Guys, guys. Nggak kerasa pemilu sudah mulai dekat nih. Penyelenggaraan pesta demokrasi alias pemilu sudah masuk ke tahap penetapan peserta pemilu loh. Ya, walaupun kemarin sempat geger tuh, masalah verifikasi partai peserta pemilu 2024. Harapannya sih, semoga pemilu 2024 tetap terlaksana.
Oh iya, di artikel ini nggak membahas masalah verifikasi partai peserta pemilu ya, guys. Soalnya ngeri-ngeri sedap gitu. Hih, takuutt. Hahaha. Di sini aku mau mengajak kamu membahas masalah netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN).
Ini menarik untuk dibahas, karena tanpa disadari kenetralan ASN akan berdampak pada kinerja ASN. Yang nantinya tentu akan mempengaruhi tingkat profesionalitas (integritas dan independen) ASN dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Nih, ya, kata Pakde Abdullah Azwar Anas (menteri PANRB), ketidaknetralan ASN tentunya akan sangat merugikan negara, pemerintah dan masyarakat. Target-target pemerintah di tingkat lokal maupun nasional tidak akan tercapai dengan baik akibat dari ASN yang tidak profesional.
FYI, dilansir dari laman ombudsman.go.id, berdasarkan data KASN 2020-2021, sebanyak 2.034 ASN dilaporkan dan 1.596 (78,5%) di antaranya terbukti melanggar serta dijatuhkan sanksi. Di antara yang terbukti tersebut, 1.373 (86%) telah ditindaklanjuti oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dengan penjatuhan sanksi.
Tuh, guys, terbukti kan, kalau nggak sedikit ASN yang perlu dipertanyakan sikap netralitasnya. Padahal netralitas ASN sudah diamanatkan dalam Pasal 2 UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Yang artinya, “Bahwa setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh mana pun dan tidak memihak pada kepentingan siapapun.” Dan ditegaskan juga dalam UU tersebut bahwa ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus politik.
BACA JUGA: PEMILU DAN PIDANA YANG MENGINTAIMU
Bisa dibilang, ASN sebagai poros birokrasi harus bisa mempererat persatuan dan kesatuan bangsa serta menghindari terjadinya konflik kepentingan dengan bersikap netral. Dalam hal ini, ASN tidak menunjukkan kecenderungan mendukung salah satu pihak. Tapi ingat, ASN juga sebagai warga negara yang mempunyai hak memilih. Jadi ASN pun tetap boleh memilih satu pihak dalam pemilu. Memang berat jadi ASN, di satu sisi ASN boleh memilih salah satu pihak, tapi di sisi lain harus netral. Artinya, kenetralan ASN tidak dimaksudkan untuk membelenggu kebebasan ASN.
Nah, netralitas ASN mempunyai tantangan tersendiri di era digital, dimana tidak ada batasan ruang dan waktu.
Wait, wait, kamu pasti pernah dengar istilah “Jarimu harimau mu” kan? Ini akibat dimana semua informasi dapat diakses kapanpun dan di mana pun. Semua dapat dilakukan dalam satu genggaman.
Artinya cara ASN memberi dukungan dalam pemilu mengalami perubahan sesuai eranya. Tanpa menggunakan atribut dan ikut secara langsung pun, sebenarnya dukungan dapat dilakukan. Misalnya nih, hanya dengan mem-follow, share, like, subscribe akun dari salah satu pihak kontestan pemilu, bisa mengindikasikan ASN tidak netral. Kondisi seperti ini bisa menyebabkan membludaknya pelanggaran netralitas ASN.
Nah, untuk menghadapi tantangan netralitas ASN di era digital bisa dengan cara pertama, tidak membagikan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan salah satu pihak ke media sosial pribadi, kedua tidak menyebarluaskan pendapat terkait kebijakan yang memihak salah satu pihak baik media cetak maupun media online, ketiga tidak menanggapi konten terkait salah satu pihak, baik secara lisan maupun tertulis pada media cetak maupun online. Ya, intinya sih, bijak dalam bermedia sosial dan komitmen dari diri ASN untuk bersikap netral.
BACA JUGA: PRO KONTRA SISTEM PEMILU PROPORSIONAL TERBUKA VS TERTUTUP
Membahas masalah netralitas ASN, memang nggak semudah senyummu yang bisa mengalihkan duniaku. IMO, ada catatan dalam pengawasan terhadap pelanggaran yang dilakukan ASN, hal ini terkait netralitas ASN. Walaupun Bawaslu telah menerima laporan adanya pelanggaran oleh ASN, Bawaslu tidak bisa secara langsung menindak ASN yang bersangkutan, guys.
Bawaslu akan merekomendasikan kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Kemudian KASN akan melaporkan pelanggaran kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK). Apabila rekomendasi KASN tidak dilaksanakan, maka presiden melalui menteri PANRB berwenang untuk menjatuhkan sanksi kepada PPK sesuai ketentuan Pasal 33(3) UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.
Nah, ini nih, uniknya penyelesaian masalah netralitas. Jadi karena penindaklanjutan laporan pelanggaran ASN bermuara di PPK yang merupakan pejabat politik dan berasal dari partai politik yang tentunya akan menimbulkan konflik kepentingan. Sangat tampak netralitas ASN dipertaruhkan dengan muara penindaklanjutan laporan.
Ya, walaupun sekarang ada aplikasi SIAP NET (Sistem Informasi Pengawasan Netralitas ASN) sebagai bentuk komitmen Bawaslu dan KASN memperkuat pengawasan Netralitas ASN jelang Pemilu. Harapannya sih, potensi pelanggaran aparatur sipil negara dapat diantisipasi sejak dini. Tapi menurutku itu bukan hal yang istimewa. Kan, memang tugas mereka untuk mengawasi pemilu dan menjaga netralitas ASN. Jadi mau bikin aplikasi kek, mau bikin sayembara kek. Ya, itu memang tugas mereka.
Justru yang perlu diperhatikan adalah masalah penindaklanjutan ketika ada pelanggaran terkait netralitas ASN. Mungkin mengenai penindaklanjutan pelanggaran netralitas ASN bisa diselesaikan di KASN dengan memberikan fungsi ajudikasi agar alur penindak lanjutannya tidak berbelit dan cepat penyelesaiannya. Ya, nggak sih?
CMIIW, ya guys ya. Hehehe.