Dalam dunia persilatan media sosial alias medsos sekarang ini, ancaman unfollow friend sering dilayangkan jika kita merasa terganggu dengan timeline yang isinya berita hoax. Dunia medsos kita yang dahulu asik-asik aja, sekarang jadi medan pertempuran layaknya di film civil war-nya Kapten Amerika karena postingan-postingan yang bersifat provokatif dan nyinyir. Suatu informasi atau berita dapat ditanggapi dengan komentar yang beragam. Terkadang baca komen lebih asik daripada baca beritanya. Satu berita seru bisa menghasilkan barisan komentator dan analis ulung. Ada yang ujug-ujug jadi pakar politik, pakar ekonomi, pakar agama, pakar hukum, padahal cuma pake ilmu ‘cocokologi’.
Medsos adalah sarana paling efektif dan mudah untuk mendapatkan dan menyebarkan informasi dengan cepat, termasuk juga berita bohong atau hoax. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi V dirilis bulan April 2018 menjelaskan hoax/hoaks adalah bohong atau tidak benar. Hoax/hoaks bisa berdiri sendiri sebagai nomina dengan arti “berita bohong”, yang dalam perkembangannya dengan sengaja dibuat dan disesatkan namun ‘dijual’ sebagai suatu kebenaran.
Kenapa orang Indonesia suka hoax? sebagaimana disampaikan oleh Ketua Masyarakat Indonesia Anti Hoax, Septiaji Eko Nugroho dalam Deklarasi Masyarakat Anti Hoax di Jakarta (8/1/2017), sebabnya mungkin berkaitan dengan penggunaan teknologi yang tidak dibarengi dengan budaya kritis dalam melihat suatu persoalan.
Tidak semua orang dapat menanggapi isi berita dengan objektif. Untuk manusia yang doyan hoax, berita bener kek, berita bohong kek, asal masuk akal, maka bagi mereka itu adalah suatu kebenaran. Ironisnya saat ini penyebaran berita hoax juga menjadi ladang bisnis. Buktinya di akhir tahun 2017 yang lalu Mabes Polri berhasil mengungkap sindikat kejahatan dunia maya bernama Saracen.
BACA JUGA: 5 PERBUATAN YANG DILARANG UU ITE (PART I)
Orang mudah sekali termakan hoax, ya maklum kemampuan pemahaman masing-masing orang berbeda-beda seperti level sambel kalau kita makan di warung penyetan.
Jika kita percaya pada hoax berarti kita lemah dalam memverifikasi informasi dan gak mampu berpikir kritis atau mungkin sedang galau ‘garis keras’. Jadi dapat disimpulkan kalau kita suka share/menyebarkan berita hoax, artinya kita (di isi sendiri aja).
Kasus penyebaran berita bohong yang dibuat oleh nenek RS aktivis vokal yang berusia 70 tahun misalnya, membuat teman-teman maya saya terpecah menjadi dua kubu. Ada yang membela, ada juga yang menyudutkan perbuatan si nenek, seru kaya pertandingan derby Yogyakarta PSS Sleman vs PSIM Yogyakarta hahaha. pokoknya maha benar netizen dengan segala komentarnya.
Menyebarkan berita hoax dan ujaran kebenciannya sudah jelas ada sanksi pidananya. Ada sanksinya aja hoax masih gampang merebak di masyarakat, nah apalagi kalau tidak ada sanksi pidananya. Cuma repotnya, ketika aparat penegak hukum menerapkan sanksi tegas terhadap pelaku penyebar hoax, negara dianggap menzalimi rakyat, tapi jika dibiarkan maka hoax dapat membuat negara menjadi chaos.
Penyebar berita hoax (berita bohong) dan berita yang tidak lengkap dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 14 dan Pasal 15 UU No. 1 Tahun 1945 tentang Peraturan Hukum Pidana. Ketentuan Pasal 14 Ayat (1) mengatur bahwa seseorang yang menyebarkan berita bohong yang menyebabkan keonaran dikalangan rakyat dihukum dengan penjara maksimal 10 tahun. Selanjutnya Pasal 14 Ayat (2) mengatur bahwa seseorang yang menyampaikan berita bohong yang dapat menyebabkan keonaran dikalangan rakyat, padahal ia patut menduga bahwa itu berita bohong, dihukum dengan penjara maksimal 3 tahun.
Ketentuan dalam Ayat (1) dan (2) nampak serupa, padahal tidak sama. Jadi begini, kalau dalam Ayat (1) pelaku sudah mengetahui dan berniat menyebarkan berita bohong, sedangkan dalam Ayat (2) pelaku baru patut menduga berita yang ia sampaikan adalah berita bohong. Mengingat dalam Ayat (1) pelakunya sudah tahu berita yang disampaikannya bohong, jadi wajar saja sanksi pidananya lebih tinggi.
