KPK melakukan aksi penangkapan terhadap Pak Edhy Prabowo Rabu, 25 November 2020 lalu. Penangkapan dilakukan terkait kasus dugaan penerima suap dalam kasus perizinan tambak, usaha dan/atau pengelolaan perikanan atau komuditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.
Kini giliran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) turun tangan ikut serta meramaikan penanganan kasus ekspor benih lobster tersebut.
Bagi kalian pembaca setia klikhukum.id yang masih bingung tentang aturan perlobsteran di Indonesia, kalian bisa simak lengkapnya di artikel, “BEGINI BEDANYA ATURAN PAK EDHY DAN BU SUSI SOAL BENIH LOBTER.”
Kasian banget yah pren, Pak Edhy Prabowo. Sudah terseret kasus dugaan korupsi oleh KPK, kini mau dilanjut dengan kasus yang akan disengketakan oleh KPPU. Sabar yah pak, kudu kuat, pokoke kuat, koyo gapuro.
Adapun kasus yang sedang ditelusuri oleh KPPU yakni perihal dugaan monopoli pengangkutan dan pengiriman lobster yang diekspor. Sebagaimana dilansir melalui liputan6.com, juru bicara sekaligus Komisioner KPPU, Guntur Saragih menjelaskan pihaknya terus menelaah dugaan monopoli perusahaan jasa pengangkutan dan pengiriman (freight forwarding) ekspor benih lobster yang turut menyeret Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
BACA JUGA: KISAH DUA HAKIM YANG DI ‘BUNGKAM’ SELAMANYA
Dugaan pelanggaran tersebut dilatarbelakangi adanya jasa layanan yang dianggap tidak efisien, karena proses ekspor benih lobster hanya dilakukan melalui satu pintu keluar, yakni Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang.
Padahal faktanya, benih lobster didatangkan dari sejumlah daerah, seperti Sumatra Utara dan NTB. Selain itu, ekspor benih lobster juga harus menanggung risiko membawa benih lobster yang tergolong sebagai benda hidup, sehingga kedekatan asal benih dan pintu bandara sepatutnya dipertimbangkan.
Fakta lainnya yang ditemukan oleh KPPU yakni terkait harga pengiriman ekspor benih yang terbilang tinggi, yaitu kisaran Rp1.800 per benih, atau di atas rata-rata harga normal.
Jika berbicara mengenai hukum pasar yang ideal, ketika pelaku usaha tertentu menawarkan jasa yang begitu mahal, harusnya aturan pasar mulai berlaku, yaitu si penerima jasa bisa memilih ke pelaku usaha yang lain. Yang menjadi aneh adalah, sudah mahal tapi ekspor tetap berjalan dan hanya disematkan ke pelaku usaha itu saja.
Ada tiga alasan penguat kenapa KPPU akhirnya turun tangan terhadap kasus ekspor benih lobster, sebagaimana penulis juga merangkum melalui finance.detik.com adalah sebagai berikut.
- Penunjukan Jasa Pengiriman, KPPU mencium adanya dugaan pelanggaran tentang penunjukan jasa pengiriman ekspor lobster, mengingat hanya PT. Aero Citra Kargo (ACK) yang menjadi pemain tunggal dalam pengiriman ekspor yang sempat berlangsung. Ada indikasi monopoli di sini. Larangan praktek monopoli termuat dalam Pasal 17 Undang-Undang No. 05 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
- Tarif Pengiriman Mahal, ditemukan dari hasil pengendusan KPPU terkait masalah tarif pengiriman. Ada penetapan tarif yang tinggi dalam pengiriman ekspor benih lobster. ACK selaku ‘forwarder’ benih lobster dari dalam negeri ke luar negeri mematok harga Rp1.800/benih. Argumentasi saya, tentang mahalnya tarif pengiriman terjadi karena ACK merupakan satu-satunya jasa pengiriman ekspor benih lobster yang ditunjuk KKP, sehingga dalam hal ini ACK dapat menetapkan harga suka-suka, karena di lapangan tidak ada pesaingnya.
- Hanya Lewat Satu Pintu Bandara, lebih lanjut KPPU juga menemukan ketidak beresannya mengenai pelayanan ekspor benih lobster yang dinilai tidak efisien karena hanya lewat satu pintu keluar, yakni Bandara Soekarno-Hatta (Soetta). Padahal banyak pilihan bandar udara yang dapat menjadi akses pengiriman.
Intinya, saat ini KPPU sedang melakukan upaya penyelidikan lebih lanjut. Bagi saya, kebijakan KKP yang hanya menunjuk ACK sebagai jasa pengiriman benih lobster menyebabkan adanya posisi dominan dalam aktivitas ekspor tersebut. Bagaimana gak dominan, orang yang bisa melakukan ekspor hanya ACK pren.
BACA JUGA: 7 JENIS TINDAK PIDANA KORUPSI
Larangan posisi dominan diatur dalam Pasal 25 Ayat (1) UU No. 05 Tahun 1999 Tentang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat yang menyebutkan sebagai berikut.
Pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk:
a. menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas; atau
b. membatasi pasar dan pengembangan teknologi; atau
c. menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan.
Argumentasi atas posisi dominan ACK sangat jelas dong ya, dia merupakan jasa pengiriman tunggal untuk ekspor benih lobster, sehingga tarif dengan mudah diatur dan monopolipun akan terjadi. Semangat selalu dah, buat KPPU yang sudah turun tangan perihal perlobsteran di Indonesia.