Sssttt, lagi pada ujian semester ya. Udah belajar? Ah, saya nggak yakin. Pasti lagi pada bikin contekan. Kalo nggak bikin contekan, pasti lagi sibuk ngejampiin alat tulis biar besok pulpennya bisa auto ngerjain soal ujian.
Becanda, becanda. Please, jangan ngambek lah. Ya udah, sebagai permintaan maaf, abang bakal bikinin adek contekan mata kuliah hukum acara perdata deh. Materinya tentang tahapan sidang perkara perdata. Mau? Tapi ada syaratnya. Contekan ini cuma boleh dibaca nggak boleh dicopy paste.
Jadi begini alurnya, alur ini abang bagi dalam dua tema besar. Pertama, alur waktu pendaftaran perkara dan kedua alur saat jalannya persidangan. Oke, simak baik-baik ya.
Pendaftaran perkara:
- Si penggugat atau pemohon kudu mendaftarkan surat gugatan atau permohonannya yang udah ditandatangani di atas materai pada kepaniteraan Pengadilan Negeri yang memiliki yurisdiksi (kompetensi absolut dan relatif) untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara. Di mana itu? Tentunya sesuai dengan domisili si tergugat. Dasarnya, asas Actor Sequitur Forum Rei yang diatur dalam Pasal 118 Ayat (1) Herzien Inlandsch Reglement (HIR).
- Kalo udah mendaftar, penggugat wajib membayar biaya panjar perkara. Biaya itu dipakai buat apa aja? Buat bea administrasi di panitera, biaya-biaya surat panggilan sidang, sama bea materai. Aturan hukumnya ada di mana? Biaya panjar perkara atau voorschot itu diatur dalam penjelasan Pasal 121 Ayat (4) Reglemen Indonesia yang Diperbaharui (RIB) atau dikenal juga sebagai “HIR.”
- Begitu prosesi pendaftaran udah rampung, si penggugat bakalan nerima lagi satu (bendel) surat gugatan yang udah dikasih nomor register perkara lengkap dengan paraf panitera. Abis itu, nunggu jadwal sidang. Tar dikirim sama juru sita surat panggilan sidang atau relaas.
- Sebagai tambahan, jika penggugat menunjuk kuasa maka ada pendaftaran kuasa sama biaya pendaftaran kuasa juga. Tapi biasanya, tambahan poin keempat ini nggak keluar kok di soal ujian. Kecuali, kalo dosennya emang mau nguji wawasan adek. Dasarnya Surat Kuasa ini diatur dalam Pasal 1792 KUH Perdata.
BACA JUGA: GUGATAN SEDERHANA, SOLUSI EFEKTIF PERKARA PERDATA
Begitu perkara yang udah didaftarkan, maka berkas akan diuji di persidangan, maka dalam persidanganya nanti akan melalui tahapan yang berlaku dalam hukum acara perdata. Contekan ini hanya berlaku buat persidangan yang dihadiri seluruh pihak lho ya.
1. Mediasi.
Pada tahap ini hakim akan menawarkan kepada pihak penggugat dan pihak tergugat untuk menyelesaikan perkaranya melalui jalan mediasi. Jika mediasi tercapai, hakim akan membuat penetapan. Jika tidak terjadi kesepakatan, maka akan dicatat dalam berita acara persidangan, kemudian persidangan akan berlanjut pada pembacaan gugatan. Selesai membaca gugatan, hakim akan bertanya, apakah ada perubahan dengan surat gugatan atau tidak? Kalo nggak ada, ya udah acara persidangan berlanjut. Hakim akan memberikan kesempatan kepada pihak tergugat untuk menyampaikan jawaban.
2. Jawaban atau eksepsi.
Pada tahap ini, tergugat akan menjawab isi dalam surat gugatan. Jawaban terhadap surat gugatan dibuat dengan tertulis, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 121 Ayat (2) HIR. Pada intinya, eksepsi merupakan jawaban dari tergugat atas surat gugatan yang isinya dapat terdiri dari tiga macam yakni, eksepsi atau tangkisan yang tidak langsung menjawab pada pokok perkara, jawaban tergugat mengenai pokok perkara, dan rekonpensi atau gugatan balik dari pihak tergugat kepada penggugat.
