Hai, gengs. Kalian pasti sudah nonton dong, debat panas Rocky Gerung vs Silfester Matutina? Beeuuh, serunya! Eeh, tapi lebih seru baca komen netizen sih. Di tengah perdebatan sengit mereka, aku tertarik banget dengan dasar pemikiran Rocky Gerung yang menghubungkan “Cawe-cawe presiden” dengan asas Pacta Sun Servanda. Sayangnya perdebatan malam itu tidak bisa menuntaskan rasa penasaranku. Ya, mon maap, karena aku bukan anak filsafat. Jujur aja otakku nggak sampek untuk menghubungkan asas dalam suatu perjanjian dengan cawe-cawe politik.
Ada satu komen netizen di video debat Rocky Gerung vs Silfester Matutina yang cukup menarik perhatianku. Ia menyampaikan bahwa sebenarnya Rocky Gerung tuh, niatnya mau ngebahas asas pacta sunt servanda yang dihubungkan dengan janji-janji politik Jokowi, sehingga ia berpendapat janji politik itu seharusnya mengikat layaknya undang-undang.
Hmmm, menarik nih, untuk dibahas. Apa benar asas pacta sunt servanda juga berlaku pada janji politik saat kampanye? Yuks, markibas. Mari kita bahas.
BACA JUGA: BAGAIMANA CARA MEMBATALKAN PERJANJIAN?
Apa itu asas pacta sunt servanda?
Asas pacta sunt servanda sebenernya sebuah asas yang sangat umum dan familiar di kalangan anak hukum. Siapa sih, yang nggak tahu asas ini? Kalo nggak tahu, dahlah coret aja gelar sarjana hukumnya. Asas pacta sunt servanda merupakan suatu asas yang melandasi lahirnya suatu perjanjian. Banyak juga yang bilang bahwa pacta sunt servanda bermakna suatu janji harus ditepati.
Di Indonesia, asas pacta sunt servanda diatur dalam Pasal 1338 Ayat 1 KUHPerdata. Dalam pasal tersebut ditegaskan bahwa, “Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang.” Dengan adanya asas ini, seharusnya para pihak mendapat jaminan pelaksanaan perjanjian. Jadi kalo ada salah satu pihak tidak melaksanakan isi perjanjian, maka pihak tersebut dapat digugat di pengadilan.
Kalo berdasarkan ketentuan Pasal 1338 Ayat 1 KUHPerdata, cuma perjanjian yang sah yang berlaku sebagai undang-undang. Nah, terkait syarat sah perjanjian, sebenarnya sudah pernah dibahas di dalam artikel “STRATEGI AGAR PERJANJIANMU SAH.”
Intinya, sebuah perjanjian baik lisan maupun tertulis dianggap sah secara hukum jika memenuhi syarat sah perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1320 KUHPerdata.
Trus, apakah janji politik capres saat kampanye merupakan suatu perjanjian yang sah?
Kan, sudah pada tahu ya, syarat sah perjanjian itu ada empat. Salah duanya adalah kesepakatan dan kecakapan. Menurut aku pribadi nih, sebuah janji politik yang disampaikan pada saat kampanye, tidak memenuhi kedua syarat subjektif tersebut.
Sepakat itu kan lahir berdasarkan kehendak dari kedua belah pihak. Dalam suatu perjanjian, sepakat itu harus dinyatakan secara tegas oleh para pihak. Janji politik biasanya disampaikan capres pada saat kampanye melalui informasi visi dan misi.
Kalo pemilih setuju, mereka akan memilih capres tersebut dalam pemilu. Tapi kalo si pemilih nggak setuju, maka mereka tidak akan memilih capres tersebut dalam pemilu. Begitu kan, konsepnya? Itu berarti, pemilih tidak pernah menyatakan kesepakatan secara langsung kepada capres untuk setuju dengan janji politik si capres. Capres dan pemilihnya tidak pernah berjabatan tangan menyatakan kesepakatan yang melahirkan sebuah hak dan kewajiban.
Selanjutnya terkait syarat kecakapan para pihak, mengingat syarat untuk memilih capres dalam Pemilu berusia minimal 17 tahun, itu artinya nggak semua pemilih memenuhi syarat cakap hukum, karena syarat cakap hukum untuk membuat suatu perjanjian minimal berusia 21 tahun (vide Pasal 330 KUHPerdata).
Nah, karena dua dari empat syarat perjanjian sudah nggak terpenuhi, maka dapat disimpulkan bahwa janji politik capres dalam kampanye bukanlah suatu perjanjian yang sah dan mengikat para pihak. Bisa dibilang janji politik bukan merupakan perjanjian keperdataan, sehingga asas pacta sunt servanda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1338 KUH Perdata nggak berlaku untuk janji politik capres. So, kalo dari kacamata hukum, menghubungkan janji politik dengan asas pacta sunt servanda ini agak nggak relate ya. Ah, tapi itu sih, analisa gembelku aja. kalo ada yang lebih paham, boleh loh, sharing pendapat dan bikin artikel balasan.
Min, kalo menurutku janji kampanye itu kaya kontrak baku. Konsep janjinya dibuat salah satu pihak sedangkan pihak yang lainnya hanya menyetujui. Dikaitkan dg janji politik, janjinya dibuat oleh si calon sedangkan rakyat sepakatnya sama calon dan janji mana yang akan dipilihnya. Sekian