BAGAIMANA SISTEM RESOSIALISASI BEKERJA PADA PELAKU KRIMINAL DI INDONESIA?

Sama seperti kata recycle, reboisasi, restrukturisasi, rematch dan kata lain yang memiliki prefiks ‘re,’ kata-kata ini selalu memiliki arti ulangan. Sehingga resosialisasi dapat diartikan sebagai sosialisasi ulang, tentu pengertian bebas saya masih belum menjelaskan makna kata resosialisasi. Mungkin kalian membayangkan sosialisasi ulang program pemerintah, tapi bukan itu maksud saya.

Resosialisasi dalam konteks ini adalah upaya untuk mempersiapkan dan mengembalikan pelaku kriminal di tengah-tengah kehidupan masyarakat, sehingga menjadi manusia baru dan dapat bersosialisasi seperti sebelumnya. 

Sistem resosialisasi ini muncul karena kepedulian manusia tentang pentingnya HAM. Kalau dulu, penjara identik dengan pembalasan dan siksaan. Di era modern, penjara merubah image menjadi tempat pembinaan pelaku kriminal, seperti yang sekarang kita kenal sebagai lembaga pemasyarakatan. 

Selain itu teori pemidanaan juga berkembang. Pada awalnya pandangan teori pemidanaan absolute hanya berfokus pada aspek pembalasan dan tidak memikirkan tujuan dari hukuman. Lalu muncul pandangan teori pemidanaan relatif sebagai tandingan ketidaksetujuan pada teori absolute, yang berfokus pada perbaikan pelaku serta pencegahan kejahatan. 

BACA JUGA: CURKUM #43 HAK DAN KEWAJIBAN BAGI NARAPIDANA

Seiring berjalannya waktu, muncul  pandangan yang menggabungkan kedua pandangan tersebut, yaitu teori gabungan. Yang melihat pemidanaan bukan hanya sebagai balasan tapi memiliki tujuan untuk melindungi masyarakat.

Pasal 36 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 menjelaskan penyelenggaraan pembinaan terbagi menjadi beberapa tahap, antara lain:

  1. penerimaan narapidana;
  2. penempatan narapidana;
  3. pelaksanaan pembinaan narapidana;
  4. pengeluaran narapidana; dan
  5. pembebasan narapidana.

Salah satu aspek penting resosialisasi adalah pembinaan narapidana selama di lapas atau tahap pelaksanaan pembinaan narapidana. 

Secara umum pembinaan di lapas terbagi menjadi pembinaan kepribadian dan kemandirian. Pembinaan kepribadian meliputi intelektual, seni dan olahraga, kesadaran hukum, kesadaran berbangsa dan beragama. Tujuan dari pembinaan ini untuk meluruskan kembali tujuan hidup dari warga binaan, ini sama halnya dengan laptop kita yang direset. 

Setelah direset narapidana akan diberikan pemahaman hukum, beragama dan berbangsa supaya tobat dan menjadi manusia yang lebih baik. Jadi jangan heran kalau kita lihat pelaku kriminal lebih agamis setelah masuk lapas. Berarti tujuan pembinaan kepribadian tercapai.

Setelah menjadi manusia yang lebih baik, tidak mungkin mantan narapidana hanya hidup dari modal  menjadi manusia baik kan? Ya, tentu perlu keterampilan untuk bertahan hidup agar tidak melakukan tindakan kriminal lagi.

Nah, inilah peran pembinaan kemandirian, yang meliputi pelatihan wirausaha dan skill. Berbeda dengan program pembinaan kepribadian yang bersifat wajib, pembinaan kemandirian bersifat pilihan, ya guys. Yaps, sesuai dengan minat dari narapidana. 

BACA JUGA: CURKUM #143 BOLEHKAH MANTAN NAPI MENJADI ADVOKAT?

Sedikit cerita, saya pernah berkunjung ke lapas dan berkesempatan ngobrol dengan salah satu narapidana. Beliau bercerita, petugas pembinaan memberikan wadah berwirausaha berupa koperasi untuk dijaga secara bergantian oleh narapidana, sehingga narapidana paham dan mengerti bagaimana cara berwirausaha.

Resosialisasi tidak menjamin seorang mantan narapidana benar-benar menjadi manusia yang lebih baik. Buktinya kita sering mendengar residivis melakukan kejahatan. Ya, tidak heran kalau hal tersebut melanggengkan stigma negatif tentang mantan narapidana. 

Menurut analisa saya, perilaku seperti itu dipengaruhi faktor internal dan eksternal. Faktor internal ini misalnya, ketidakmauan berubah untuk menjadi lebih baik. Kalau ini banyak-banyak kita doakan semoga dapat hidayah. 

Sedangkan faktor eksternal dapat berupa pembinaan selama di lapas yang tidak optimal, penolakan dari keluarga dan masyarakat akan kehadiran mantan narapidana, regulasi yang perlu diperbaiki serta sarana dan prasarana lapas.

Berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan digadang-gadang sebagai era baru yang semakin memperkuat posisi penegakan hukum dalam rangka pelayanan serta pembinaan dan pembimbingan untuk reintegrasi sosial. 

Selain regulasi yang berbenah, kita sebagai masyarakat juga harus berbenah. Cara pandang kita yang kadang masih ‘alergi’ dengan mantan narapidana harus diubah guys. Kalau kita menolak kehadiran mereka, akibatnya mereka akan kembali melakukan kriminal. Jadi kesuksesan resosialisasi juga ditentukan oleh kita sebagai masyarakat yang bersosialisasi secara baik dengan mantan narapidana.

Arif Ramadhan
Arif Ramadhan
Sarjana hukum yang baru lulus kuliah dan masih mencari jati diri

MEDSOS

ARTIKEL TERKAIT

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

DARI KATEGORI

Klikhukum.id