Sebelum ada pandemi, salah satu hobiku di akhir pekan adalah ngemall sama temen atau keluarga. Biarpun gak belanja, bisa jajan tipis-tipis udah bahagia. Itu dulu, sekarang mana bisa. Apalagi di masa PPKM gini, mall-mall pada tutup.
Ada kebiasaan baru alias new normal dalam dunia belanjaku. Kalo dulu jajan atau belanjanya offline di mall atau toko-toko, sekarang aku lebih suka belanja online. Dengan instal aplikasi market place, barang apapun bisa aku dapetin. Gak perlu pergi jauh-jauh, di rumah aja, nanti pak kurir segera mengantar paketnya.
Beberapa bulan yang lalu, mungkin sekitar awal tahun kali ya, aku diprovokasi Ipung Prahay buat mengaktivasi akun paylater di sebuah aplikasi market place. Sebagai seorang pengacara yang katanya termasuk profesi berisiko, selama ini aku emang gak pernah sukses mengajukan aplikasi kredit apapun, termasuk kartu kredit. Nah, karena kali ini aku sukses mengaktifkan akun buat kredit-kreditan, jadi pas akun paylaterku diapprove, rasanya bangga luar biasa.
Setelah aku kepo-kepoin, pantes aja aku gampang mengaktifkan fitur paylater. Rupanya meskipun konsep paylater itu mirip dengan konsep kartu kredit, namun ternyata paylater itu belum mengadopsi prinsip kehati-hatian dan mitigasi risiko layaknya perbankan. So, gampang aja aktifin paylater, tinggal verifikasi akun, unggah ktp, foto selpi, uda gitu doang.
Paylater di Indonesia gak baru-baru banget sih, karena aku tau fitur paylater pertama kali dari aplikasi traveloka beberapa tahun yang lalu. Nah, perkembangan era digital yang begitu pesat di Indonesia, rupanya belum bisa diimbangi dengan regulasi yang mumpuni.
BACA JUGA: SUPER APPS LAHIR DARI ATURAN DATA PRIBADI
Buat yang belum tau apa itu paylater, aku jelasin dikit ya. Jadi Paylater merupakan layanan pinjaman online tanpa kartu kredit yang memungkinkan konsumen membayar suatu transaksi di kemudian hari, baik dengan sekali bayar ataupun dicicil. Yaa, namanya juga pay (bayar) later (nanti).
Paylater ini masuk dalam kategori fintech alias financial technology. Tau sendirikan, gimana carut marutnya dunia per-fintech-an di Indonesia. Ada banyak fintech ilegal, banyak korban fintech yang stres, bahkan sampai bunuh diri. Yap, semua itu terjadi karena belum ada regulasi yang jelas terkait fintech. sejauh ini fintech di Indonesia diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK), salah satunya diatur dalam POJK No. 13/POJK.02/2018.
Tawaran menggunakan fintech semacam paylater ini selalu menggiurkan, buktinya meskipun aku masih punya cukup tabungan untuk jajan tipis-tipis, tapi tetep aja aku penasaran buat nyobain fitur paylater. Setalah dicoba sekali, yaaa tau sendirilah, pasti ada efek sampingnya.
Setelah aku nyobain dan memikirkan dengan cermat dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, setidaknya aku menemukan beberapa risiko menggunakan fitur paylater dalam sebuah aplikasi market place. Apa aja ya, sini aku kasih tau.
Pertama, jadi lebih konsumtif.
Menjadi konsumtif adalah efek samping utama yang aku rasakan. Karena ngerasa bisa beli sekarang bayarnya nanti, jelas aja nafsu untuk belanja makin menggebu-gebu.
Ada semacam dorongan impulsif dan bisikan setan yang bilang, “Udah beli aja, bisa bayar bulan depan kok.” Wahh, bahaya. Perilaku konsumtif jika dibiarkan, bisa membahayakan keuangan negara. Ehh, keuangan kita.
Kedua, masuk dalam blacklist SLIK OJK
Risiko yang mungkin saja kita alami jika mengaktifkan fitur paylater adalah gagal bayar. Nah, kalo udah gagal bayar, maka kita bakal mendapatkan masalah yang bertubi-tubi. Selain bunga yang terus menumpuk, dikejar-kejar debt collector online, diomelin sama temen-temen yang ikut diteror debt collector online dan yang paling parah adalah nama kita bakal masuk dalam blacklist SLIK OJK.
SLIK OJK adalah singkatan dari Sistem Layanan Informasi Keuangan OJK. Kalo dulu kita kenal dengan istilah B.I Checking. SLIK adalah sistem informasi yang pengelolaannya di bawah tanggung jawab OJK yang bertujuan untuk melaksanakan tugas pengawasan dan pelayanan informasi keuangan, yang salah satunya berupa penyediaan informasi debitur (iDeb).
BACA JUGA: CARA MENAGIH HUTANG YANG BAIK DAN BENAR
Dampak kalo nama kita masuk dalam daftar blacklist SLIK OJK adalah nama baik kita di dunia perbankan hancur lebur. Kita gak bakal pernah lagi dapet kesempatan pinjam uang dari seluruh lembaga finansial di Indonesia. Jadi kalo kita gak bayar tagihan paylater kita, jangan mimpi dapat pinjaman buat KPR atau pinjaman dari lembaga finansial resmi lainnya.
Btw, risiko ini cuma terjadi kalo kita punya tanggungan hutang ke fintech yang legal ya. Kalo fintech ilegal, karena gak terdaftar di OJK, tentu saja gak bakal berdampak terhadap SLIK OJK.
Ketiga, menjadi korban peretasan.
Nah, ini juga risiko yang ngeri-ngeri sedap sih. Namanya juga dunia digital, mungkin banget kan data kita bakal diretas. Aku sempet baca curhatan dan keluhan beberapa orang yang mengalami peretasan akun paylater di website mediakonsumen.com.
Modusnya bisa macam-macam loh, bisa dengan cara meretas email lalu pelaku menggunakan akun paylater korban untuk bertransaksi. Bisa juga lewat telepon, SMS, atau email nyasar meminta kode One Time Password (OTP). Umumnya ada iming-iming hadiah atau undian hadiah palsu.
Bahayanya kalo sampai kita masuk perangkap pelaku hack, bukan hanya akun paylater doang yang dibobol. Rekening bank, kartu kredit, bahkan saldo dompet digital kita pun bisa disikat habis. Aduhhhh, bisa amsyong.
Itulah beberapa risiko yang mungkin saja dialami jika kita menggunakan fitur paylater. Jadi kudu hati-hati banget ya gaes. Intinya lebih berhati-hati lagi ya. Semoga semua tetap aman dan terkendali.