Lagi viral kasus seorang istri berinisial V di Karawang yang dituntut jaksa dengan hukuman pidana penjara selama satu tahun karena diduga melakukan kekerasan psikis kepada suaminya. Akibat perbuatannya, si istri dijerat dengan Pasal 45 Ayat 1 jo Pasal 5 huruf b UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Kasus ini bermula dari istri berinisial V yang diduga sering memarahi suaminya karena sering mabuk-mabukan. Merasa tidak nyaman atas perilaku sang istri yang suka marah-marah, kemudian sang suami melaporkan istrinya ke pihak yang berwajib. Perkara tersebut terus berlanjut hingga tahap persidangan.
Tidak terima dan merasa tidak adil, sang istri yang dituntut jaksa satu tahun penjara, kemudian mengadukan nasibnya kepada netizen. Tak lama kemudian kasus tersebut menjadi viral, hingga akhirnya membuat institusi Kejaksaan Agung RI dengan markas gedung bundarnya langsung turun tangan untuk memeriksa kasus tersebut.
Gak maen-maen, akibat viralnya kasus tersebut, beberapa pejabat Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dimutasi. Gak Cuma itu, para jaksa yang menangani perkara tersebut juga diperiksa oleh Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan. Kejaksaan agung juga bergerak cepat dengan melakukan eksaminasi tuntutan yang menjadi sorotan publik tersebut.
BACA JUGA: 4 MACAM PUTUSAN VERSTEK DALAM PERSIDANGAN
“Pelaksanaan eksaminasi khusus telah dilakukan dengan mewawancarai sembilan orang baik dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Kejaksaan Negeri Karawang, serta jaksa penuntut umum,” kata kepala pusat penerangan hukum kejaksaan agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak. Senin, 15 November 2021.
Dari eksaminasi tersebut ditemukan beberapa permasalahan sebagai berikut.
- Tahap prapenuntutan sampai tahap penuntutan baik dari Kejaksaan Negeri Karawang maupun dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat tidak memiliki Sense of Crisis atau kepekaan.
- Tidak memahami Pedoman Nomor 3 Tahun 2019 Tentang Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Umum, tanggal 3
Desember 2019 pada ketentuan Bab II pada angka 1 butir 6 dan butir 7.
“Bahwa pengendalian tuntutan pidana perkara tindak pidana umum dengan prinsip kesetaraan yang ditangani di kejaksaan agung atau kejaksaan tinggi dilaksanakan oleh kepala kejaksaan negeri atau kepala cabang kejaksaan negeri sebagaimana dimaksud pada butir (1) dengan tetap memperhatikan ketentuan pada butir (2), (3) dan butir (4). - Tidak mempedomani pedoman Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Akses Keadilan Bagi Perempuan dan Anak Dalam perkara pidana.
Sebenarnya eksaminasi tuntutan bukan hanya terjadi pada kasus ini saja, pada tahun 2020 kejaksaan juga pernah melakukan eksaminasi tuntutan pada kasus penyiraman air keras kepada Novel Baswedan.
Eksaminasi dilakukan untuk meninjau mengapa para terdakwa dianggap hanya memenuhi dakwaan subsider Pasal 353 Ayat (2) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Kejaksaan Agung melakukan eksaminasi setelah tuntutan terhadap para terdakwa kasus Novel Baswedan mendapatkan reaksi keras dari masyarakat.
Yang menarik adalah, ada gak sih, dasar hukum pengajuan eksaminasi oleh jaksa?
Jadi, eksaminasi oleh jaksa diatur pada Peraturan Jaksa Agung RI Nomor Per-036/A/Ja/09/2011 tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) penanganan perkara tindak pidana umum.
Berdasarkan Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 11 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan eksaminasi adalah pemeriksaan berkas perkara di semua tingkat penanganan perkara oleh pimpinan untuk menilai kecakapan dan kemampuan teknis jaksa penuntut umum dalam melaksanakan tugas penyelesaian suatu perkara dari sudut teknis yuridis maupun administrasi perkara.
BACA JUGA: PUNK (PEMUDA URAKAN NAMUN KREATIF)
Eksaminasi kejaksaan terhadap tuntutan harus kita apresiasi. Eksaminasi sebagai wujud kepedulian kejaksaan dalam mengevaluasi tuntutannya. Eksaminasi bisa menguji apakah sebuah tuntutan telah memenuhi rasa keadilan pada masyarakat apa belum.
Pengawasan masyarakat terhadap penegakan hukum dan kesadaran institusi kejaksaan untuk mengoreksi kesalahan internalnya merupakan kombinasi yang klop untuk menegakkan hukum dan keadilan.
Inilah hebatnya Indonesia. Maha benar netizen dengan segala komentarnya. Gak selalu buruk kok, ini dampak positif kekuatan netizen. Btw, terkait kasus Ibu V ini ada beberapa nyinyiran menarik dari netizen.
“Kalau suami pulang mabok, mbokya jangan dimarahi. Sambutlah sang suami yang manis tersebut, peluk erat dengan gemas, bikinkan satu gelas kopi atau teh lalu berikan makanan cemilan. Pijetlah sang suami karena suami lelah dan capek mabok.
Mabok itu gak mudah, mabok itu butuh tenaga dan butuh biaya. Mabok itu gak gampang. Gak semua suami bisa mabok-mabokan. Lebih baik sang suami diperlakukan dengan baik ketika mabok, daripada nanti sang istri bisa dituntut penjara satu tahun karena ngomelin suami yang mabok.” Sarkas sekali kawan.