Statement Pak Joko Widodo soal, “Masyarakat harus lebih aktif menyampaikan kritik, masukan ataupun potensi maladministrasi dan para penyelenggara pelayanan publik juga harus terus meningkatkan upaya perbaikan-perbaikan kinerjanya,” pada saat sambutan di Laporan Akhir Tahun Ombudsman RI, Senin, 8 Februari 2021, menimbulkan perbincangan di berbagai kalangan. Tidak sedikit yang menilai hal itu tidak sesuai dengan kebijakan-kebijakannya.
Eh, ini kan negara demokrasi ya? Jadi menyampaikan pendapat/kritik terhadap pemerintah itu hak kita dong, lah kok pak presiden sampai minta hak kita untuk digunakan? Apa selama ini kita belum menggunakan hak itu ya? Kurang banyak kali ya, masyarakat yang dilockdown setelah mengkritik pemerintah, mmmh.
Atau mungkin pemerintah merasa sekarang ada jarak dengan masyarakat dan ini cara pemerintah untuk lebih dekat? Yaa, adanya jarak itu mungkin akibat social distancing. Contohnya ni, masyarakat berusaha mendekat dengan cara turun ke jalan alias demo, eh pemerintahnya menjauh sampe nggak ada kabar. Mbok ya, kalau nggak suka tu bilang, jangan ngilang dong pak buk
Indonesia sebagai negara demokrasi konstitusional, menjamin kebebasan berpendapat melalui Pasal 28 E Ayat (2) dan Ayat (3) UUD NRI 1945. Jadi nggak usah resah kalau mau mengkritik, iya kan?
Eh, tapi emang apa sih, yang mau dikritik dari pemerintahan. Wong kerjanya udah juooss kok, nggak percaya? Nih yaa,kemarin sempet heboh soal menteri yang merangkap jabatan (sebagai pejabat publik juga tentunya), menurutku itu menandakan kalau menteri tersebut punya jiwa melayani masyarakat sangat tinggi, buktinya sampai merangkap jabatan gitu kok. Hehehe, bercanda jabatan.
BACA JUGA: PERGULATAN POLITIK ALA OLIGARKI
Masih kurang bukti kalo pemerintah kerjanya elok banget? Tuh, liat wakil rakyat kita pas lagi nyusun rancangan undang-undang aja bisa kilat banget. Bahkan rela begadang buat mengesahkan jadi undang-undang, kuat banget etos kerjanya, sampe ngesahinnya tengah malem banget.
Itu bukti nyata kerja wakil rakyat kita, iya kan?? Pokok e kerja, kerja, tipes!! Eh, mosok pejabat sampai tipes sih, kan tunjangan fasilitas kesehatannya wes joss banget *eeh. Wes ah, malah ngelantur.
Ngomongin pelayanan publik seperti yang disentil Pak Jokowi, pada setuju nggak sih, kalau pelayanan publik merupakan bentuk konkrit kehadiran negara di tengah-tengah masyarakat? Kalau aku sih, setuju banget.
Nah, biar penyelenggaraan pelayanan publik menjadi lebih baik dan semakin berkualitas, tanpa perlu kritikan dari masyarakat seharusnya juga merubah jiwa pejabat pemerintah dari ‘dilayani’ ke jiwa mau ‘melayani.’
Biar makin josss, jiwa melayani juga harus dibarengi dengan pemahaman prinsip pejabat pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dalam menyelenggarakan pelayanan publik, pemerintah harus memperhatikan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).
Weeits, apa tu AUPB? Pasal 1 angka 17 UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, menyebutkan AUPB adalah prinsip yang digunakan sebagai acuan penggunaan wewenang bagi Pejabat Pemerintahan dalam mengeluarkan keputusan dan/atau tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Memangnya asas apa aja sih, yang termasuk AUPB itu? Yuk, kita lihat di Pasal 10 UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
a. Kepastian Hukum.
Adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan ketentuan peraturan perundang-undangan, kepatutan, keajegan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan pemerintahan.
b. Kemanfaatan.
Manfaat yang harus diperhatikan secara seimbang antara kepentingan individu yang satu dengan kepentingan individu yang lain; kepentingan individu dengan masyarakat; kepentingan warga masyarakat dan masyarakat asing; kepentingan kelompok masyarakat yang satu dan kepentingan kelompok masyarakat yang lain; kepentingan pemerintah dengan warga masyarakat; kepentingan generasi yang sekarang dan kepentingan generasi mendatang; kepentingan manusia dan ekosistemnya; kepentingan pria dan wanita.
c. Ketidakberpihakan.
Asas yang mewajibkan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan dengan mempertimbangkan kepentingan para pihak secara keseluruhan dan tidak diskriminatif.
d. Kecermatan.
Asas yang mengandung arti bahwa suatu Keputusan dan/atau Tindakan harus didasarkan pada informasi dan dokumen yang lengkap untuk mendukung legalitas penetapan dan/atau pelaksanaan Keputusan dan/atau Tindakan sehingga Keputusan dan/atau Tindakan yang bersangkutan dipersiapkan dengan cermat sebelum Keputusan dan/atau Tindakan tersebut ditetapkan dan/atau dilakukan.
e. Tidak menyalahgunakan kewenangan.
Adalah asas yang mewajibkan setiap Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak menggunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi atau kepentingan yang lain dan tidak sesuai dengan tujuan pemberian kewenangan tersebut, tidak melampaui, tidak menyalahgunakan, dan/atau tidak mencampuradukkan kewenangan.
f. Keterbukaan.
Asas yang melayani masyarakat untuk mendapatkan akses dan memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara.
g. Kepentingan umum.
Asas yang mendahulukan kesejahteraan dan kemanfaatan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, selektif dan tidak diskriminatif.
h. Pelayanan yang baik.
Biaya yang jelas, sesuai dengan standar pelayanan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BACA JUGA: DEMO UNTUK DEMOKRASI
Kalau kata sang illustrator klikhukum.id sih, “Gak perlu kritik, berkaca saja sudah cukup.” Jadi di sini pak presiden tidak perlu repot-repot menganjurkan masyarakat untuk mengkritik pemerintah, tapi lebih menekankan kepada pemerintah untuk memegang AUPB dalam menyelenggarakan pelayanan publik. Yaaa, rajin-rajin berkaca aja biar rakyat tidak disebut anti pemerintah karena banyak komen.
Mencari jalan keluar tanpa mengkritik sebenarnya sangat bisa banget kok, kan aturannya sudah jelas dalam UU No. 30 Tahun 2014. Jadi para penyelenggara pemerintah yang melakukan pelayanan publik mestinya sudah khatam sama aturan tersebut. Nggak cuma khatam teori aja, tapi juga kudu diimplementasikan. Dijamin deh, masyarakat makin tambah tertib dan pelayanan publik akan berjalan sebagaimana mestinya.