homeKulikREVISI UU PILKADA: OBRAK-ABRIK TATANAN NEGARA, UNTUNG NGGAK JADI

REVISI UU PILKADA: OBRAK-ABRIK TATANAN NEGARA, UNTUNG NGGAK JADI

#KawalPutusanMK dan gambar garuda dengan kalimat “Peringatan darurat” terus memenuhi social media. Nggak ada asap kalau nggak ada api. Kali ini rapat kerja (raker) Baleg DPR RI hari Rabu tanggal 21 Agustus 2024, jadi penyebabnya.

Batas Usia Calon kepala Daerah: Kontroversi revisi UU Pilkada

Pasti sudah pada tahu kan masalah revisi UU Pilkada, yang katanya aturan ini diubah demi seseorang. Aku nggak akan bahas soal perpolitikannya, tapi membahas dari sisi Hukum Tata Negara, yang tatanannya lagi diobrak-abrik.

Singkat cerita, DPR RI lebih memilih putusan MA dari pada putusan MK dalam merevisi Pasal 7 Ayat (2) huruf e UU Pilkada yang mengatur tentang batas usia calon kepala daerah. In case, MA dan MK beda pandangan soal batas usia calon kepala daerah, MA melalui putusan MA No. 23 P/HUM/2024 memaknai kalau syarat minimal usia calon kepala daerah itu “Terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih.”

MK sebenarnya tidak menafsirkan Pasal 7 Ayat (2) huruf e UU Pilkada seperti MA, justru MK menolak permohonan untuk menafsirkan pasal itu melalui Putusan No. 70/PUU-XXII/2024. Tahu alasannya? Dalam pertimbangannya MK bilang kalau persyaratan batas usia itu harus dipenuhi pada proses pencalonan, yang muaranya bakal calon itu ditetapkan sebagai calon. Bahkan MK bilang secara pendekatan historis, sistematik, praktik selama ini dan perbandingan norma ini sudah jelas, terang-benderang, bak basuluh matohari, cetho welo-welo. Kebayang nggak tuh, gregetnya hakim MK, sampe semua perumpamaan keluar.

BACA JUGA: SENG ADA LAWAN! MARILAH HUSNUDZON SAMA ATURAN USIA MINIMAL PILKADA! KALO KITA DIPRANK GA JADI NYALON, GIMANA?

Trus, tahu nggak, apa dasar DPR RI lebih memilih putusan MA ketimbang MK? Ini nih, kata-kata pimpinan rapat Raker DPR RI “Itu kan sebenarnya tergantung kita. Perintah di MK itu ya menolak, gitu aja kan? Artinya, ada yang lebih detail itu di putusan MA” dan akhirnya setuju deh.

Ini nih, kalo kebiasaan cuma thumbnails berita dibawa ke rapat. Kok, bisa-bisanya sekelas perancang undang-undang baca putusan cuma amarnya. Padahal Ratio decidendi MK menolak sudah jelas banget loh. Lagian sejak kapan sih, materi muatan undang-undang ada putusan MA, di Pasal 10 Ayat (1) huruf D UU NO. 12 Tahun 2011 bilang, kalau materi muatan undang-undang salah satunya tindak lanjut atas putusan MK. 

Sudah seharusnya saat membuat undang-undang DPR RI itu merujuk putusan MK, jadi DPR RI bisa ngeliat mana produk mereka yang bertentangan sama UUD 1945. Bukannya malah merujuk putusan MA, yang konteksnya sedang uji materiil peraturan di bawah undang-undang, kok malah dijadikan rujukan revisi undang-undang. Kan, nggak make sense

Ambang Batas Pilkada : Putusan MK yang diabaikan?

Berikutnya adalah pembahasan soal ambang batas pencalonan di Pilkada yang  ditafsirkan ngawur oleh DPR RI. Sebelumnya MK melalui Putusan No. 60/PUU-XXII/2024 itu merubah ketentuan ambang batas pilkada dengan memperbolehkan seluruh partai politik peserta pemilu untuk mengajukan calon dengan ambang batas  sesuai proporsi jumlah daftar pemilih tetap di masing-masing daerah. 

BACA JUGA: GA PERLU DIANULIR! PILKADA BISA KOK, DILAKSANAKAN MENGGUNAKAN PUTUSAN MK, KAN PEMILU PERNAH!

Bukannya mengikuti putusan itu, DPRI RI justru bikin rumusan yang jauh berbeda dari putusan MK. Intinya, partai politik yang memiliki kursi di DPRD bisa mengajukan calon kalau memenuhi syarat 20% atau 25% dari akumulasi suara dan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD bisa mengajukan calon dengan ambang batas  sesuai proporsi jumlah daftar pemilih tetap di masing-masing daerah. Trus, di mana masalahnya?

Masalahnya rumusan ini justru memunculkan diskriminasi baru, karena ambang batas terbagi menjadi partai politik yang memiliki kursi dan yang tidak. Berbeda dengan semangat putusan MK yang tidak membedakan itu dengan memakai frasa “Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu.

Jelas banget kan, upaya DPR RI ini untuk membegal putusan MK, sampai-sampai aturan pembentukan undang-undang pun diterabas. Tapi info terakhir sebelum tulisan ini naik sih, DPR batal mengesahkan revisi UU Pilkada yang meresahkan. 

Ya, semoga revisi UU Pilkada ini beneran nggak jadi disahkan, karena kalau sampai jadi, tatanan hukum kita bisa makin kacau. Tapi di sisi lain, kita juga harus waspada. Jangan sampai nanti tiba-tiba muncul Perpu atau skema lain yang malah bikin kondisi makin ruwet. Pokoknya, kita terus kawal dan kritisi revisi UU Pilkada ini agar tatanan hukum negara tetap terjaga dan tidak semakin diobrak-abrik.

Sekali lagi tulisan ini bukan tentang pilihan politik atau membela kepentingan politik kelompok tertentu, tapi tentang bagaimana seharusnya berpolitik sesuai aturan. Kalau kita biarkan saja kelakuan model begini, pasti ke depannya makin banyak ulah politikus mengangkangi konstitusi.

Dari Penulis

JANGAN BURU-BURU! PERHATIKAN 6 HAL INI SEBELUM MEMBELI TANAH!

Udah cek legalitasnya belum? Jangan buru-buru!

5 JENIS HAK ATAS TANAH YANG PERLU KALIAN TAHU!

Jadi, udah siap buat pilih hak tanah kamu?

TerkaitRekomendasi buat kamu
Artikel yang mirip-mirip

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Dari Kategori

Klikhukum.id