Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2022 tentang Pendistribusian dan Pengawasan Bahan Berbahaya mendefinisikan Bahan Berbahaya (B2) adalah zat, bahan kimia dan biologi, baik dalam bentuk tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara langsung atau tidak langsung, yang mempunyai sifat racun (toksisitas), karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif dan iritasi.
Bahan berbahaya yang kita sebut ‘racun’, sebenarnya sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Ha? Memang iya? Yaps, contohnya racun tikus. Jenis racun ini kerap digunakan para petani untuk menjaga tanaman di sawah mereka agar tidak dimakan hama tikus.
Selain para petani, beberapa warga termasuk kalian, mungkin juga menggunakan racun tikus di rumah untuk menjebak tikus-tikus yang berkeliaran. Yah, meski kadang salah sasaran sih, bukannya tikus tapi malah kucing tetangga yang mati karena makan racun itu. Wkwkwk.
Tapi guys, dari contoh di atas setidaknya kehadiran racun ini tidak selalu merugikan manusia. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa racun juga dibuat untuk tujuan tertentu, yaitu untuk membantu pekerjaan manusia.
Eitss, tapi memang perlu diakui kalau banyak kasus pembunuhan dan bunuh diri juga disebabkan karena racun. Mau nggak mau, eksistensi racun ini harus disikapi sebijak mungkin agar tepat dalam penggunaannya.
Karena seiring perkembangan zaman, membuat distribusi dan penjualan bahan-bahan berbahaya atau racun menjadi semakin liar. Contohnya ketika seseorang hendak membeli obat di apotek. Setidaknya dia harus membawa resep dari dokter untuk obat-obat tertentu. Beda dengan pembelian racun, tidak perlu surat izin, keterangan ataupun resep dokter. Apalagi ada toko online, pembeli bisa check out racun dengan mudah, murah dan cepat.
Lihat deh, kasus pembunuhan anggota keluarga di Jawa Tengah. Pelaku mengakui kalau racun yang digunakan untuk membunuh didapatkan dari toko online. Nah, mudah banget kan untuk mendapatkan racun. Bukannya digunakan dengan tepat, malah digunakan untuk berbuat kriminal. Hadeh.
Tapi ada nggak sih, plus minusnya jika penjualan bahan berbahaya atau racun terus beredar di toko-toko online tanpa adanya pengawasan yang ketat? Ya, pastinya ada dong.
Pertama, dari segi kemudahan. Sebagai seorang konsumen siapa sih, yang nggak senang ketika membeli barang bisa dilakukan dengan mudah dan nggak perlu ribet. Melalui toko online pembelian racun seperti sianida tidak memerlukan resep dan para penjual pada umumnya tidak bertanya apa tujuan dari pembelian tersebut. Kedua, jika dilihat dari segi biaya, harga jual di toko online beragam dan cenderung lebih murah daripada toko konvensional. Ketiga, dari segi kemanfaatan, penjualan berbagai macam bahan berbahaya dapat disesuaikan dengan kebutuhan pembeli.
Seperti yang aku bilang di atas bahwa bahan berbahaya meskipun bersifat racun, tidak melulu merugikan manusia jika digunakan secara tepat. Contohnya, obat tikus tadi.
But, jika membicarakan nilai minusnya nih, pasti tahu dong, kemungkinan terburuknya apa dari penjualan bahan berbahaya. Yap, penyalahgunaannya. Wah, kalau sudah seperti ini sebenarnya balik lagi kepada niat masing-masing ya gaes. Tapi yang perlu digarisbawahi dengan maraknya penyalahgunaan pembelian racun seperti sianida dan arsenik, setidaknya penjual dapat lebih aware akan keamanan konsumennya.
BACA JUGA: SHARE IN JAR KOSMETIK ITU LEGAL ATAU ILEGAL?
Apalagi jika penjualan bahan berbahaya tersebut tidak dilengkapi dengan ijin resmi dari pihak berwenang. Seperti yang telah dijelaskan di Pasal 4 Ayat (1) Permendag Nomor 7 Tahun 2022 menyebutkan dalam melaksanakan pendistribusian B2, DT-B2 sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 3 huruf a wajib memiliki izin usaha B2 dari menteri.
Lebih lanjut, Pasal 1 angka 9 juga menjelaskan bahwa izin usaha B2 adalah perizinan usaha berbasis risiko dengan kode klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia 46653 yang melaksanakan kegiatan perdagangan besar B2. Ya, intinya sih, bahwa pendistribusian B2 harus dilengkapi dengan izin usaha B2 dari menteri perdagangan. Sudah gitu aja.
Oh iya, ada larangan untuk memperdagangkan B2 melalui sistem elektronik. Di Pasal 25 disebutkan kok, kalau distributor terdaftar, perusahaan industri, importir terdaftar dilarang memperdagangkan B2 dengan perdagangan melalui sistem elektronik. Nah loh, yang sudah terdaftar dan memiliki ijin usaha B2 saja tidak boleh sembarangan memperjualbelikan B2, apalagi yang bodong alias nggak punya izin gaes.
Kalau melihat banyak kasus pembunuhan bahkan bunuh diri dengan racun, bisa jadi disebabkan karena adanya perdagangan di luar pengawasan pemerintah. Harapannya sih, pendistribusian bahan berbahaya terutama yang dijual melalui toko online mendapatkan pengawasan dan kontrol lebih baik lagi dari pemerintah.
Ya, setidaknya ada tindakan tertentu untuk mengatur jalannya penjualan bahan berbahaya terutama di toko-toko online. Sehingga dapat mencegah atau meminimalisir penyalahgunaannya.