Dasa Dharma Pramuka
Pramuka itu:
1) Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
2) Cinta alam dan kasih sayang sesama manusia;
3) Patriot yang sopan dan kesatria;
4) Patuh dan suka bermusyawarah;
5) Rela menolong dan tabah;
6) Rajin, terampil dan gembira;
7) Hemat, cermat dan bersahaja;
8) Disiplin, berani dan setia;
9) Bertanggung jawab dan dapat dipercaya;
10) Suci dalam pikiran, perkataan maupun perbuatan.
Sebelumnya, saya haturkan belasungkawa yang sedalam-dalamnya atas musibah yang dialami oleh keluarga besar SMPN 1 Turi. Saya berdoa, kesepuluh ananda tercinta yang menjadi korban tragedi susur sungai ditempatkan di taman-taman firdaus bersama para kekasih-kekasih Allah SWT.
Jumat sore tanggal 21 Februari 2020, hujan deras mengguyur Provinsi D.I. Yogyakarta. Untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak. Bersama derasnya hujan, tersiarlah kabar tentang 240-an siswa/siswi SMP N 1 Turi yang terseret arus deras saat sedang mengikuti acara susur sungai kali sempor dalam rangka kegiatan Pramuka. Tak pelak, tragedi tersebut mengakibatkan siswa/siswi SMP N 1 Turi terluka dan 10 orang siswi meninggal dunia.
Tragedi kali sempor merupakan tamparan keras bagi pendidikan di Indonesia. Bagaimana tidak, tragedi tersebut terjadi ketika para siswa sedang mengikuti kegiatan Pramuka. Kegiatan ekstrakurikuler yang bersifat wajib diselenggarakan pada tingkat sekolah dasar hingga menengah, berdasarkan Permendikbud No. 63 tahun 2014 tentang Pendidikan Kepramukaan Sebagai Kegiatan Ekstrakurikuler Wajib Pada Tingkat Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Di samping itu, pendidikan kepramukaan merupakan wadah pemenuhan hak warga negara untuk berserikat dan mendapatkan pendidikan sebagaimana tercantum dalam Pasal 28, Pasal 28C, dan Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
BACA JUGA: EKSPLOITASI ANAK JAMAN NOW
Dikutip dari scout.org, Pramuka atau kepanduan lahir dari pemikiran seorang Lord Robert Baden Powell of Gilwell. Beliaulah yang menginisiasi lahirnya gerakan kepramukaan yang didasari pada keberhasilannya membina remaja Inggris kala itu. Kemudian, pengalamannya tersebut beliau tulis dalam sebuah buku berjudul Scouting For Boys, yang isinya kurang lebih menggambarkan rangkaian kegiatan pramuka yang banyak dan menarik.
Kemudian pada tanggal 14 Agustus 1961, gerakan pramuka (praja muda karana) secara resmi diperkenalkan di Indonesia dan Sultan Hamengkubuwana IX didapuk sebagai ketua Kwartir Nasional pertama. Karenanya, Sultan Hamengkubuwana ke IX dikenal sebagai Bapak Pramuka Indonesia.
Bisa dimengerti jika ekstrakurikuler kepramukaan menjadi ekskul wajib, mengingat nilai-nilai yang terkandung dalam batang tubuh kepramukaan sangatlah berguna bagi tumbuh kembang seorang anak, hingga nantinya diharapkan sang anak mampu mengembangkan potensi diri, memiliki akhlaq yang mulia, berkepribadian yang luhur baik mental maupun spiritual, menjadikan manusia yang terampil, cerdas, berpekerti serta mampu mengendalikan diri dalam tata pergaulan baik antar sesama manusia, makhluk dan alam.
Sungguh, nilai-nilai yang terkandung dalam filosofi kepramukaan begitu luhur dan mulia, begitu juga dengan pendidikan kepramukaan yang secara tidak langsung bisa menjadi bekal hidup bagi siswa untuk menegakkan nilai-nilai Pancasila. Sayangnya, nilai luhur tersebut harus ternoda dengan sebuah tragedi yang sangat menyesakkan dada.
