Okayy, now lets talk about international issue and international law, but in this essay im not gonna use english, just Bahasa biar gak sama-sama mumet ya kan, hahaha. Ada isu terbaru nih, di dunia internasional. Isu yang lagi rame diperbincangkan dalam beberapa portal berita dan banyak media sosial, yaitu soal resenya Negara Vanuatu di Sidang PBB ke-75.
Sebelum bahas soal Vanuatu, saya mau menjelaskan dulu apa itu Sidang PBB. Jadi pada dasarnya PBB bertujuan untuk membentuk kerjasama internasional yang setara dan menjaga kedamaian dunia. Dalam Piagam PBB disebutkan prinsip – prinsip yang dipegang PBB dalam menjalankan tugasnya yaitu, berdasarkan kedaulatan persamaan dalam anggotanya, setiap anggota punya tujuan yang mulia dalam melakukan tugasnya, tidak menggunakan kekerasan atau ancaman ke negara lainnya dan piagam PBB tidak digunakan untuk mengintervensi jurisdiksi domestik dalam negara anggota.
Ada enam badan utama PBB yakni:
- Majelis Umum (General Assembly)
- Dewan Keamanan (Security Council)
- Dewan Ekonomi dan Sosial (Economic and Social Council)
- Dewan Perwalian (Trusteeship Council)
- Mahkamah Internasional (International Court of Justice)
- Sekretariat Jenderal PBB.
Majelis atau Sidang Umum PBB merupakan badan utama PBB, anggotanya adalah seluruh anggota PBB yang saat ini berjumlah 193 negara. Setiap bulan September, seluruh anggota PBB bertemu di General Assembly Hall di Markas PBB di New York untuk sidang dan berdebat, mereka membicarakan kebijakan terkait keamanan, anggaran, keanggotaan, dan diputuskan dalam Majelis Umum dengan ketentuan minimal 2/3 suara mayortitas. Setiap tahun, Majelis Umum memilih presiden untuk memimpin dengan masa jabatan satu tahun.
Sidang PBB tahun ini (28 Septemer 2020) ramai diperbincangkan karena pidatonya Perdana Menteri Vanuatu Bob Loughman yang menuduh Indonesia melakukan pelanggaran HAM di Papua. Menyuarakan gerakan separatis di Papua dan Papua Barat sejak 2016 hingga saat ini.
Mungkin belum banyak yang tahu tentang Negara Vanuatu. Sebuah negara kepulauan yang terdiri dari rangkaian empat pulau utama dan 80 pulau-pulau kecil berbentuk Y, dengan bentangan luas 1.100 kilometer yang terletak di antara Kaledonia Baru dan Fiji di wilayah Pasifik Selatan.
Saat menyampaikan hak jawab atas tuduhan pelanggaran HAM yang dilontarkan oleh Negara Vanuatu tersebut, Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa Vanuatu bukan perwakilan warga Papua. “Anda bukanlah representasi dari orang Papua, dan berhentilah berfantasi untuk menjadi salah satunya,” kata Silvany Austin Pasaribu, diplomat muda yang mewakili Indonesia menggunakan hak jawab di Sidang Umum PBB tersebut.
Poin penting dalam statement Silvany Austin Pasaribu, seorang diplomat muda dalam Sidang Umum PBB kepada Vanuatu adalah, Indonesia telah meratifikasi konvensi internasional tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial, sementara yang menarik bahkan Vanuatu belum menandatanganinya.
Bagaimana seseorang bisa berbicara tentang mempromosikan hak masyarakat adat bahkan ketika negara itu (Vanuatu) tidak menandatangani perjanjian internasional tentang hak sosial, ekonomi dan budaya.
Lebih penting lagi, Vanuatu belum menandatangani meratifikasi konvensi melawan penyiksaan dan perlakuan atau hukuman yang tidak manusiawi atau merendahkan martabat lainnya yang kami serukan kepada pemerintah.
BACA JUGA: AGENDA ASING DI BALIK BISNIS PENGENDALIAN TEMBAKAU
Ternyata oh ternyata, Negara Vanuatu belum menandatangani dan meratifikasi konvensi internasional menyangkut masalah yang mereka suarakan di sidang PBB untuk Indonesia khususnya HAM. Hal ini tentu membuat kita yang melihat dan mendengar statement mereka seakan jadi gemes. Bagaimana bisa negara sendiri saja belum diurus, namun mereka mengurusi masalah negara lain. Mereka seakan merusuhi urusan dan kedaulatan negara lain, dan tentu saja hal itu tidak sesuai dengan konsep kedaulatan negara.
Konsep kedaulatan negara juga menjadi dasar salah satu doktrin hukum yang dikenal dengan Act of State Doctrine atau “The Sovereign Act Doctrine.” Doktrin hukum yang muncul pada abad ke sembilan belas (XIX) ini menegaskan, “Every sovereign State is bound to respect the independence of every sovereign State, and the courts of one country will not sit in judgment on the acts of the government 6 of another done within its own territory.” Menurut Act of State Doctrine, setiap negara berdaulat wajib mengormati kemerdekaan negara berdaulat lainnya. Pengadilan domestik suatu negara tidak berwenang mempertanyakan tindakan pemerintahan negara berdaulat lain yang dilakukan di wilayahnya. Nah, dari ketentuan ini jelaskan bagaimana konsep kedaulatan negara.
“PBB tidak digunakan untuk mengintervensi jurisdiksi domestik dalam negara anggota.” Inilah poin penting yang harus diperhatikan dalam Piagam PBB, dalam kasus ini Vanuatu terlalu mengintervensi masalah yang ada di Indonesia, khususnya dalam hal kedaulatan negara. Yaa gampangnya, gak usah terlalu nyiyir kalau gak ada bukti yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan gitu lhoo, just simple like that, don’t talk randomly if you don’t know the truth.