Once upon a time, di sebuah warung bakso andalan yang terletak di deket Pasar Rejodani, tepatnya di sebelah jembatan ‘kesabaran,’ karena agak sempit dan mampu melatih kesabaran serta toleransi para pengguna jalan yang lewat. Sekali-kali kalo lewat jembatan itu tengok arah timur laut, nah di situ warungnya ndes.
Di warung bakso dengan menu andalan bakso isi keju dan tetelannya yang ternyata dimandori oleh seorang editor film kenamaan Indonesia, sedang terjadi obrolan seru antara tokoh kesayangan kita bersama Foxtrot Sarjana Hukum dan kompatriot serta rekan kekanak-kanakannya yang agak minus kelakuannya. Yoi, the one and only Gombloh, manusia no box.
Mereka sedang terlibat pembicaraan masygul perihal kejadian beberapa waktu lalu, tentang sepasang suami istri di daerah Sumatra Utara sana yang berniat mengembalikan hp, tapi malah dijadikan tersangka dan dimintai uang tebusan oleh oknum aparat penegak hukum.
“Trot, deloken iki (liat ini) Trot. Ada potensi abuse of power dari negara melalui aparatur penegak hukumnya iki Trot. Wes jelas nek iki (udah jelas kalo ini) pasti lagi-lagi aparat sewenang-wenang dalam melakukan penegakkan hukum! Mentang-mentang pake seragam dan bawa senpi Trot!” ujar Gombloh berkuah-kuah sambil nyendokin bakso isi telur beserta ubo rampe ke mulutnya.
“Jinguk, idumu (liurmu) muncrat ki lo Mbloh! Sempak jaran koe!”
“Eh, kamu makan bakso kenapa idumu mambu (bau) bangke ayam Mbloh.”
“Halah malah komen masalah idu segala kamu Trot. Namanya juga gak sengaja, saking semangatnya baca berita ini lo,” sanggah Gombloh.
“Hesjan, gak bisa diajak diskusi ilmu dan ilmiah koe Trot. Oiya, kemarin aku habis makan ayam kenduren dari 1000 harinya Lek Sri, mungkin sisa-sisanya masih ada tadi pas muncrat Trot.”
“Gayamu ngajak diskusi ilmiah, mikir rumus segitiga ABC aja meriang og koe Mbloh!”
“Lagian kalo baca berita itu ditelaah lagi Mbloh, jangan ditelen mentah-mentah, kayak kamu ngeleg pentol bakso isi kejumu ini.”
“Jaman sekarang harus cerdas jadi netijen. Jangan waton (asal) share link gan, ati-ati kena UU ITE Mbloh,” kata Foxtrot menasehati kawannya yang agak-agak gimana ini.
“Tapi ini beneran Trot, ciyus kie. Yang ngangkat aja portal berita online gede-gede Trot. Mesti A1 lah infonya.”
“Eh, iya gak sih Trot,” kata Gombloh sambil nyendok bakso dari mangkok keduanya.
“Ealah Mbloh, angeng koe iki. Gak gitu juga lah, inget pake analogi di hukum pidana Indonesia itu haram hukumnya.”
“Aparat penegak hukum jaman sekarang ini beda sama jaman baheula. Sekarang aparat gak sembarangan netapin seseorang jadi tersangka. Ada prosedurnya yang ngatur, ada sebuah proses yang harus ditempuh. Gak bisa sembarangan asal comot orang njuk (lalu) dijadiin tersangka.”
“Nek jarene Bripka R. Gayuh Fahmi Sayekti waktu ngobrol di acara Bilik Hukum tempo hari, untuk menetapkan seseorang jadi tersangka itu gak segampang itu Mbloh. Harus taat asas yang diatur di KUHAP sama Peraturan Kapolri,” sambung Foxtrot sabar dan telaten.
