JIKA NEGARA BANGKRUT, DAPATKAH DIPAILITKAN?

Tahukah kamu tentang adanya gugatan terhadap surat utang yang diajukan seorang warga Padang bernama Hardjanto Tutik kepada Pemerintah RI kemudian gugatan tersebut dikabulkan. Kira-kira jika tidak mampu membayar, bisakah negara dipailitkan?

Kali ini saya akan membahas tentang kepailitan yang pihak debiturnya adalah negara. Tentu saja negara yang dimaksud adalah Indonesia. Dengan menggunakan landasan hukum UU Kepailitan dan PKPU serta aturan lainnya yang berlaku di negara kita.

Negara yang saya maksud di sini adalah Pemerintah RI ya, pren. Bukan badan usahanya atau yang disebut dengan BUMN. Sudah jelas jika debiturnya adalah BUMN maka jawabannya bisa diajukan gugatan kepailitan dengan syarat dan ketentuannya.

Namun apakah bisa ketika ada seseorang atau suatu badan hukum yang akan menggugat negara karena telah jatuh tempo akan utang sebagai kewajibannya dan tidak mampu membayarnya.

Sebelumnya kita harus mengetahui definisi kepailitan. Yaitu sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam UU No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang.

Selanjutnya makna debitur itu sendiri dalam aturan hukum tersebut disematkan kepada orang perseorangan atau korporasi termasuk korporasi yang berbentuk badan hukum maupun yang bukan badan hukum.

BACA JUGA: NEGARA INDONESIA PAILIT, APAKAH BISA?

Jadi sangat jelas yah, bahwa UU No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU tidak menyebutkan unsur debitur yang dimaksud dalam hal ini bukan termasuk negara. Artinya, dari satu dalil ini sudah bisa menjawab negara dalam bentuk pemerintah tidak bisa digugat pailit, kecuali badan usahanya.

Gerbang awal dari adanya sengketa pailit sangat jelas yaitu, adanya hubungan keperdataan yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih.

Dan di sini negara melalui pemerintahannya bisa loh, dikatakan sebagai subjek perdata dan melakukan hubungan hukum perdata. Sebagaimana kasus pada kalimat pembuka awal, adanya sengketa keperdataan antara Hardjanto Tutik dengan Pemerintah RI.

Hal ini juga diperkuat sebagaimana pendapat Ridwan HR, dalam bukunya Hukum Administrasi Negara yang menjelaskan bahwa pemerintah atau pemerintah daerah sebagai wakil dari negara atau kabupaten, dapat melakukan perbuatan atau tindakan hukum publik dan tindakan hukum keperdataan.

Jadi secara teoritis, negara melalui pemerintahannya baik tingkat pusat maupun daerah dapat melakukan perbuatan hukum termasuk dalam hal ini hukum keperdataan.

Terdapat dalil hukum lainnya yang menjadi jawaban kuat, kenapa negara dalam hal ini pemerintah tidak dapat dipailitkan. Yaitu, dalil sebagaimana dimaksud dalam UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

BACA JUGA: 4 ALASAN MASYARAKAT WAJIB BAYAR PAJAK

Melalui aturan hukum UU No. 1 tahun 2004 tersebut, sebagaimana tercantum dalam Pasal 50 pada pokoknya dijelaskan bahwa kepailitan terhadap suatu negara tidak bisa dilakukan. Adapun dasarnya kenapa negara tidak bisa dipailitkan sebagaimana aturan hukum Pasal 50 UU No. 1 tahun 2004. Yaitu, Pihak Manapun Dilarang Melakukan Suatu Penyitaan Terhadap: 

“Uang atau surat berharga milik negara/daerah baik yang berada pada instansi pemerintah maupun pada pihak ketiga, uang yang harus disetor oleh pihak ketiga kepada negara/daerah, barang bergerak milik negara/daerah baik yang berada pada instansi pemerintah maupun pada pihak ketiga, barang tidak bergerak dan hak kebendaan lainnya milik negara/daerah, barang milik pihak ketiga yang dikuasai oleh negara/daerah yang diperlukan untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan.”

Selain itu terdapat putusan penguat dari Mahkamah Konstitusi No. 25/PUU-VII/2009 tentang pengujian Pasal 50 UU No. 1/2004 terhadap UUD 1945. 

Dalam pertimbangan hukumnya, MK berpendapat bahwa barang milik negara memang harus diperlakukan secara khusus tidak sebagaimana barang-barang yang dimiliki oleh badan hukum perdata yang lain. Hal tersebut mengingat fungsi yang melekat pada barang tersebut untuk digunakan dalam pelayanan umum.

Sehingga ketika dielaborasikan dari ketentuan pailit, yaitu sita umum atas semua kekayaan debitor pailit, sedangkan menurut Pasal 50 UU No. 1 tahun 2004 dan diperkuat oleh Putusan MK No. 25/PUU-VII/2009 yang menerangkan Pihak Manapun Dilarang Melakukan Suatu Penyitaan suatu aset Negara.

Maka kesimpulan yang ada, suatu negara yaitu melalui kepemerintahannya pada prinsipnya berdasarkan kaidah aturan hukum yang berlaku tidak bisa dipailitkan.

Mohsen Klasik
Mohsen Klasik
El Presidente

MEDSOS

ARTIKEL TERKAIT

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

DARI KATEGORI

Klikhukum.id