Pada panduan kedatangan yang saya baca di Yogyakarta-airport.co.id, jelas banget tertulis, “Hall kedatangan: area ini diperuntukkan untuk proses penjemputan setelah penumpang keluar dari terminal kedatangan.”
Seep! Saya suka kalimat itu. Ahh, tapi sayangnya kalimat itu hanyalah sebuah retorika belaka. Kenapa saya bilang retorika?
Jadi begini, awal bulan Agustus kemaren, saya menjemput bapak yang datang dari Palembang. Begitu sampe bandara melajulah nih, mobil ke pintu kedatangan. Eh, pas ngelawatin pos aviation security alias avsec saya disuruh berhenti.
Avsec : “Mau ke mana?”
Saya : “Mau jemput orang tua saya.”
Avsec : “Silakan Bapak parkir di tempat yang sudah disediakan, lalu Bapak menuju area kedatangan.”
Saya : “Bapak saya sudah menunggu di pintu kedatangan.”
Avsec : “Mohon maaf Pak, peraturan yang berlaku di bandara seperti itu.”
Berdebatlah saya dengan Avsec dari Sabang sampai Marauke, maklumlah seringai pengacara muda. Ngelihat saya berdebat, istri saya bilang, “Wes lah nda, ngalah wae. Kasian bapak, kasian juga petugas avsecnya. Mereka itu pekerja, dibayar buat patuh sama aturan sama atasan.” Istri saya bijak ya. Pikir saya, “Bener juga, pantas saja jawaban mereka selalu diplomatis.”
Singkat cerita, ketemulah saya dengan bapak. Tak lama bapak bertanya, “Mobilmu mana le?” Seketika itu pula saya menjawab, “Wonten parkiran Pak, mboten saget mriki. Jalan dikit ke parkiran ndak apa-apa kan Pak?” Sembari menjawab, “Indonesia (mukanya ketus), ya sudah jalan saja, kita nikmati pemandangan, siapa tahu ada barang bagus buat buah tangan. Sehat juga kan, he… he…” Pungkasnya bijak.
BACA JUGA: RUWETNYA RANGKAP JABATAN DI BUMN
Selama perjalanan dari bandara sampek di rumah saya berpikir, kenapa mobil saya nggak boleh masuk ke area penjemputan. Padahal di depan pintu kedatangan itu kayak terminal, mulai dari damri, efisiensi, taxi konven ataupun online dan masih banyak lagi ada di situ.
Kan jadi aneh kalo mobil pribadi buat pick-up penumpang yang notabene bapak saya sendiri nggak boleh masuk. Jangan-jangan pengelola bandara emang udah ada deal bisnis dengan korporasi angkutan umum komersil? Kalo memang seperti itu buat apa tagline, “Area ini diperuntukkan untuk proses penjemputan...”
Terkait dengan bisnis bandara, negara sudah menyediakan payung hukum berupa UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Lalu, sebagai tindak lanjut dari aturan itu Kementerian Perhubungan lantas menerbitkan aturan No. 56 tahun 2015 tentang Kegiatan Pengusahaan di Bandar Udara.
Sengaja aturan itu saya jadikan patokan, mengingat aturan tersebut mengatur kewajiban si pengelola bandara dan badan usaha. Bisa dibilang aturan ini merupakan pedoman untuk tata kelola pengusahaan bandara yang ditujukan guna melayani penumpang.
Di Pasal 4 dan 5 dalam Permenhub itu, negara mewajibkan kepada pengelola bandara untuk menyediakan transportasi darat. Cuma, bukan berarti transportasi komersil doang yang dispesialkan keberadaannya, sampai-sampai mobil pribadi dilarang melintas area kedatangan. Kan nggak adil namanya!
Ingat lho, Indonesia itu republik. Itu artinya, yang jadi rajanya itu rakyat. Maka dari itu, produk hukum yang dibuat harus mencerminkan pemenuhan aspirasi dan kebutuhan masyarakat.
Dalam menjalankan aturan, semestinya pelaksana aturan itu nggak cuma menjalankan undang-undangnya saja, tapi juga harus punya kepekaan sosial. Kejadian kayak begini mah, si stekholdernya kayak ngebuat aturan atau bikin tafsiran sendiri. Aji mumpung ah, kan nggak diatur dalam undang-undang. Begitulah kira-kira logikanya.
Selain nginduk sama aturan Permenhub di atas, saya juga bisa lho nginduk sama aturan hukum berkode UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
BACA JUGA: ALASAN KENAPA TANAH JOGJA ISTIMEWA
Logikanya begini, aturan itu secara objektif bertujuan untuk memberikan jaminan pada kepentingan umum. So, bisa dong saya katakan kepentingan umum di sini adalah kepentingan rakyat Indonesia. Jika memang benar ada deal bisnis antara pengelola bandara dengan pihak penyedia transportasi yang kemudian merugikan masyarakat, kira-kira kepentingan umumnya dirugikan tidak?
Kalo kita baca undang-undang itu, di Pasal 1 angka ke 8 ketemu sama yang namanya ‘persekongkolan.’ Katanya Pak Rachmadi Usman, persekongkolan itu adalah bentuk kerja sama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol.
Emang sih, terkait persekongkolan ini undang-undang hanya mengaturnya dengan 3 (tiga) bentuk: 1) Mengatur pemenang tender; 2) Memperoleh/membocorkan informasi; sama 3) Menghambat dan atau pemasaran produksi. Tapi, demi kepentingan umum bukan berarti persekongkolan ini tidak mengalami perluasan makna.
Sekali lagi, saya nggak menuduh lho. Cuman agak janggal aja kalo orang kayak saya (kita) dilarang buat ngejemput pake mobil, padahal depan pintu kedatangan itu dah kayak terminal Jombor. Pokoknya penuh deh, sama armada transportasi umum.
Udahlah, karena masalah yang saya alami ini bisa dikatakan masalah pelayanan publik yang kurang manusiawi dengan rajanya (rakyat). Maka, saya persilakan kepada kru Ombudsman selaku mandatori dari UU No. 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia untuk melakukan pengawasan, pemeriksaan serta menindaklanjuti temuan ini.
Karena sebagaimana tugasnya, Ombudsman merupakan Lembaga negara (bukan Lembaga pemerintah) yang berwenang mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah termasuk BUMN. Periksaaaaaa ~~~~
bawa barang banyak banget kudu jalan jauh ke parkiran.. udah gt troley ga boleh turun eskalator 🤣 semoga dibenahi yia aturannya…