Jadi advokat di Indonesia itu dituntut untuk serba bisa dalam menangani perkara. Mau itu kasus cerai, pembunuhan, perbuatan melawan hukum, pencurian, wanprestasi, narkoba, konstitusi, kepailitan, korupsi, pencucian uang, pajak dan lain sebagainya. Pokoknya kudu bisa. Klien gak pernah mau tau, kamu ahlinya di bidang perdata kah, pidana atau hukum tata negara.
Salah satu perkara yang dianggap ribet di Indonesia adalah perkara Tindak Pidana Korupsi yang dibarengkan dengan tindak perkara pencucian uang. Kenapa ribet, ya karena harus detail mempelajari unsur-unsur dari tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang. Selain harus memahami unsur-unsur pasal, kalian harus memahami aliran dana yang masuk dan keluar pada tersangka.
Sejak lahirnya undang-undang tindak pidana pencucian uang tahun 2002 sampai dengan perubahan terbarunya yaitu Undang-Undang no 8 tahun 2010 tentang Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, kebanyakan kasus tindak pidana korupsi pasti dipasangkan dengan tindak pidana pencucian uang.
Sedikit cerita. Kasus pertama yang saya tangani setelah saya dilantik dan diambil sumpah menjadi advokat tahun 2010 adalah kasus tindak pidana korupsi. Gak cuma sekali sih, saya juga pernah beberapa kali menangani kasus korupsi dan pencucian uang. Kira-kira gini nih, pengalaman saya.
BACA JUGA: 5 PENYEBAB KORUPSI MAKIN MERAJALELA
1. Kerumitan kasus
Ketika menangani kasus tindak pidana korupsi, saya harus memahami kasus tersebut, karakter klien, karakter keluarga klien, karakter lingkungan klien, karakter aparat penegak hukumnya, lalu mempelajari unsur-unsur yang mungkin saja bisa dipatahkan.
Kebanyakan kasus tindak pidana korupsi itu lebih banyak rumitnya. Karena faktor di luar kasus tersebut, seperti tekanan politik sekitar yang bisa membuat penanganan perkara tidak berjalan secara mulus.
2. Strategi penanganan kasus
Setelah tau kerumitan kasus, kemudian menentukan strategi penanganan yang baik dan benar agar klien tindak pidana korupsi dapat hukum yang seadil-adilnya. Bila perlu membantu membongkar orang-orang yang diduga terlibat atas kasus tindak pidana korupsi, itu malah lebih bagus.
Pada pemaparan kasus ini, tugas utama saya adalah menjelaskan tentang kemungkinan terbaik dan terburuk. Dengan memaparkan strategi tersebut diharapkan keluarga klien dapat mempersiapkan kelangsungan hidup keluarganya, apalagi kalau kena pidana tambahan uang pengganti yang tentunya dapat membuat aset pelaku tindak pidana korupsi bisa disita dan dirampas untuk negara. Kalo dah gitu, terkadang anak istri tersangka bisa kehilangan tempat tinggal.
Jadinya yang dipersiapkan bukan hanya strategi hukum saja, tapi ada hal lain yang juga harus dipikirkan.
3. Jam berperkara
Untuk kasus tindak pidana korupsi, jam berperkaranya tidak menentu. Bisa saja kita mendampingi BAP dari jam sembilan pagi, baru pulang pendampingan sampe larut malam. Bahkan sidang pun jamnya nggak tentu, bisa lewat hari. Jadinya mau gak mau, ya harus mempersiapkan fisik yang ok dengan rajin berolahraga, makan-makanan yang bergizi serta meminum suplemen tambahan.
Jika tidak mempersiapkan fisik dengan baik, efek sampingnya membuat tidak fokus menjalani persidangan.
BACA JUGA: MARAKNYA KORUPSI DI BULAN ANTI KORUPSI
4. Honorarium
Besaran honorarium ini ditentukan berdasarkan variable di atas. Murah atau mahalnya itu sangat variatif, tidak ada tolak ukur untuk menentukan besaran tarifnya. Yang jelas rata-rata tarif jasa honorarium kasus tindak pidana korupsi mulai dari Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai tak terhingga.
Biaya segitu di luar jasa untuk akomodasi, saksi ahli dan pemberkasan yang tebel-tebel banget itu loh. Jadi wajar dong, jika kasus tindak pidana korupsi biayanya relatif mahal, karena beban kerjanya yang luar biasa.
Ya, kurang lebih seperti itulah cerita pengalaman saya tentang penanganan kasus tindak pidana korupsi. Bagaimana? Apakah kalian berminat menjadi advokat yang ahli dalam kasus tindak pidana korupsi?