Buat yang masih menempuh pendidikan S1 di fakultas hukum, suatu kebanggaan tersendiri jika ada teman atau sanak saudara yang menanyakan masalah-masalah terkait hukum. Rasanya seperti memiliki law firm sendiri atau sudah dianggap expert di bidang hukum sehingga orang-orang tak ragu bertanya tentang hukum.
Sebagai mahasiswa hukum, saya juga pernah beberapa kali ditanya soal permasalahan hukum oleh teman-teman yang berbeda jurusan. Itu merupakan suatu kebahagiaan tersendiri.
But fun factnya secara tidak sadar, saya hampir selalu menyisipkan kata ‘tergantung’ di setiap permulaan jawaban jika ada orang yang bertanya soal hukum.
Sepertinya kata tersebut sudah menjadi kata pembuka yang cukup wajib digunakan di setiap jawaban.
Lantas kenapa sih, jawabannya harus selalu dimulai dengan kata tergantung?
BACA JUGA: MAU TAHU TIPE-TIPE MAHASISWA HUKUM KAYA GIMANA? CEK DARI TAS YANG DIBAWA!
1. Informasi yang diberikan kurang memadai.
Untuk memberikan solusi-solusi yang cukup definitif dan bersifat menyelesaikan permasalahan, jawaban harus dibuat spesifik dan sedetail mungkin. Nah, untuk mendapatkan jawaban dengan kualitas seperti itu, tentu penarikan kesimpulan harus berdasarkan informasi-informasi yang lengkap pula.
Masalahnya seringkali klien juga tidak memberikan informasi yang cukup atau setidaknya bersifat menentukan. Pertanyaan yang dibuat mungkin hanya satu sampai dua kalimat saja. Itupun tanpa ada uraian fakta-faktanya dulu. Lalu, jawaban seperti apa yang kalian harapkan?
Saya dan teman-teman tidak bisa memberikan jawaban, bahwa kalian berhak mendapatkan warisan dari paman kalian hanya berdasarkan jumlah harta dan jumlah anak-cucu. Ada hal lain yang lebih menentukan. Misalnya, sistem waris yang akan digunakan keluarga, wasiat dan lain-lain.
2. Hal yang bersifat menentukan ada pada keinginan kalian.
Terkadang jawaban ‘tergantung’ diberikan setelah semua fakta-fakta yang relevan telah disampaikan. Tapi tenang, alasannya bisa jadi bukan karena informasinya kurang.
Mungkin saja karena memang pada bagian tertentu, akhirnya kalian sendirilah yang harus memutuskan apa yang ingin diambil.
Misalnya, ada yang bertanya tentang pilihan bentuk badan usaha. Setelah jumlah modal, bidang usaha, pihak yang ikut menyertakan modal dan lain-lainnya disampaikan, pada akhirnya memang kalian sendiri yang harus memutuskan badan usaha apa yang ingin digunakan.
3. Adanya berbagai pandangan terkait pertanyaan yang diajukan.
Biasanya jawaban ‘tergantung’ juga dapat diberikan untuk pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya lebih teoritis dan perlu menguraikan konsep-konsep dalam ilmu hukum secara jelas.
Misalnya, pertanyaan yang ide utamanya seperti, bagi sebuah negara, manakah yang lebih tinggi, hukum negaranya sendiri atau hukum internasional?
Pertanyaan itu memang tidak bisa dijawab secara yakin, karena dalam praktiknya setiap negara punya kebijakannya sendiri terhadap permasalahan tersebut. Begitu juga para ahli hukum, tidak ada kesamaan suara terkait permasalahan itu, karena punya pendekatan dan latar belakang pemikiran yang berbeda. Intinya, memang ada sebagian negara dan ahli hukum yang mendahulukan hukum negara, begitu juga sebaliknya. Jadi kami sebagai mahasiswa juga cuma bisa menjawab dengan kata tergantung.
BACA JUGA: MENJADI MAHASISWA HUKUM ADALAH JALAN NINJAKU
4. Bentuk kehati-hatian.
Pada akhirnya, kami hanya mahasiswa biasa. Mahasiswa yang masih perlu belajar dan masih banyak tidak tahunya. Kami juga belum benar-benar berkompeten dan berpengalaman dalam menjawab berbagai permasalahan hukum.
Bisa jadi pertanyaan yang diajukan kelewat kompleks dan banyak bagian yang kami tidak tahu. Maklum, bidang hukum itu sangat luas dan mencakup banyak hal. Apalagi setelah diteliti, ternyata banyak risiko yang dapat muncul di setiap pilihan jawaban yang diberikan. Bagaimanapun juga, kami merasa mempunyai sedikit tanggung jawab atas segala jawaban yang disampaikan.
Jadi kami hanya bisa memberi jawaban dengan kata ‘tergantung’ di awal, sebagai klausul pengaman untuk memastikan kalian tidak serta-merta menjadikan jawaban-jawaban yang diberikan sebagai referensi utama.
Oleh karena itu, jangan merasa jengkel dulu kalau bertanya masalah hukum kepada mahasiswa hukum. Hal itu semata-mata dilakukan demi kebaikan kita bersama.
Saya pribadi dan mungkin beberapa mahasiswa hukum lainnya, justru lebih senang jika dianggap sebagai teman diskusi yang ‘setara’ daripada sebagai orang yang benar-benar paham hukum. Toh, sekali lagi, pada akhirnya kami juga masih berstatus sebagai mahasiswa.