SETELAH UU CIPTAKER, MUNCUL RUU KESEHATAN OMNIBUS LAW DAN BERALIHNYA KEWENANGAN KE KEMENKES

Kita semua sepakat kalau kesehatan merupakan hak dasar masyarakat. Hal itu jelas disebutkan di dalam UUD 1945 Pasal 28H  Ayat (1) bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Hak dasar tersebut tentu menjadi tanggung jawab negara. Seperti yang disebutkan Pasal 34 Ayat (3) UUD 1945 bahwa negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan pelayanan fasilitas umum yang layak.

Masalah pelayanan kesehatan terus menjadi perhatian publik. Ini bukan lagi karena kasus covid-19 guys. Tapi berkaitan dengan adanya RUU Kesehatan Omnibus Law, yang masuk ke dalam program legislasi nasional 2023. 

Wait, wait, sebelum membahas lebih jauh. Di sini kalian pasti sudah nggak asing dong,  dengan omnibus law? Itu loh, yang terkenal karena ulah UU Ciptaker. Tapi kita nggak bakal membahas UU Ciptaker, ygy.

Lah, kok muncul di RUU Kesehatan sih?

Gini-gini, jadi omnibus law itu semacam konsep pembuatan aturan dengan menggabungkan beberapa aturan yang substansi pengaturannya berbeda, yang akan menjadi satu peraturan. Artinya ada beberapa peraturan yang akan dilebur jadi satu. Nah, kabarnya nih, RUU Kesehatan akan menggabungkan sekitar 13 undang-undang. Jadi gitu ya, guys. Jangan bingung lagi dengan kata omnibus law, karena bakal banyak UU yang disusun dengan konsep minim partisipasi publik omnibus law, bukan hanya UU Ciptaker aja.

BACA JUGA: NEGARA ABAI TERHADAP KESEHATAN JIWA RAKYATNYA

Oke, balik lagi ke pembahasan masalah RUU Kesehatan Omnibus Law. Akhir-akhir ini RUU Kesehatan sangat menyita perhatian publik, terutama bagi profesi kesehatan. Banyak dari mereka yang menolak adanya RUU Kesehatan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya aksi turun ke jalan di daerah beberapa hari lalu oleh anggota organisasi profesi kesehatan, seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI).  

Melihat latar belakang dari aksi anggota profesi kesehatan ini lantaran beberapa pasal yang ada di dalam RUU Kesehatan, dikhawatirkan akan merugikan dan tidak memberikan perlindungan hukum kepada tenaga medis dan tenaga kesehatan. 

Mmh, kalau masalah itu sih, sebenarnya pemerintah sudah diberi kewenangan untuk memberi perlindungan kepada tenaga kesehatan sih. Fyi, melalui UU Ciptaker dijelaskan kalau memang pemerintah berperan dalam pengaturan praktik pelayanan kesehatan di rumah sakit berupa pembinaan dan pengawasan terhadap rumah sakit, meminimalisir pembuatan kebijakan yang merugikan kepentingan tenaga kesehatan dan memastikan masyarakat mendapat pelayanan kesehatan. Jadi gitu, guys. Atau mungkin ada pasal dalam RUU Kesehatan yang benar-benar menghilangkan perlindungan hukum kepada tenaga medis dan tenaga kesehatan? Ada yang tahu? Share dong. Hehehe.

BACA JUGA: UNBOXING PERPRES JAMINAN KESEHATAN “BARU”

Selain itu, proses pembuatan RUU Kesehatan pun dianggap tidak transparan dan tidak partisipatif. Karena dalam pembentukan RUU kesehatan, tidak melibatkan seluruh organisasi  profesi kesehatan.

Duh, kalau kayak gitu sih, berpotensi bakal ada Ciptaker Jilid 2. Huft!

Ada lagi nih, masalah antara organisasi profesi kesehatan dengan pemerintah (menteri), dimana pemerintah melalui RUU Kesehatan ini terkesan mengambil kewenangan yang tadinya kewenangan organisasi, beralih menjadi kewenangan menteri bidang kesehatan.  

Hmm, kalau masalah itu sih, tergantung POV. Kalau memang dengan beralihnya kewenangan menjadikan pelayanan kesehatan lebih baik dan terjamin. Why not? Ya, kan?!

Eh, ada lagi nih, masalahnya. Dilansir dari medcom.id,pakar hukum Om Oce Madril  menjelaskan yang intinya Draft RUU Kesehatan ini  melenceng dari Naskah Akademik RUU Kesehatan, guys. Jadi, ada muatan materi RUU Kesehatan yang tidak konsisten dengan naskah akademik. Padahal dalam naskah akademik hanya menjelaskan hasil kajian dan analisis mengenai kondisi serta masalah sektor kesehatan. Nggak ada tuh, pembahasan mengenai BPJS Ketenagakerjaan atau Program Jaminan Sosial. Eeeh, lah kok, ujug-ujug di dalam RUU ada pasal yang mengatur BPJS Ketenagakerjaan. Padahal kan Draft RUU disusun berdasarkan naskah akademik, bukan berdasarkan kepentingan, *ups.

Hadeh! Kok, bisa gitu ya?

Eh, kok, malah ke mana-mana pembahasannya. Maaf, ygy. Terlalu bersemangat soalnya. Hehehe.

Ya, apapun permasalahannya, semoga itu berpihak untuk kepentingan masyarakat. Intinya sih, kita tetap harus percaya kepada negara sebagai penanggung jawab pelayanan kesehatan. Yang akan memberikan fasilitas pelayanan yang terbaik untuk masyarakat di bidang kesehatan. 

Yang penting, tetap jaga kesehatan dan kewarasan, guys. Biar kuat hidup di negara ini. 

Ashfa Azkia
Ashfa Azkia
Si Bunga Desa & Pengangguran Profesional

MEDSOS

ARTIKEL TERKAIT

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

DARI KATEGORI

Klikhukum.id