Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia telah melaksanakan agenda debat pada Minggu malam 21 Januari 2024. Adu sengit pertanyaan dan sanggahan dilontarkan para kandidat, sehingga semuanya terpancing untuk saling menyudutkan.
Debat keempat kali ini mengangkat enam sub tema di antaranya tentang pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup, sumber daya alam dan energi, pangan, agrarian, masyarakat adat dan desa.
Sebagai rakyat yang masih bingung akan konsep kebijakan apa yang dibawa para cawapres untuk menyelamatkan negeri selama lima tahun ke depan, aku mencoba dengan seksama menonton debat cawapres melalui layar ponsel.
Oke pren, kita masuk ke pembahasan vibes debat keempat. Sebagai orang lulusan magister hukum, rasa-rasanya pola debat keempat ini kurang menghadirkan nilai konkrit akan rumusan kebijakan apa yang diciptakan kala nanti beliaunya menjabat.
BACA JUGA: TIPS BIAR GA BOSEN DAN NGANTUK PAS NONTON DEBAT CAPRES CAWAPRES
Ada sih, cawapres yang dalam debat keempat itu jawaban serta argumentasinya mencerminkan nilai-nilai pola strategi membuat kebijakan hukum dengan rule of law yang coba dihadirkan serta ditawarkan, tapi menurut aku hanya satu orang dari dua yang bisa.
Entah kenapa yang sejatinya fungsi cawapres nanti bakalan ikut serta mengemban roda eksekutif kepemimpinan suatu bangsa, dengan teknisnya yang dapat dilihat pada Keppres Nomor 121 tahun 2000 tentang penugasan presiden kepada wakil presiden untuk melaksanakan tugas teknis pemerintahan sehari-hari, kurang dihadirkan dalam menjawab pertanyaan panelis-panelis seputar enam sub tema di atas.
Yang ada mereka malah terpancing dan seolah-olah membuat nuansa debat jadi kayak adu sentimentil akan dosa masa lalu ataupun menyombongkan keberhasilan masa lalu yang sudah pernah ditorehkan untuk bangsa ini dengan alibinya sebagai data.
Aku pribadi mendambakan debat yang penuh dengan nilai filosofis, sosiologis dan yuridis yang dihadirkan beliau-beliau dalam menjawab permasalahan pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup, sumber daya alam dan energi, pangan, agrarian, masyarakat adat dan desa.
Bukan malah menghadirkan gimmick dengan menyinggung “Enak banget ya, gus ya, jawabannya sambil baca catatan tadi,” lantas dibalas dengan sindiran “Yang penting bukan catatan mahkamah konstitusi.”
Kedua jawaban di atas menurutku kurang etis dan bukan masuk ke konsep satire. Ini hanyalah kelakar wong ndalan atau wong cangkrukan. Bukan masuk kategori guyon ilmiah ala negarawan.
Aku pribadi tidak membutuhkan candaan seperti di atas, apalagi soal Greenflation dengan gimmick imbuhannya “Beliau kan seorang profesor.” Lantas kembali disahut dengan jawaban “Kalau akademis gampangan pertanyaan-pertanyaan gitu recehan, oleh sebab itu tidak layak dijawab.”
Terhadap kedua gimmick di atas aku juga tidak setuju. Pasalnya jika akan membahas isu-isu tentang pola hidup yang lebih menghijaukan lingkungan, bisa dengan cara melemparkan isu yang lebih menarik lagi. Contohnya, soal kebijakan hemat plastik yang padahal sudah enak dibahas di awal tadi.
Sebagai pemerhati, pada akhirnya aku melihat pada debat ini semua cawapres terpancing pada waktunya dan fokus-fokus pembahasan menjadi buyar digantikan gimmick saling serang.
Sebelumnya aku sudah terkesima soal statement awal Cak Imin, yang mengamini kata Hadratus Syekh Hasyim Ashari soal “Petani adalah penolong negeri,” dan penjelasan tentang “Problematika keadilan tanah untuk para petani,” serta “Menangani krisis iklim dengan etika lingkungan dan alam.”
Kemudian aku juga terkesan dengan statement Mas Gibran di awal soal “SDA Indonesia yang sangat kaya, oleh itu hilirisasi harus dilanjutkan dan diperluas cangkupannya tidak hanya tambang saja, namun juga pertanian, maritim dan sektor digital.”
BACA JUGA: 3 KEGIATAN KAMPANYE PEMILU SELAIN DEBAT YANG WAJIB KPU COBA
Terakhir dari statemennya Prof Mahfud, aku juga tercengang soal “Tiga hal yang akan menentukan masa depan bangsa Indonesia, yaitu tentang Tuhan, Manusia dan Alam serta kearifan lokal masyarakat adat sudah biasa melakukan langkah-langkah lingkungan hidup agar tetap lestari.”
Dengan harapan pada sesi berikut konsep-konsep pada penyampaian visi dan misi cawapres tersebut diolah lebih mendalam, lebih faktual dan konkret dengan pendekatan ruang nilai filosofis, sosiologis dan yuridis agar keluar ide-ide membuat kebijakan yang efektif bagi masyarakat dan negara melalui kebijakan hukumnya.
Namun harapan aku seketika pupus, ketika gimmick ndalan mulai hadir meriuhkan debat yang sejatinya penuh etika dan wacana untuk didengarkan, dicatat dan ditagih para masyarakat Indonesia yang akan memilih.
Tapi harapan tinggal harapan, semoga di debat kelima esok, lebih menghadirkan wacana-wacana yang lebih relevan, bijak serta solutif dengan mengedepankan etika serta menawarkan konsep kebijakan-kebijakan yang akan dibuat melalui hukum.