Tempo hari saya menulis sebuah artikel berjudul “Makna Pledoi Bagi Advokat,” sebuah artikel yang bercerita tentang peran Penasehat Hukum ketika melakukan pendampingan dan pembelaan bagi seorang Terdakwa yang didakwa telah melakukan pencurian. Sayangnya, waktu itu ceritanya cuma sampe pembelaannya doang.
Kalo jurist yang peka pasti tanya, “Bang, nasib terdakwanya bagaimana?” Ya wajarlah, jurist yang peka begini biasanya lahir di hari kamis legi atau rabu legi, pokoknya yang legi-legi lah.
Beda cerita kalo jurist lahirnya di hari kamis pon, atau selasa kliwon. Dia bakal tanya begini, “Bang, untuk mendapatkan keadilan itu caranya bagimana?” Tuh, kan kelihatan kritisnya, sampe yang ditanya aja bingung gimana cara ngejawabnya. Hehe.
Showtime,
Jurist sekalian,
Senin, 20 April 2020 (satu hari sebelum putusan untuk klien saya dibacakan) saya mendengarkan putusan Majelis Hakim untuk terdakwa yang melakukan tindak pidana pencurian. Oh iya, Putusan itu apa sih? Pasal 1 butir 11 KUHAP bilang, “Putusan pengadilan merupakan pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang terbuka yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.”
Sayang seribu sayang, pada saat itu saya tidak melihat Penasehat Hukum duduk di kursi yang biasa saya duduki. Otomatis, dalam persidangan tersebut terdakwa hanya berhadapan dengan Jaksa Penuntut Umum dan 3 (tiga) orang Hakim (disebut: Majelis Hakim).
Endingnya, Hakim Ketua bilang begini, “Mengadili, menyatakan Para Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan. Menjatuhkan Pidana kepada Para Terdakwa dengan Pidana 1 (satu) Tahun penjara dikurangi selama terdakwa ditahan.”
Itu putusan Majelis Hakim yang pertama. Senin itu saya dengerin dua putusan pidana dengan dua terdakwa yang berbeda.
BACA JUGA: TAHAPAN SIDANG PERKARA PIDANA
Selanjutnya dalam sidang dengan agenda Putusan yang kedua, saya mendengar Majelis Hakim menjatuhkan hukuman yang nggak beda jauh, malah lebih tinggi 2 (dua) bulan. “Aih. Tinggi benar putusan itu.” Sumpah! Merinding saya dengernya.
Denger putusan yang setinggi itu, saya jadi ngebayangi putusannya Majelis Hakim buat klien saya besok. Saya mencoba Positif thingking aja kalo putusan Majelis Hakim buat klien saya besok pastilah adil dan bijaksana.
One day later
Selasa, 21 April 2020 dan pukul 09.00 tetot, saya sudah hilir mudik di Pengadilan. Ngisi daftar hadir, menyiapkan berkas lalu membeli segelas kopi panas yang sudah menjadi kebiasaan saya sebelum sidang. Sengaja saya ngopi dulu karena menurut infonya Mbah Google, kafein dalam kopi itu bisa menenangkan hati dan menstimulus hormon-hormon mental supaya terhindar dari nervous.
Saya yang sudah biasa beracara saja masih nervous, apalagi terdakwa. Eh, tapi saya yakin kalo Putusan Majelis Hakim nanti nggak sekedar jadi catatan dalam SKCK-nya, tapi juga bakal jadi cerita turun temurun dan menjadi warning sign mereka dalam menjalani hidup ke depannya.
“Bismillahirrahmanirrahim.”
Sidang dengan agenda pembacaan putusan segera dimulai, Jaksa Penuntut Umum, Majelis Hakim, dan saya (Penasehat Hukum), kesemuanya telah menempati posisinya masing-masing. Begitupun terdakwa yang berada di lapas sana. Sebagai pembuka, Hakim Ketua mengetuk palu sebanyak 1x ketukan dilanjut dengan pertanyaan, “Terdakwa sehat?” terdakwa menjawab, “Sehat yang mulia.”
Sebelum masuk ke materi, Hakim Ketua meminta ijin pada kami (Penasehat Hukum, Jaksa Penuntut Umum, dan Terdakwa) untuk membacakan poin-poin pentingnya saja. Kami sepakat dan mempersilakan Hakim Ketua untuk membacakan poin-poin pentingnya saja.
