Akhir-akhir ini sering banget kita dengar masalah harta kekayaan pejabat yang di luar nalar. Mulai dari pejabat tingkat daerah sampai pejabat di kementerian. Fyi, informasi kekayaan para pejabat yang berseliweran di media sosial, sumbernya dari LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara). Untuk mengakses informasi LHKPN ini cukup mudah loh, kita hanya perlu membuka laman elhkpb.kpk.go.id dan mencari informasi kekayaan pada menu e-announcement.
Sekarang yang jadi pertanyaan, kenapa sih, pejabat harus melaporkan hartanya?
Sebelum menjawab pertanyaan itu, saya kasih tahu dulu siapa aja sih, yang wajib melaporkan harta kekayaan. Secara singkat yang wajib melaporkan harta kekayaan adalah penyelenggara negara sebagaimana dimuat dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Dari KKN serta diperluas cakupan wajib lapor hampir di seluruh instansi pemerintahan dan jabatan strategis melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Pelaksanaan LHKPN sendiri diatur dalam Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 07 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.
BACA JUGA: PAJAK PENGHASILAN DARI NFT TETAP JADI INCARAN DJP
Setidaknya ada tiga kewajiban bagi wajib lapor LHKPN dari aturan LHKPN yang ada. Yaitu sebagai berikut.
- Melaporkan harta kekayaan saat sebelum, selama dan setelah menjabat.
- Melaporkan harta kekayaan saat pertama kali menjabat, mutasi, promosi dan pensiun.
- Mengumumkan harta kekayaannya.
Secara filosofis, yang saya baca dalam buku Pengantar Laporan LHKPN, konsep LHKPN ini menganut cara Umar bin Khattab yang mewajibkan para gubernurnya untuk melaporkan harta kekayaan saat dilantik dan saat selesai masa jabatannya. Sehingga bisa dilihat harta yang diperoleh berasal dari sumber yang sah atau tidak.
Melaporkan harta kekayaan secara berkala dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab dan transparansi atas harta yang dimiliki. Dengan begitu pejabat merasa diawasi oleh masyarakat dan berpikir dua kali kalau mau korupsi. Karena setelah melaporkan, data LHKPN akan diunggah dan seluruh masyarakat dapat memantau. Selain itu LHKPN juga bisa menjadi petunjuk apabila ada kemungkinan harta yang diperoleh pejabat, berasal dari sumber yang tidak sah.
Namun kenyataannya masih banyak masalah di LHKPN. Mulai dari harta kekayaan yang nggak sesuai dengan jabatan, disembunyikan, bahkan tidak melaporkannya. Hadeeeh.
Bahkan KPK sebagai lembaga yang menangani LHKPN juga mengakui loh, banyak carut marut pelaporan LHKPN. Kalian harus tahu juga, KPK hanya bisa menghimbau pejabat untuk melaporkan harta kekayaan. Dengan kata lain KPK tidak memiliki kewenangan untuk memaksa. Jadi jangan heran, kalau ada pejabat nggak melaporkan LHKPN.
Bagaimana mau memaksa, banyaknya aturan yang ada tapi tidak ada satupun aturan yang dapat memberikan sanksi pidana, kalau pejabat tidak lapor LHKPN, melaporkan LHKPN tidak benar atau melaporkan LHKPN tapi asal usulnya tidak benar. Bahkan hanya ada sanksi administrasi yang diberikan oleh atasan. Mending kalau atasan peduli sama LHKPN, kalau tidak peduli bisa makin hancur birokrasi Indonesia. Hadeeeh.
Bisa jadi maraknya pejabat dan ASN yang pamer harta belakangan ini karena ancaman sanksi administrasi belum cukup ampuh menakut-nakuti para pejabat yang tidak melaporkan atau menyembunyikan hartanya dari LHKPN. Kalau dipikir secara logis, sanksi administratif tidak begitu merugikan bagi pejabat yang bergelimang harta. Ya, penundaan kenaikan jabatan atau pencopotan jabatan tidak mengurangi harta kekayaan yang mereka sembunyikan. Melihat semakin banyak pejabat dan keluarganya yang pamer hidup mewah di media sosial, mungkin sudah saatnya ada sanksi pidana dalam aturan LHKPN.
Seharusnya, selain sebagai bentuk tanggung jawab kepada masyarakat, LHKPN juga digunakan KPK untuk mengecek sumber kekayaan para pejabat, untuk pencegahan dan pemberantasan korupsi. Karena korupsi erat kaitannya dengan pencucian uang. KPK juga bisa menerapkan sistem pembuktian terbalik seperti pembuktian dalam perkara tppu, untuk memastikan sumber harta kekayaan pejabat. Tentu saja penguatan seperti itu harus dimuat dalam aturan hukum. Jadi tidak serta merta KPK jadi overpower tanpa landasan hukum ya.
Menurut pandangan saya, LHKPN ini seperti harimau tak bertaring, tidak bisa menerkam mangsa yang ada di depan mata. Harta kekayaan yang sudah nyata mencurigakan tidak bisa menjadi bukti permulaan untuk menelusuri sumbernya. Contohnya, kalau bukan karena kekuatan netizen, mungkin pegawai pajak yang viral karena harta kekayaannya di luar nalar, nggak bakalan tuh, diperiksa KPK. Akhir kata, kita berdoa saja agar negara kita semakin waras. Amiin.