Bismillahirrahmanirrahim, Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Semoga bestie semua senantiasa sehat jiwa dan raganya, serta senantiasa baik adab dan akhlaknya. Aamiin ya Rabbal Alamin.
Bestie udah pada nonton film Mencuri Raden Saleh belum? Itu loh, film yang disutradarai oleh Mas Angga Dwimas Sasongko. Film yang menceritakan tentang enam anak muda yang nekat berencana mencuri lukisan karya sang maestro Raden Saleh yang berada di Istana Negara, demi mendapatkan imbalan sejumlah uang.
Keenam anak muda tersebut membentuk tim dan menyusun sebuah rencana, mulai dari rencana memalsukan lukisan yang akan dicuri, melakukan peretasan sistem keamanan Istana Negara dan berbagai macam manipulasi lainnya.
Berhubung ada himbauan dari sang produser bagi teman-teman yang sudah menonton, agar nggak ngegosip alias ngespoilerin ceritanya, maka esay ini akan aku lanjutkan dengan pembahasan mengenai pemalsuan lukisan aja ya bestie.
BACA JUGA: 5 TIPS BERKARYA DILINDUNGI HUKUM
Pada prinsipnya praktik pemalsuan lukisan adalah masalah yang sangat serius dalam dunia seni rupa di Indonesia. Maraknya lukisan palsu yang beredar di pasar seni maupun dari tangan ke tangan, sudah sangat jelas merugikan banyak pihak bahkan bisa membuat sejarah seni rupa di Indonesia menjadi keliru.
Namun sayangnya, kasus-kasus pemalsuan lukisan masih sangat jarang dan sangat sedikit yang diajukan sampai ke meja hijau. Sebagian orang berasumsi dan meyakini bahwa kasus pemalsuan lukisan itu tidak ada dasar hukumnya.
Ah, masa sih, emang iya gitu? Mari kita buka Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) bestie. Eh, lah, lah, lah, kok iya bestie! Dalam KUHP nggak ada pemalsuan lukisan, adanya cuma kayak gini.
- Sumpah palsu dan keterangan palsu.
- Pemalsuan mata uang dan uang kertas.
- Pemalsuan materai dan merek.
- Pemalsuan surat.
Waduh, iki piye yo? Sek, sek, sek, tenang bestie, lukisan itu kan termasuk dalam salah satu objek yang dilindungi oleh Undang-Undang No.28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, jadi kalau ada pemalsuan lukisan, dasar hukumnya sudah pasti pakai UU No.28 Tahun 2014, bukan KUHP. Kita tuh, mesti ingat asas Lex Specialis Derogat Legi Generali (yang artinya undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan undang-undang yang bersifat umum).
Eh, tapi kok, kasus pemalsuan lukisannya I Nyoman Gunarsa, ketika lukisan yang menjadi objek sengketa terbukti dan dinyatakan palsu, terdakwanya Ir. Hendra Dinata malah diputus bebas. Terus dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim menyatakan secara tidak langsung bahwa seharusnya jaksa penuntut umum tidak menggunakan pasal-pasal yang terdapat dalam UU Tentang Hak Cipta.
Duh linglung, yo wis aku bukain aja deh. Jadi sebenernya tuh, begini bestie, dalam menangani kasus pemalsuan lukisan, dibutuhkan kejelian tersendiri. Sebab faktanya, tidak semua praktik pemalsuan lukisan dapat dijerat menggunakan pasal-pasal yang terdapat dalam UU Tentang Hak Cipta maupun pasal-pasal mengenai pemalsuan yang ada di KUHP.
Lah, terus berarti bener dong, bahwa pemalsuan lukisan itu emang gak ada dasar hukumnya?
Hmm, menurut aku ya bestie, meskipun belum diatur secara spesifik, terperinci dan khusus, sebenernya tuh, hukum yang ada sudah mampu menjangkau berbagai tindakan pemalsuan lukisan, namun memang dalam praktik penegakkannya dibutuhkan kecermatan dalam menganalisa kasus maupun menentukan dasar hukum dalam pembuatan laporan, dakwaan atau gugatan.
BACA JUGA: VARIAN RASA INDOMIE, TERMASUK HAK PATEN BUKAN SIH?
Intinya tuh, ketika kita menghadapi kasus pemalsuan lukisan, kita harus memiliki kemampuan membedakan antara “Perbuatan memalsukan lukisan” dengan “Perbuatan membuat lukisan palsu.” Adapun penjelasan dan perbedaannya kurang lebih sebagai berikut.
- Memalsukan lukisan, lukisan yang dipalsukan dengan cara meniru bentuk lukisan asli (dalam proses pembuktiannya nanti harus ada lukisan asli sebagai pembanding).
- Membuat lukisan palsu, lukisan yang tidak pernah dibuat oleh seniman x namun dikatakan bahwa lukisan tersebut merupakan buatan seniman x (dalam proses pembuatannya tidak diperlukan lukisan asli sebagai pembanding).
Jadi kalau lukisan besti dipalsukan dengan cara memalsukan lukisan, maka bestie-bestie dapat menggunakan pasal-pasal yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.
Jika lukisan besti dipalsukan dengan cara membuat lukisan palsu, maka bestie-bestie dapat menggunakan pasal-pasal lain yang ada di dalam KUHP di antaranya Pasal 380 KUHP yang terdapat dalam Bab XXV, mengenai perbuatan curang.
Oiya, dalam film Mencuri Raden Saleh, pemalsuan lukisan dilakukan oleh Piko, seorang mahasiswa seni rupa. Dalam warna kejahatan, pemalsuan lukisan itu masuk ke dalam white collar crime (kejahatan kerah putih), artinya hanya orang-orang yang memiliki keahlian tertentu yang dapat melakukan kejahatan ini. Saran aku bagi para seniman lukis, sebisa mungkin hindari penggunaan artisan dalam berkarya ya.