Isu terorisme kembali mengguncangkan negeri yang (on the way) makmur ini. Duka atas kejadian bom bunuh diri di Makassar hari minggu kemarin pun belum pulih, eh ternyata muncul teror lagi dan kali ini yang jadi sasaran adalah markas besar kepolisian.
Rabu 31/3 terjadi insiden baku tembak dengan seseorang (diduga teroris) yang membawa pistol. Kalau dipikir-pikir, kok berani banget melakukan aksi tembak-menembak di sana. Hhmmm, mungkin dia kira Mabes Polri tempat ngadain turnamen GTA kali ya. Wehehe.
Tindakan kayak gitu tu nggak bisa dibiarkan. Miris memang di tengah situasi negara yang tengah melawan pandemi, juga harus melawan paham dan tindakan terorisme yang semakin menjadi. Memangnya apa sih,yang dimaksud terorisme itu?
Nih, bersumber dari Black’s Law Dictionary, dijelaskan bahwa terorisme adalah kegiatan yang melibatkan unsur kekerasan atau yang menimbulkan efek bahaya bagi kehidupan manusia yang melanggar hukum pidana. Yang jelas dimaksudkan untuk: a. mengintimidasi penduduk sipil; b. memengaruhi kebijakan pemerintah; c. memengaruhi penyelenggaraan negara dengan cara penculikan atau pembunuhan.
Selain itu di dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 2018 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Pasal 1 angka 2 menyebutkan terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik atau gangguan keamanan.
Dilihat dari pengertiannya aja udah ngeri-ngeri sedep gitu kan ya. Tapi kita nggak boleh nyerah gitu aja teman-temanku yang budiman, kita harus semangat menjaga keamanan negara ini. Ingat, kalau di UUD NRI 1945 Pasal 30 jelas menyebutkan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.” Jangan sampai pelaku-pelaku tersebut merasa aman nyaman damai sejahtera hidup di negara yang mudah lupa dan pemaaf dengan aksi mereka.
Yaa memang sih, kekuatan utama dalam usaha pertahanan dan keamanan negara itu dilaksanakan oleh TNI dan Kepolisian, tapi rakyat itu sebagai kekuatan pendukung. Nah, sebagai rakyat biasa kita harus di garda terdepan untuk mencegah paham terorisme. Trus gimana caranya?
Proudly present, Strategi Mencegah Paham Terorisme ala klikhukum.id
Pertama, Menjadi K-Pop Garis Keras
Sek, sek, sek, di sini bukan berarti aku nggak cinta kebudayaan Nusantara. Tapi ini tu gimmick aja, ya ngikutin trend gitulah. Menurutku, ini alasan yang pas, misal kamu ketemu dengan sekelompok orang yang menceramahi dan selalu menjanjikan surga atau mengajarkan kalau membunuh adalah jalan menuju surga. Kamu bisa menolak ajaran itu dengan alasan.
“Mas/Mba, atau Akhi/Ukhti, kalau membunuh adalah jalan menuju surga, sekarang juga Mas/Mba aku bunuh ya.” Hahaha bercanda.
Yaa, misal kamu bisa bilang “Saya ini K-Popers garis keras, daripada dijanjikan ketemu surga dengan segala kenikmatannya, lebih baik dijanjikan ketemu BTS atau dijanjikan bisa nonton drakor seharian tanpa gangguan, itu kenikmatan tersendiri buat aku kok.”
Wes pokok e apapun tanggapan dia, kamu jawab dengan seputar dunia K-Pop. Nah, nanti kalau dia masih rewel, tinggalin aja. Bilang aja kalau PR drakormu masih banyak, hahaha.
Kedua, Bertindak Menjadi Seorang Pengagum Budaya
Selain alasan bahwa kamu adalah K-Popers garis keras, stategi untuk menghadapi kaum-kaum pengagum ideologi terorisme entah berawal dari radikal atau tidak. Point of view sebagai pengagum budaya menurutku paling pas. Selain budaya memang sangat melekat di Indonesia, strategi ini juga bisa meyakinkan kalau jiwa nasionalismu tinggi, misal kayak gini nih.
“Mas/Mbak atau Akhi/Ukti, kalian pernah mendengar dongeng maling kundang tidak? Dia aja gara-gara tidak mengakui ibunya saja dikutuk jadi batu loh. Lah ini kalian malah mengkafirkan sesame dan rela membunuh. Dampaknya kalian bukan hanya dikutuk jadi batu, tapi bakalan dikutuk jadi batu fosil. Bukannya jadi penghuni surge, tapi jadi penghuni aquascape.”
Ketiga, Bertindak Menjadi Orang Hukum yang Normatif
Alasan yang terakhir ini sedikit butuh ekstra belajar dulu ya, hehe. Setidaknya kamu kenal dan tau kalau ada undang-undang pemberantasan tindak pidana terorisme. Yaa, kenal aja dulu, masalah jadian atau enggak itu urusan belakang. *Lhoh, opo too iki, hahaha. Jadi gini, kalau kamu menghadapi mereka strategi jawaban yang paling mutakhir adalah.
“Mas/Mbak atau Akhi/Ukti, maaf ya sebelumnya. Terorisme sudah jelas dilarang loh, dalam UU No. 15 Tahun 2018 dan ancaman hukumannya adalah pidana mati. Udah jelas-jelas UUD nyebutin kalau ‘tiap-tiap orang itu punya hak dan kewajiban ikut serta dalam usala pertahanan dan keamanan negara.’ Lah, kalau misal jadi teroris opo yo nggak sesuai dan melanggar aturan? Mbok dipikir kamu hidup di Indonesia loh, mosok sama konstitusi aja nggak setia, apalagi kalau sama pasangan.”
Nah, jadi gimana dengan strategi-strategi di atas. Ya, memang belum maksimal sih. Tapi paling tidak, kita sudah berusaha menjadi kekuatan pendukung untuk mempertahankan dan mengamankan negara. Intinya apapun dan siapapun kamu, bisa ikut turut mencegah paham dan tindakan terorisme dengan kemampuan dan style yang dimiliki. Dan dalam mencegah paham tersebut yang terpenting dari diri kita sendiri. Harus percaya kalau menyakiti orang ntah, lahir maupun batin itu dosa, apalagi kalau lahir batin, double kan dosanya. Hahaha.
“Terrorism is the war of the poor”-peter ustinov-