Selesai poin-poin tersebut dibacakan, Hakim Ketua memerintahkan terdakwa berdiri. Kemudian, dengan suara lantang Hakim Ketuanya bilang:
“Mengadili, menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan. Menjatuhkan Pidana kepada Terdakwa dengan Pidana Penjara 4 (empat) bulan dan 15 hari dikurangi masa penahanan selama terdakwa ditahan.”
BACA JUGA: SILANG SENGKURAT DUNIA ADVOKAT
And then, Hakim Ketua kembali bertanya sama terdakwa, JPU dan saya. “Bagaimana, apakah terdakwa, JPU dan PH menerima putusan Majelis Hakim.” Kami bertiga akhirnya sepakat menerima putusan yang dibacakan oleh Majelis Hakim dan tidak mengajukan banding. Ketika semua sudah sepakat, Hakim Ketua pun menyatakan sidang ditutup, “Tuk. Tuk. Tuk.”
Begitu sidang dinyatakan ditutup, dengan linangan air mata, klien saya langsung berlutut lalu bersujud cukup lama. Entah doa apa yang dibacanya waktu bersujud, yang jelas hati saya terenyuh. Saya teringat Tesisnya Bp. Dr. Drs. Amiur Nururddin, M.A., di abstraksinya beliau bilang “Keadilan dalam Al Quran berakar pada rasa kesadaran kepada Allah (Al- taqwa) Tuhan Yang Maha Adil.
Bagi saya, dan mungkin juga berlaku untuk penegak hukum lain yang biasa disebut dengan (catur wangsa), Putusan Majelis Hakim tersebut telah mencerminkan rasa keadilan dan setimpal dengan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa. Kalo salah satu pihak ngerasa putusan itu tidak adil, pastilah sudah mengajukan banding.
Huft, jadi hakim emang beratnya kebangetan. Gimana nggak berat, QS. Annisa Ayat 135 menyampaikan, “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang-orang yang benar-benar penegak keadilan ….” Hadits baginda Rasulullah Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Arba’ah bilang kalo “Hakim itu ada tiga golongan, yang satu golongan akan masuk Syurga dan dua golongan lainnya akan masuk Neraka ….”
Wajarlah hakim menduduki posisi Yang Mulia, secara kalo katanya Dr. Irman Putra Sidin, S.H., M.H., “Kekuasaan kehakiman adalah sisa dari konsep kedaulatan Tuhan.” Makanya, sebelum memutus perkara Hakim memikirkannya dengan sangat matang dan segala hal di persidangan menjadi pertimbangan, sehingga irah-irah yang berbunyi “Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” benar-benar dapat dipertanggungjawabkan.
BACA JUGA: MAU DIBAWA KEMANA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT (MPR)???
Pasal 1 Ayat 8 KUHAP Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh UU untuk mengadili. Menurut Bp. Suparman Usman ‘mengadili’ itu maksudnya adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa dan memutuskan perkara berdasarkan asas bebas, jujur dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam UU.
Jelaslah bahwa esensi dalam penegakan hukum adalah keadilan, namun jika beban tersebut dititikberatkan pada Hakim semata pasti akan sangat sulit diterapkan. Untuk itu, berbekal prinsip presumtion of innocence (asas praduga tak bersalah) Penasehat Hukum hadir membantu Hakim untuk menggali peristiwa hukum secara lebih detail dan mendalam.
Kehadiran Penasehat Hukum dapat menjadi pijakan Hakim untuk mengambil putusan yang benar-benar adil. Sebagaimana diketahui, Penasehat Hukum adalah penegak hukum yang selalu mendampingi seorang pelaku atau orang yang diduga melakukan tindak pidana sejak di tingkat penyelidikan, penyidikan, pra penuntutan, penuntutan hingga diperiksa di hadapan Majelis Hakim.
Sebagai penutup, saya ucapkan selamat menjalankan ibadah puasa di bulan ramadhan. Doa saya, jurist sekalian menjadi pribadi yang benar-benar mengabdi kepada Allah SWT dan selalu meneladani Baginda Rasulullah Muhammad SAW.