Bing-beng-bang yok, kita ke bank
Bang-bing-bung yok, kita nabung
Tang-ting-tung hey, jangan dihitung
Tahu-tahu kita nanti dapat untung
Hayoo, siapa yang ingat lagu itu. Yup, itu jaman saya kecil. Lagu ciptaan eyang Titiek Puspa. Lagu tersebut mengajarkan agar sedari dini anak-anak Indonesia sudah mempunyai kebiasaan menabung di bank.
Hari ini saya mau bahas tipis-tipis seputar hukum perbankan, sekali-kali lah, biar gak bosen bahas pidana terooosss. Hmm, bahasannya agak berat dikit sih, tapi gapapa, mari kita coba (pake nada Sisca Kohl).
Sebenarnya UU Perbankan itu disahkan tahun 1992, terus ada perubahan di tahun 1998. Jadi untuk ngecek beberapa ketentuan dalam hukum perbankan, maka kita harus mengacu pada kedua UU Perbankan tersebut.
Biar kita punya pemahaman yang sama, yuks kita cek dulu apa pengertian bank. Menurut UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dijelaskan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan. Selain menghimpun dana, bank juga menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainnya.
BACA JUGA: MENGENAL FRAUD PERBANKAN
Selanjutnya ketentuan Pasal 5 UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan membagi bank menjadi dua macam, yaitu bank umum dan bank perkreditan rakyat. Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, sedangkan bank perkreditan rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Ketentuan huruf b Pasal 6 UU No. 10 Tahun 1998 mengatur kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh bank umum adalah memberikan kredit. Pemberian kredit merupakan salah satu kegiatan usaha yang sah bagi bank umum dan bank perkreditan rakyat.
Nah, jadi bank itu gak identik dengan tempat menabung doang, tapi bank juga identik dengan tempat kredit.
Secara etimonologis istilah kredit berasal dari bahasa latin, credere yang berarti kepercayaan. Seorang nasabah yang memperoleh kredit dari bank tentu merupakan seseorang atau badan hukum yang mendapatkan kepercayaan dari bank. Hal ini menunjukkan bahwa dasar pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitur adalah kepercayaan.
Pengertian kredit sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1 angka (11) UU No. 10 Tahun 1998 adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Berdasarkan pengertian kredit dalam Pasal 1 angka (11) UU No. 10 Tahun 1998, suatu pinjam meminjam uang akan digolongkan sebagai kredit perbankan sepanjang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut.
- Adanya penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan uang.
- Adanya persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain.
- Adanya kewajiban melunasi hutang.
- Adanya jangka waktu tertentu.
- Adanya pemberian bunga kredit.
Pemberian kredit oleh bank mengandung risiko usaha bagi bank. Risiko yang dimaksud berkaitan dengan kemungkinan ketidakmampuan dari debitur untuk membayar angsuran atau melunasi kreditnya karena sesuatu hal yang tidak dikehendaki.
Jadi, bank harus selektif banget memilih dan memilah calon debiturnya. Bank harus menggunakan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan usahanya, terutama dalam memberikan kredit. Namanya juga mau minjemin uang, jadinya bank harus hati-hati.
Ketentuan Pasal 8 UU No. 10 Tahun 1998 merupakan dasar atau landasan bagi bank dalam menyalurkan kreditnya kepada nasabah debitur. Karena pemberian kredit merupakan salah satu fungsi utama dari bank, maka aturan dan regulasi Perbankan secara khusus mengatur tentang prinsip kehati-hatian.
Untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah di kemudian hari, bank punya suatu SOP dan penilaian tersendiri sebelum memberikan persetujuan terhadap permohonan kredit.
Nah, formulanya itu dikenal dengan istilah 4P dan formula 5C. Formula 4P dapat diuraikan:
a.personality;
b.purpose;
c.prospect;
d.payment.
Mengenai formula 5C bisa diuraikan:
a.character;
b.capacity;
c.capital;
d.collateral;
e.condition of economy.
Sehubungan dengan ketentuan tentang pelaksanaan pemberian kredit tersebut, maka baik bank umum maupun bank perkreditan rakyat wajib melakukan analisis kredit yang mendalam atas permohonan kredit yang diajukan oleh calon debitur.
Intinya sih, bank sebagai kreditur berkewajiban untuk menerapkan prinsip kehatian-hatian dalam memberikan kredit kepada nasabah.
Jadi gak gampang mau dapetin kredit ataupun mau mengeluarkan kredit di sebuah bank. Kalo gak sesuai SOP dan pedomannya, salah-salah bisa terjerat kasus pidana. Saya sudah beberapa kali mendampingi direksi dan pegawai bank yang terjerat pidana karena tidak berhati-hati dalam memberikan kredit.
Pokoknya serem gaesss, baik yang mengeluarkan kredit, maupun yang mengajukan kredit bisa sama-sama kena saksi pidana. Minggu depan deh, saya ceritain pengalaman seru saya mendampingi kasus pidana perbankan. Stay tune ya.