkan lahan kuburan secara efisien untuk kepentingan umum, selama prosedur pengosongan lahan sesuai aturan yang berlaku.
Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Lalu, bagaimana agar ‘rumah terakhir’ kamu tidak berpindah tangan? Jawabannya sederhana, siapkan dana dan perencanaan, sama seperti kamu merencanakan membeli rumah.
- Bayar Retribusi Secara Berkala
Pastikan pembayaran retribusi lahan kuburan dilakukan tepat waktu. Jangan sampai keluarga kamu terlambat membayar, karena risiko penggusuran sangat nyata.
- Pertimbangkan KPK (Kredit Pemilikan Kuburan) Swasta
Beberapa perusahaan swasta kini menawarkan lahan pemakaman dengan sistem jual beli hak pakai jangka panjang. Lahan seperti ini lebih aman secara hukum, karena pengelolaannya mengikuti kontrak perjanjian yang transparan.
- Asuransi Pemakaman
Meskipun terdengar aneh, produk asuransi pemakaman mulai muncul di Indonesia. Dengan membayar premi bulanan, kamu bisa menjamin biaya pemakaman dan perawatan kuburan tetap tercover, bahkan jika keluarga kamu kesulitan.
Kuburan mungkin tidak terlihat sebagai prioritas, tetapi coba pikirkan “Apa artinya memiliki rumah mewah jika tidak memiliki tempat yang tenang untuk istirahat kelak?”
Sama seperti rumah yang butuh sertifikat, kuburan pun perlu dikelola dengan hati-hati agar tidak berpindah tangan. Karena itu, selain fokus mencicil KPR, pikirkan juga untuk mencicil KPK (kredit pemilikan kuburan). Hadeh! Gini amat yah, hidup di perkotaan. Nyari rumah susah, sudah mati pun sama susah.