Meskipun aku bukan wong Jogja, jujur aku ngerasa sedih banget kalau ada yang bilang bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta adalah bentuk politik dinasti di Indonesia. Apalagi yang bilang seorang politisi. Meskipun pak politisi itu sudah mengklarifikasi dan meminta maaf gaes, tapi rasanya kesel aja gitu.
Gimana nggak kesel, Yogyakarta menjadi daerah istimewa bukan cuma karena orangnya. Cielah, tapi juga karena peran sertanya dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Suer!
Nggak percaya? Nih, aku ceritain.
Fyi, tahun 1945 sampai tahun 1949 merupakan masa-masa sulit bagi negara Indonesia yang baru saja lahir dan kondisi negara masih belum stabil. Ya, gimana nggak, Belanda dan sekutu aja sampai ngadain agresi militer dua kali. Nggak cuma itu aja sih, pokoknya banyaklah pemberontakan-pemberontakan yang terjadi di dalam negeri.
Khususnya di Jakarta yang saat itu menjadi pusat pemerintahan, kondisinya sangat genting, sehingga pemerintahan sempat diboyong ke Yogyakarta. Termasuk Presiden Ir. Soekarno dan Wakil Presiden Bung Hatta serta beberapa menteri. Ya, walaupun masih ada menteri yang menetap di Jakarta kala itu sih.
BACA JUGA: ADE ARMANDO DATANG KE LOKASI DEMO DI WAKTU YANG SALAH
Nah, Yogyakarta dipilih sebagai tujuan hijrah para petinggi negara karena keadaannya yang lebih stabil dan Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat menerima dengan senang hati. Tuh, baik banget nggak sih, gaes.
Eits! Nggak cuma itu saja.
Saat itu, Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dipimpin Sri Sultan Hamengkubuwono bersama Sri Paduka Paku Alam VIII dengan jiwa nasionalismenya yang tinggi menyatakan bergabung dengan negara Indonesia pada saat Indonesia merdeka tahun 1945.
Padahal kalau melihat sejarahnya, saat itu Yogyakarta sudah memiliki pemerintahan yang stabil. Kalaupun mau, bisa saja menjadi sebuah negara yang berdaulat, karena memang sudah mampu.
Tapi seperti yang kita lihat hari ini gaes, Yogyakarta memilih bersatu dan menjadi bagian dari wilayah NKRI. Sebuah bukti bahwa Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat kala itu sangat mengedepankan kepentingan bersama.
Dan bergabungnya Yogyakarta dengan Indonesia bisa kita pelajari tentang adanya dekrit yang dikenal dengan Amanat 5 September 1945. Yang berisi pernyataan penggabungan Kesultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman ke dalam NKRI.
Melihat dari laman kesbangpol.kulonprogo.go.id, mengatakan kalau setelah itu Soekarno pun memberi payung hukum khusus dan status istimewa terhadap Yogyakarta sebagai daerah dalam Indonesia. Saat bergabung dengan Indonesia, wilayah Kesultanan Yogyakarta meliputi, Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Kulon Progo.
Nah, melalui Amanat 5 September 1945 tersebut Sri Sultan HB IX dan Paku Alam VIII menyatakan bahwa Yogyakarta bergabung dengan NKRI. Sehari setelahnya, 6 September 1945, pemerintah pusat memberikan Piagam 19 Agustus 1945 yang merupakan bentuk penghargaan atas bergabungnya Yogyakarta dengan RI.
BACA JUGA: ALASAN KENAPA TANAH JOGJA ISTIMEWA
Tuh, sudah jelas kan gimana kontribusi Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat untuk negara Indonesia, sampai dinobatkan sebagai daerah Istimewa di Republik Indonesia. Gitu kok, masih mempermasalahkan sih. Hiih!
Lagi pula, konstitusi Indonesia menjamin adanya daerah khusus/istimewa di dalam NKRI. Hal ini jelas tertuang dalam UUD 1945 Pasal 18B Ayat (1) “Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.” Kemudian diturunkan melalui UU No. 13 tahun 2012 tentang Daerah Istimewa Yogyakarta.
Jadi kepemimpinan turun temurun yang ada di Provinsi DIY bukan semata-mata bentuk pelanggengan pemerintahan monarki, tapi memang itu hak yang dimilikinya sebagai daerah istimewa.
Last but not least, peran serta Kesultanan sangat besar bagi negara Indonesia yang kala itu baru lahir. So, bukankah mempermasalahkan DIY sama artinya dengan mengobrak abrik konstitusi nggak sih? Hehe, santai aja bacanya gaes.