3. Replik
Atas jawaban tergugat, penggugat lalu mengajukan replik, yang berarti penggugat menjawab kembali. Replik merupakan jawaban balasan atas jawaban tergugat, katanya Pak Simorangkir sih begitu. Isi dari replik biasanya dalil-dalil atau alasan untuk mengkuatkan dalil-dalil penggugat dalam gugatannya.
4. Duplik
Sama halnya dengan replik, duplik juga jawaban. Bedanya, duplik ini diajukan oleh tergugat. Tujuan dari duplik ini ialah untuk meneguhkan jawabannya tadi. Dalam duplik bisa saja tergugat mengemukakan dalil-dalil baru sebagai penguat sanggahannya terhadap replik si penggugat.
Begitu prosesi jawab jinawab antara penggugat dan tergugat udah kelar, hakim akan meneliti dengan cermat dan seksama. Apabila dalam eksepsi yang disampaikan oleh pihak tergugat ada hal-hal terkait dengan kewenangan mengadili yang bersifat relatif atau absolut, maka sebelum memeriksa pokok perkara, terlebih dahulu hakim akan memutus dengan putusan sela.
Jika memang dalam eksepsinya tergugat mempunyai alasan hukum yang kuat dan hakim menyatakan bawa Pengadilan Negeri tidak punya wewenang untuk mengadili perkara maka hakim tidak akan melanjutkan pemeriksaan pada pokok perkara. Oleh karenanya, hakim akan menyatakan gugatan tidak dapat diterima.
BACA JUGA: MENGENAL HUKUM PIDANA DAN PERDATA
Pun demikian halnya bila eksepsi tidak punya alasan hukum yang kuat dan berujung pada penolakan. Maka pemeriksaan akan tetap dilanjutkan ke pokok perkara atau tahap pembuktian. Kalo emang perlu, hakim akan memerintahkan untuk melakukan pemeriksaan setempat.
5. Pembuktian penggugat dan tergugat.
Alat-alat bukti yang sah menurut hukum acara perdata sebagaimana diatur dalam pasal 164 HIR/284 RBG yaitu, surat-surat, saksi-saksi, pengakuan, sumpah, persangkaan hakim. Pada prinsipnya dalam persidangan perkara perdata hakim cukup membuktikan dengan preponderance of evidence (memutus berdasarkan bukti yang cukup).
6. Kesimpulan
Di tahap ini, baik tergugat maupun penggugat mengajukan hasil dari segala pemeriksaan perkara. Mulai dari tahap gugatan sampe tahap pembuktian, semuanya akan disimpulkan. Hasil kesimpulan tersebut nantinya akan disampaikan kepada hakim untuk melakukan penilaian dan memberi keputusan.
7. Putusan
Dalam putusan, hakim akan menilai segala hal yang terdapat dalam acara persidangan. Apabila penggugat mampu membuktikan seluruh dalil-dalil gugatannya, maka hakim akan mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya. Kalo penggugat hanya mampu membuktikan sebagian, hakim akan mengabulkan gugatan yang mampu dibuktikan oleh penggugat.
Sebaliknya apabila tergugat mampu mematahkan dalil-dalil gugatan penggugat, maka gugatan penggugat akan ditolak seluruhnya. Pun kalo emang hakim menganggap gugatan penggugat kabur dan secara formil tidak memenuhi syarat, maka gugatan dinyatakan tidak dapat diterima (niet onvankelijk verklaard).
Iya, ini sekedar contekan sedikit saja. Moga-moga aja alur yang abang terangkan di atas itu nggak cuma keluar di soal-soal dalam mata kuliah hukum acara perdata atau mata kuliah PLKH Perdata. Kalo pun nggak keluar, paling tidak bisa jadi wawasan.