Selanjutnya ketentuan Pasal 15 mengatur bahwa seseorang yang menyebarkan berita berlebihan atau tidak lengkap, sedangkan patut diduga dapat menimbulkan keonaran dikalangan rakyat, maka dihukum dengan penjara maksimal 2 tahun. Ketentuan Pasal 15 ini nampaknya berpotensi bikin orang yang suka lebay dalam menyampaikan berita masuk ke penjara. Menyampaikan berita dengan tambahan bumbu-bumbu provokatif bisa dikenakan sanksi pidana jika berita tersebut menimbulkan keonaran di kalangan masyarakat.
Yang kita bahas tadi adalah sanksi pidana bagi penyebar hoax dengan cara konvensional ya gaesss, alias dari mulut ke mulut, yang akhirnya tersebar luas ke masyarakat, contoh kasus kontemporer yang sedang hangat-hangat yang di goreng dadakan adalah kasus nenek RS aktivis vokal yang berusia 70 tahun itu.
Di era digital kaya sekarang, hoax bertebaran dalam berbagai bentuk. Bisa dalam bentuk tulisan, video dengan caption bohong dan provokatif, yang paling mutakhir adalah hoax dalam bentuk infografis. Keren kan, bungkus-nya konseptual.
Hati-hati dan waspada, jangan sampai kita kena jebakan betmen dengan ikut menyebarkan berita hoax., karena kalau lagi apes, kita bisa ‘tercyduk’ gaesss “ngeri-ngeri sedap”, Undang-Undang ITE sudah mengintai.
Bagi kamu-kamu (iya kamu) yang suka mengirimkan berita hoax atau bahkan cuma sekedar iseng share atau forward berita bohong, hati-hati !! bisa dijerat dengan Pasal 45 Ayat (1) UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Begini aturannya: “setiap orang yang dengan sengaja dan atau tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Ayat (1), diancam dengan pidana maksimal 6 tahun dan denda maksimal 1 M (bukan satu ember, tapi satu milyard wow blereng gaess).
Ada tambahan aturan terkait penyebaran hoax dan ujaran kebencian yang berlaku untuk kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN)/ Pegawai Negeri Sipil (PNS). Badan Kepegawaian Negara telah merilis 6 bentuk ujaran kebencian yang masuk dalam kategori pelanggaran disiplin. Oknum ASN/PNS akan dikenakan sanksi ringan dan sanksi berat apabila melanggar 6 hal tersebut. Menyebarkan konten hoax, bahkan cuma sekedar memperlihatkan persetujuan dengan like atau dislike atau berkomentar pada postingan yang bermuatan ujaran kebencian, oknum ASN/PNS tersebut dapat dikenakan sanksi.
BACA JUGA: WEBSITE KENA VIRUS, TANGGUNG JAWAB SIAPA?
Berikut saya kasih tips biar kamu-kamu gak sembarangan klik dan share berita hoax.
- Baca berita jangan cuma judulnya doang, baca isi berita sampe selesai, karena berita hoax judulnya provokatif dan lebay.
- Kalau suatu berita belum terverifikasi kebenarannya, jangan iseng ikut share. Cek dulu kebenarannya.
- Lihat sumber beritanya, karena sekarang ini makin banyak bertebaran website yang khusus dibuat untuk menyebarkan hoax yang bertujuan menimbulkan keresahan di masyarakat.
- Banyak baca buku, baca koran, baca majalah yang kredibilitasnya tidak diragukan lagi alias bisa dipercaya, biar banyak referensi berita dan gak gampang kemakan hoax.
- Unfollow temen-temen yang suka nyebarin berita hoax di medsos kamu. Mengkoleksi temen yang doyan berita hoax artinya kamu hanya mengkoleksi teman yang bermutu rendah. hehehehe
- Kalau ada postingan yang berbau hoax, misalnya facebook, maka jangan ragu untuk melaporkan berita palsu tersebut dengan “laporkan kiriman”, dengan cara klik tanda panah yang ada di sebelah kanan atas postingan.
- Paling penting belajar jadi orang yang objektif, karena kalau sudah fanatik berlebihan atas sesuatu, kadang orang pintar beda tipis dengan orang dungu yang menganggap berita hoax adalah berita benar.
Jika membaca berita hoax di dunia maya, jangan segan untuk melaporkan postingan tersebut ke Kominfo. Caranya gampang gaes, tinggal screenshoot postingan disertai URL link, kemudian kirimkan data tersebut ke: aduankonten@mail.kominfo.go.id. Aduan akan diproses setelah diverifikasi, gak usah khawatir ada jaminan kerahasiaan pelapor.
Mulai sekarang yuks perang terhadap hoax, jangan tertipu hoax, think before click gaes, dan banyak minum air putih.