ADVANTAGES AND DISADVANTAGES MENGGUNAKAN CHAT GPT BAGI MAHASISWA HUKUM 

“AI has the potential to make law enforcement more effective, but it should not replace human judgement and discretion. Human oversight is crucial to ensure accountability and prevent biases.” – Cynthia Wong, Senior Internet Researcher at Human Rights Watch

Dalam artikel sebelumnya, this, aku sudah menjelaskan mengenai tips and tricks yang bisa kalian lakukan dalam menggunakan ChatGPT untuk kebutuhan kuliah. Now, imma breakdowns about the pros and cons about using ChatGPT dalam perkuliahan.

Using ChatGPT as an undergraduate law student has both advantages and disadvantages. Let’s explore them.

Advantages.

  1. Quick access to information

ChatGPT dapat memberikan akses cepat ke informasi dan penjelasan hukum tentang berbagai topik hukum. ChatGPT juga berguna dalam mendapatkan inti dari konsep atau menemukan hukum kasus atau undang-undang yang relevan. 

BACA JUGA: ROBOT LAWYER DONOTPAY, IMPLEMENTABLE ATAU CUMA HYPE SEMATA?

  1. Assistance with research

ChatGPT dapat menjadi titik awal yang bermanfaat untuk penelitian. ChatGPT dapat memberikan referensi, menjelaskan konsep hukum atau menyarankan kata kunci, bisa juga sumber yang relevan untuk dijelajahi lebih lanjut. ChatGPT juga dapat membantu mengidentifikasi prinsip-prinsip hukum utama dan memandu dalam bidang penelitian yang lebih spesifik.

  1. Clarifying complex concepts

Hukum merupakan sesuatu yang bisa dibilang ribet, memahami konsep hukum yang kompleks bisa menjadi sebuah tantangan tersendiri. ChatGPT dapat memberikan penjelasan yang sederhana dan memecah ide kompleks menjadi bahasa yang lebih mudah. 

  1. Generating ideas

Saat mengerjakan tugas atau esai, ChatGPT dapat membantu dalam brainstorming ide atau menguraikan argumen. Dengan membahas masalah hukum atau menyajikan skenario hipotetis, ChatGPT dapat membantu mempertimbangkan perspektif yang berbeda dan menghasilkan wawasan atau bahkan mungkin argumen baru.

Disadvantages.

  1. Lack of real-time updates

Pengetahuan ChatGPT didasarkan pada informasi yang tersedia hingga September 2021. ChatGPT mungkin tidak mengetahui perkembangan hukum terkini, hukum kasus baru atau perubahan undang-undang. Sangat penting untuk merujuk silang informasi yang disediakan oleh ChatGPT dengan sumber hukum terkini.

  1. Limited legal expertise

ChatGPT adalah model bahasa yang dilatih untuk berbagai teks, termasuk dokumen hukum. Namun, ChatGPT tidak memiliki keahlian atau pengalaman praktis dari seorang profesional hukum, it’s a language model afterall. Penting untuk berkonsultasi dengan ahli hukum, seperti profesor atau praktisi hukum untuk nasihat hukum yang lebih spesifik.

BACA JUGA: ROBOT LAWYER BERACARA DI INDONESIA SUATU HIL YANG MUSTAHAL

  1. Inaccurate or incomplete information

Despite ChatGPT always trying to memberikan informasi yang akurat. Kadang-kadang juga dapat menghasilkan tanggapan yang salah atau tidak lengkap. Penting untuk mengevaluasi dan memverifikasi secara kritis informasi yang diperoleh dari ChatGPT melalui sumber hukum yang andal dan panduan ahli.

  1. Lack of context and judgement

ChatGPT mungkin tidak sepenuhnya memahami konteks spesifik atau detail masalah hukum. ChatGPT tidak memiliki kemampuan dalam melakukan penilaian, menerapkan penalaran hukum atau mempertimbangkan pertimbangan etis. Oleh karena itu, sangat penting untuk menggunakan ChatGPT sebagai alat informasi dan panduan, tetapi bukan sebagai pengganti analisis dan pemikiran kritis.

In summary, while ChatGPT can be a valuable resource for law students, penting untuk menggunakannya dengan hati-hati, mengevaluasi secara kritis informasi yang diberikan dan melengkapinya dengan sumber hukum dan panduan dari ahli. ChatGPT harus digunakan sebagai alat untuk meningkatkan pemahaman dan mendukung penelitian, tetapi tidak boleh menggantikan keterampilan, pengetahuan dan bimbingan yang diperoleh melalui pendidikan hukum tradisional. CU.

“Artificial intelligence can play a transformative role in improving law enforcement, enabling agencies to process vast amounts of data, identify patterns and make data-driven decisions.” – Joy Buolamwini, Founder of the Algorithmic Justice League

Pratama Nugraha Purwiyatna
Pratama Nugraha Purwiyatna
Web Master Klikhukum

MEDSOS

ARTIKEL TERKAIT

1 Comment

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

DARI KATEGORI

Klikhukum.id