Kalian tahu nggak sih, ternyata nggak semua orang bisa jadi saksi di persidangan perdata loh. Ada beberapa orang yang secara hukum memang dilarang untuk memberikan kesaksian, meskipun orang-orang tersebut tahu banyak tentang perkara itu. Kok, bisa ya? Yuk, kita bahas bareng-bareng!
Oke, teman-teman, seperti yang kita tahu kalo pembuktian merupakan salah satu tahap dalam proses persidangan. Pembuktian sendiri bisa diartikan sebagai proses untuk mengungkap fakta dengan menguraikan suatu peristiwa yang benar-benar terjadi dengan menggunakan alat-alat bukti yang bertujuan agar dapat meyakinkan hakim dalam menjatuhkan putusan.
Salah satu alat bukti yang dapat digunakan di dalam pembuktian tersebut adalah keterangan saksi. Namun demikian tidak semua orang bisa didengarkan keterangannya sebagai saksi di pengadilan. Hukum acara perdata memberikan ketentuan terhadap siapa saja yang dapat dihadirkan sebagai saksi. Hal ini diatur secara tegas pada Pasal 145 HIR/172 RBg yang menyebutkan kelompok orang yang tidak bisa didengar sebagai saksi dalam persidangan perdata adalah :
- Keluarga Sedarah dan Keluarga Semenda Menurut Keturunan yang Lurus dari Salah Satu Pihak
Keluarga sedarah dalam keturunan yang lurus, misalnya hubungan orang tua, anak dan cucu, baik anak sah maupun anak luar kawin (ALK) tetap termasuk pada kelompok ini.
BACA JUGA: PROSES SIDANG PERDATA
Sementara keluarga semenda merupakan hubungan keluarga yang timbul, karena adanya perkawinan. Misalnya, menantu dan mertua, anak tiri dan bapak/ibu tiri dan sebagainya.
Pertanyaannya, kenapa keluarga terdekat tidak diperbolehkan memberikan kesaksian? Jawabannya, karena pembentuk undang-undang beranggapan bahwa kedekatan emosional keluarga dapat memengaruhi objektivitas kesaksian, sehingga walaupun telah disumpah mereka tetap dianggap berpotensi tidak netral.
- Istri atau Laki Salah Satu Pihak, Meskipun Sudah Bercerai
Selanjutnya, yang tidak boleh didengar sebagai saksi adalah suami atau istri dari kedua belah pihak yang beperkara meskipun sudah bercerai. Alasannya untuk menghindari konflik kepentingan. Bayangin aja kalo suami yang bersaksi untuk istri atau istri untuk suami. Mau ngasih kesaksian yang mendukung pasangannya malah dinilai subjektif, ngasih kesaksian yang tidak mendukung pasangan dinilai ada problem, sehingga berupaya menjatuhkan pasangan.
- Anak-Anak yang Tidak Dapat Diketahui Benar bahwa Mereka Sudah Cukup Lima Belas Tahun
Anak-anak yang tidak diketahui benar telah berusia lima belas tahun adalah anak-anak yang tidak memiliki dokumen resmi yang jelas atau memang sulit membuktikan usia anak tersebut. Anak-anak ini tidak bisa menjadi saksi, karena dianggap belum memiliki kesadaran hukum yang matang, sehingga keterangan mereka tidak cukup kredibel untuk dijadikan dasar pertimbangan hakim.
BACA JUGA: PERBEDAAN KASUS PERDATA DAN PIDANA
- Orang Gila, Meskipun Kadang Ingatannya Terang
Terakhir, orang gila yang kadang-kadang pikirannya terang. Sudah jelas alasannya, karena orang gila tidak cakap dan tidak dapat memahami serta mengingat kejadian dengan benar, disebabkan gangguan mental yang dialaminya meskipun pada masa-masa tertentu terlihat normal atau tidak menunjukkan gejala gangguan jiwa.
Nah, meskipun diatur demikian, Pasal 145 HIR/172 RBg pada praktiknya tidak bersifat mutlak, khususnya pada perkara-perkara yang bersifat kekeluargaan dan perdata tertentu. Contohnya, dalam perkara perceraian. Dalam perkara perceraian, seperti cerai talak atau cerai gugat, keluarga bisa menjadi saksi untuk membuktikan apakah benar pasangan tersebut sudah pisah ranjang, terjadi pertengkaran terus menerus atau alasan lain yang memerlukan penjelasan dari keluarga terdekat.
Oke, kayaknya sudah cukup jelas ya, terkait beberapa kelompok orang yang nggak boleh didengar keterangannya sebagai saksi di pengadilan beserta alasannya, kenapa mereka nggak boleh jadi saksi.
Satu kalimat penutup buat kalian.
“Kalau kamu terlalu dekat, terlalu cinta atau terlalu tahu rahasia orang, mungkin kamu bukan saksi yang dicari hukum, tapi kamu cuma saksi hidup dari kehidupan mereka aja. Cihuy.”