Wajar jika tragedi tersebut membuat marah orang se-Indonesia raya. Jelas kemarahan tersebut ditujukan kepada para pembina pramuka SMP N 1 Turi. Sebab, asal muasal terjadinya tragedi tersebut dimulai dari kecerobohan pembinanya yang tidak memperhatikan kondisi lingkungan. Selain itu, yang membuat masyarakat Indonesia tidak habis pikir ialah perilaku pembina yang tidak selaras dengan nilai-nilai kepramukaan itu sendiri.
Pramukasiana.com menyampaikan bahwa calon pembina pramuka semestinya memenuhi beberapa aspek, antara lain:
1) Aspek Spiritual;
2) Aspek Emosional;
3) Aspek Sosial. Selain ketiga aspek tersebut, seorang calon pembina juga haruslah memenuhi persyaratan usia dan telah mengikuti pelatihan dasar atau biasa disebut dengan KMD.
Lalu siapa yang harus bertanggung jawab dan yang disalahkan dalam tragedi ini? Saya memandang, unsur kelalaian dalam musibah yang dialami adek-adek SMPN 1 Turi Jumat petang telah terpenuhi. Maka sangat dimungkinkan, orang yang bertanggung jawab dalam tragedi tersebut dibebankan kepada pembina pramuka.
Sebagaimana ketentuan yang tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 359 KUHP yang berbunyi:
“Barang siapa karena kelalaiannya menyebabkan matinya orang dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun.”
Dari uraian tersebut dapat dikontruksikan bahwa hilangnya nyawa anak-anak tersebut tidak didasari oleh adanya niat dari pelaku dan bukan pula karena kesengajaan yang dikehendaki dari si pelaku, akan tetapi kematian tersebut terjadi karena di luar kuasa yang disebabkan kelalaian si pelaku (delik culpa).
BACA JUGA: ANAK INDONESIA DILARANG BERMIMPI
Akan tetapi, dikarenakan tragedi tersebut terjadi pada saat kegiatan pramuka, di mana para pembina ketika itu dalam kondisi menjalankan suatu jabatan, dalam hal ini sebagai pembina. Maka bisa jadi para pembina tersebut akan dikenakan Pasal 361 yang berbunyi:
“Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusannya diumumkan”.
Prof. Soesilo dalam sebuah karya agungnya menuliskan, bahwa ketentuan pasal tersebut dikenakan terhadap dokter, bidan, ahli obat, sopir, kusir dokar, masinis, sebagai orang ahli dalam pekerjaan mereka masing-masing, dianggap harus lebih berhati-hati dalam melakukan pekerjaannya. Apabila mereka itu mengabaikan (melalaikan), sehingga menyebabkan mati (Pasal 359 KUHP) atau luka (Pasal 360 KUHP), maka akan dihukum lebih berat.
Meskipun penulis melihat unsur kelalaian dalam tragedi pramuka di kali sempor telah terpenuhi, saya rasa tidaklah elok jika pertanggungjawaban tersebut hanya dipikul oleh pembinanya saja. Kenapa? Karena sebagaimana telah disinggung di atas, kegiatan kepramukaan merupakan ekstrakurikuler wajib di sekolah. Oleh sebab itu, beban tanggung jawab tragedi tersebut tidak hanya ada di pundak para pembina yang notabene adalah guru, namun juga menjadi beban institusi pendidikan dan negara.
Musibah yang dialami oleh adek-adek SMP N 1 Turi, seyogyanya menjadi warning bagi institusi pendidikan untuk lebih memperhatikan faktor keselamatan, keamanan dan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku, bahkan diperlukan adanya sebuah evaluasi mendalam.
Ingat, suatu peristiwa hukum dapat saja terjadi tanpa adanya niat dari si pelaku, bisa jadi karena adanya kesempatan, dan tidak menutup kemungkinan sebuah peristiwa hukum dapat terjadi karena pengabaian terhadap ketentuan hukum yang sudah ditetapkan.