“Pasal 17 KUHAP bilang kalo penangkapan itu hanya bisa dilakukan kepada seseorang yang diduga keras telah melakukan suatu tindak pidana dan dugaan tersebut harus didasarkan pada bukti permulaan yang cukup. Perkap no 12 Tahun 2009 Pasal 66 Ayat (1) pada intinya bilang, kalo penetapan tersangka wajib disertai dengan minimal dua alat bukti, Mbloh.”
“Wah, ribet juga ternyata prosesnya Trot. Trus kalo ada orang ditangkap dan ditetapkan jadi tersangka tanpa melalui prosedur di atas gimana Trot?” tanya Gombloh bingung sambil garuk-garuk celananya.
“Waiki jampesen (jamur selangkangan) koe Mbloh, gak ganti sempak (pakaian dalam) pirang ndino (berapa hari) koe Mbloh?”
“Untuk korban salah tangkap ato yang dijadikan tersangka secara unprocedural bisa ajukan upaya hukum pra peradilan terhadap instansi dan oknum yang melakukan kesalahan tersebut Mbloh,” sungut Foxtrot sambil menatap jijik sahabatnya yang gak jelas itu.
“Itulah pentingnya peran lawyer Mbloh. Gak cuman dampingi klien, lawyer juga punya kewajiban melakukan edukasi hukum bagi khalayak rame Mbloh.”
“Lah mosok sih, Trot? Kui (itu) lawyer, opo guru e Trot kok sampek wajib mengajar segala?”
“Oalah, Gombloh maenmu kurang dalem. Mangkanya lawyer disebut sebagai officium nobile. Sebagai profesi yang mulia, tugas lawyer gak semata-mata cari penghasilan dari perkara, tapi juga punya kewajiban agar masyarakat itu lebih melek hukum. Salah satu bentuk pengabdian dan tanda kecintaan profesi lawyer itu ya melakukan edukasi hukum. Masyarakat yang melek hukum adalah salah satu tanda wellfare state yang haqiqi Mbloh.”
“Di sanalah letak urgensi profesi lawyer Mbloh. Selain mendampingi para pencari keadilan, lawyer juga wajib melakukan edukasi hukum buat masyarakat. Karena pada hakekatnya setiap manusia itu sama di hadapan hukum, punya hak dan kewajiban yang sama. Masyarakat harus sadar bahwa setiap individu ini punya hak hukum yang dilindungi konstitusi, termasuk hak untuk diperlakukan sesuai prosedur dalam proses penegakkan hukum. Biar masyarakat juga gak mudah dibodohi dan ditipu para oknum di luar sana Mbloh.”
“Kalo pikiranmu cuman nyari duit dari perkara itu namanya Lawyer Krupuk Mbloh. Officium nobile harus ditempatkan di hati dan sanubari para lawyer, biar gak hanya prejengan (penampilan) nya yang terhormat, tapi tindak-tanduknya juga harus terjaga.”
“Lawyer Krupuk itu lawyer yang hanya mentingin penampilan luar daripada keilmuan dan jiwa lawyer-nya. Petentang-petenteng ke sana-kemari pake baju dan aksesoris mahal, padahal kelakuannya nipu sana-sini, jilat atas injak bawahan.”
“Lawyer yang ketoke (kelihatannya) terpuji padahal kelakuannya Naudzubillah, hanya menjadikan profesi lawyersebagai batu loncatan buat ngumpulin pundi pangestu rupiah. Kayak krupuk yang keliatannya renyah tapi minim gizinya, tur (tapi) kena angin sebentar jadi lembek masuk angin Mbloh.”
“Kalo koe masuk kelas Lawyer yang mana Trot?” tanya Gombloh.
“Gitu aja pake nanya kamu Mbloh, aku iki lawyer yang rahmatan lil alamin. Lawyer kelas khusus.”
Author Note :
Bakso Bang Goji nama warungnya,
sila di order dari aplikasi pesen makanan online di hpmu ndes.