Tanggal 17 Agustus menjadi momen bersejarah bagi perjuangan bangsa Indonesia. Para pahlawan rela berkorban untuk membebaskan negeri ini dari belenggu penjajahan, demi sebuah kata “Merdeka!”
Walaupun sudah 78 tahun merah putih berkibar, jejak hukum kolonial masih melekat erat dalam koridor keadilan dan tatanan hukum Indonesia. Akar-akar hukum kolonial yang sudah ‘usang’ masih menghiasi wajah hukum kita sampai saat ini.
Kuy, mari kita bahas bagaimana “Jejak Hukum Kolonial yang Masih Mewarnai Tata Hukum Indonesia.”
Sejarah kolonialisme di Indonesia membentang sepanjang berabad-abad, mencakup dominasi oleh berbagai kekuatan asing seperti Jepang, Belanda, Portugis, Spanyol dan lainnya.
Nah, jejak hukum kolonial yang diwariskan dari masa ini tetap mempengaruhi berbagai aspek masyarakat dan sistem hukum Indonesia sampai hari ini.
Dalam periode kolonial, Belanda menjadi salah satu kekuatan yang paling mendominasi di Hindia Belanda (Indonesia pada masa itu).
Dimulai dengan perusahaan-perusahaan dagang seperti VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie), Belanda kemudian mengambil alih kendali penuh atas wilayah-wilayah di Nusantara.
Belanda cukup lama menjajah Hindia Belanda (Indonesia) sehingga sistem hukum Indonesia sangat banyak dipengaruhi sistem hukum Belanda.
Dampak hukum kolonial sebenarnya juga kelihatan dalam struktur pemerintahan kita yang dulunya dibangun oleh Belanda. Mereka memperkenalkan konsep administrasi terpusat dan pembagian wilayah administratif yang masih mempengaruhi cara pemerintahan Indonesia beroperasi hingga saat ini.
Model administrasi ini membentuk dasar bagi sistem tata negara yang ada sekarang. Salah satu contohnya adalah desa/kelurahan.
Dalam jurnal ‘Sejarah Perkembangan Desa di Indonesia’ disebutkan kalau ‘desa’ di Indonesia pertama kali ditemukan oleh Mr. Herman Warner Muntinghe, seorang Belanda yang menjadi pembantu Gubernur Jenderal Inggris.
Istilah desa berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu ‘swadesi.’ Istilah tersebut memiliki arti tempat asal, tempat tinggal, negeri asal dan tanah leluhur yang merujuk pada suatu satu kesatuan hidup dengan satu kesatuan norma dan memiliki batas yang jelas.
Sedangkan dalam segi aturan, warisan hukum kolonial masih banyak dipakai dalam tata hukum Indonesia di antaranya, Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR) dan Reglement Buitengewesten (RBG), Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek Van Koophandel), KUHPerdata (Burgerlijk Wetboek), KUHP (wetboek van strafrecht).
Hukum Belanda ini kemudian diadopsi dan diberlakukan di Indonesia dengan asas konkordansi. Tujuannya supaya tidak ada kekosongan hukum (rechts vacuum) setelah Indonesia merdeka. Hal ini juga ditegaskan dalam Pasal 2 Aturan Peralihan UUD NRI 1945 sebelum amandemen.
- HIR dan RBG
Di masa penjajahan Belanda, HIR dan RBG adalah undang-undang yang mengatur hukum acara di pengadilan bagi penduduk pribumi, baik perdata maupun pidana. Perbedaannya HIR berlaku di pulau Jawa dan Madura, kalau RBG berlaku di luar Jawa dan Madura.
Tapi khusus hukum acara pidana yang diatur dalam HIR dan RBG sudah tidak berlaku lagi setelah diundangkannya undang-undang hukum acara pidana, yaitu Undang-undang No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Sementara untuk penyelesaian sengketa perdata di pengadilan, masih memakai Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR) dan Reglement Buitengewesten (RBG) sebagai sumber hukum acara perdata di Indonesia.
- KUHPerdata dan KUHD
Burgerlijk Wetboek/KUHPer sebenarnya merupakan aturan hukum yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda bagi warga negara bukan asli yaitu dari Eropa, Tionghoa dan juga timur asing.
KUHPerdata dan Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) ini menjadi sumber hukum perdata materiil. Perdata materiil maksudnya yaitu aturan hukum yang mengatur tentang kepentingan perdata setiap subjek hukum di Indonesia.
- KUHP
Kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) sendiri adalah bagian penting dari undang-undang yang mendefinisikan tindak pidana dan hukumannya di Indonesia.
KUHP merupakan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perbuatan pidana secara materiil di Indonesia.
KUHP pertama kali diberlakukan pada tahun 1918. Sejak saat itu KUHP sudah banyak mengalami penyesuaian/perubahan agar tetap relevan dengan perkembangan zaman.
Ya, namanya juga warisan zaman ‘baheula’ alias sudah kuno. Bahkan Belandanya sendiri sudah nggak menggunakan KUHP ini.
Nggak bisa dipungkiri, di balik setiap aturan undang-undang dan sistem yang ada, terselip sejarah yang membuat menjadi lebih kompleks. Sejarah masa lalu itu seperti bekas tinta yang nggak bisa dihapus begitu saja.
Walaupun sudah merdeka lebih dari 78 tahun, tetap saja ada banyak bagian tata hukum negara ini yang masih merasakan efek dari masa penjajahan dulu.
Tapi pemerintah terus berupaya untuk dapat merubah hukum kolonial ini dan menggantinya menjadi hukum nasional seutuhnya. Salah satu produk hukum yang sudah berhasil disahkan yaitu KUHP baru yang akan berlaku 2025 nanti.
Oke deh, segitu dulu pembahasan kali ini. Semoga bermanfaat. Terima kasih. 😊
[…] Seminar yang menghadirkan para guru besar di bidang hukum memang dirancang khusus untuk menghapus jejak kolonialisme di sektor hukum. Tentu saja, seminar ini tidak hanya berbicara mengenai hukum pidana semata, namun juga berbagai […]