VOLUNTER VOORIJDER

Bermodalkan niat baik membantu sesama dan sebuah sepeda motor matic keluaran pabrikan Jepang bermesin 155 cc, sistem pengkabutan bahan bakar injeksi, dengan pendingin mesin tipe water cooled dan rem depan anti-lock breaking system berwarna abu-abu dengan plat Sumatra bagian selatan, tidak lupa lampu strobo warna-warni dan sirene, Gombloh dengan gagahnya membelah kemacetan yang terjadi di sebuah sore di ruas jalan protokol di kota pelajar tercinta ini. Gombloh sedang berperan layaknya voorijder yang sedang membuka jalan untuk ambulan. Sosok Gombloh sudah mirip satria berkuda jaman kekaisaran Romawi. Ditambah lagi bunyi sirene ambulan dan sirine motor Gombloh meraung-raung di antara panasnya sore itu. Jadi Gombloh sudah seperti seorang pengendara berpengalaman dalam kawal-mengawal saat keadaan mendesak. Ttootttt tooootttt wiuuu wiuuuuuuu.

Merasa familiar dengan background cerita di atas? Wajar gaes. Kasus seperti itu sering terjadi, ga cuma Gombloh, banyak juga orang berjiwa satria yang semangat jadi voorijder swadaya.

Pengawalan ambulan maupun kendaraan-kendaraan lain dalam keadaan mendesak memang menjadi semacam sebuah fenomena yang sering terjadi di beberapa kota besar di Indonesia. Di beberapa kota mulai berkembang komunitas-komunitas swadaya yang mengkhususkan diri dalam pengawalan kendaraan-kendaraan kegawatdaruratan. Layaknya fenomena lain yang terjadi, semakin masyhur maka semakin banyak pro dan kontra.

Apakah fenomena ini timbul karena ketidaksiapan negara dan aparaturnya dalam menyediakan pelayanan bagi masyarakat yang membutuhkannya?

Banyak pro dan kontra dalam menyikapi persoalan tersebut. Bagi yang pro berdalih bahwa pengawalan yang dilakukan secara swadaya baik oleh individu maupun komunitas kendaraan bermotor sangatlah berguna. Ketika negara sebagai entitas tidak mampu menyediakan sarana dan prasarana dalam melayani masyarakat yang membutuhkan dalam keadaan mendesak, peran voorijder swadaya sangat berarti. Misal dalam suatu waktu ada sebuah ambulan yang sedang membawa pasien yang memerlukan penanganan otw ke rumah sakit terjebak kemacetan dan tanpa pengawalan voorijder dari Kepolisian, maka pengawalan swadaya sangatlah membantu. Banyak pengguna kendaraan khususnya roda dua yang tergerak hatinya untuk membantu membuka dan mencarikan jalan demi kelancaran ambulan sampek di rumah sakit.

BACA JUGA: SURAT TILANG MILENIAL

Di sisi lain banyak juga pihak yang mempertanyakan keabsahan voorijder swadaya tersebut, baik secara legalitas maupun kemampuan dalam melakukan tugas pengawalan. Jangan sampai niat baik membantu melancarkan lalu lintas malah terkesan arrowgun (arogan) bagi pengguna lain. Belum lagi dari sisi keamanan si voorijder sendiri maupun keamanan kendaraan lain yang berpapasan dengan si voorijder.

Apalagi bagi voorijder yang legitimate kadang mendapatkan tanggapan negatif ketika mereka menjalankan tugas resminya, misalnya nih ketika mengawal konvoi rombongan motor gede. Rakjel (rakyat jelata) langsung ngegas, gak adil mosok hanya komunitas motor gede aja yang dikawal, tapi ambulan dan pemadam kebakaran gak dikawal? Heil netijen dengan segala komentarnya!!! Gaass teros aja jel jangan pake rem. Hahahahaa.

Voorijder itu apa sih?

Voorijder sendiri berasal dari bahasa Belanda yang kurang lebih berarti adalah pengawal, kendaraan khususnya roda dua yang berada paling depan bertugas membuka dan mencari jalan serta melakukan pengawalan dalam tugas-tugas tertentu.

Lalu siapa sajakah yang berhak didahulukan dalam berlalu lintas di Indonesia?

Menurut UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, berdasar bunyi Pasal 134, pengguna jalan yang memperoleh keutamaan untuk didahulukan sesuai dengan urutan adalah sebagai berikut :

  1. Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas;
  2. Ambulan yang mengangkut orang sakit;
  3. Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas;
  4. Kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia;
  5. Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta Lembaga Internasional yang menjadi tamu negara;
  6. Iring-iringan pengantar jenasah; dan
  7. Konvoi dan atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Adapun bunyi Pasal 135 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah :

  1. Kendaraan yang mendapat hak utama sebagaimana dimaksud dalam pasal 134 harus dikawal oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan untuk menggunakan isyarat lampu merah atau biru dan bunyi sirine;
  2. Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan pengamanan jika mengetahui adanya pengguna jalan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1);
  3. Alat pemberi isyarat lalu lintas dan rambu lalu lintas tidak berlaku bagi kendaraan yang mendapatkan hak utama sebagaimana dimaksud dalam pasal 134.

Paham ndes? Jadi secara singkat, singkat aja nih jangan panjang-panjang ndak koe bingung, berdasarkan Pasal 134 memberikan jenis-jenis kendaraan pengguna jalan yang mendapatkan keutamaan, sedangkan Pasal 135 menyebutkan bahwa hanya Kepolisian Negara Republik Indonesia saja yang berhak melakukan pengawalan. Bahkan tanpa diminta pun, apabila seorang petugas kepolisian mengetahui adanya pengguna jalan yang membutuhkan pengamanan dan pengawalan dia sebagai seorang polisi wajib melakukan pengamanan dan pengawalan demi kelancaran dan ketertiban. Berat to jadi anggota polisi itu, melakukan tugas mulianya di tengah hujatan kaum netijen hahahahaha. Gitu kok setiap tahun penerimaan anggota polisi masih banyak peminatnya ya, padahal tugasnya berat banget. Gimana gak berat, berbuat baik dibilang pencitraan, berbuat jelek habis dibully netijen.

BACA JUGA: UUPS, SALAH TANGKAP

Secara tegas dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pasal 14 huruf a menjelaskan kalo Polri mempunyai tugas dan tanggungjawab untuk melakukan pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan.

Lebih lanjut dalam Keputusan Kapolri Nomor Polisi : KEP/13/XII/1996 tentang Tugas Satuan Patroli dan Pengawalan, satuan Patwal bertugas untuk menyelenggarakan pengawalan dan pengamanan kendaraan bermotor bagi kepala negara, para menteri apabila diperlukan, para tamu VVIP sesuai kebutuhan, para tamu negara sesuai kebutuhan, pengawalan masyarakat sesuai kebutuhan.

Tuhkan ndes sudah jelas sekali bahwa Polri secara tegas dan ketat mengatur mengenai pengawalan adalah hak dan tanggungjawab Kepolisian.

Apabila ada pihak di luar Polri yang melakukan pengawalan, tanpa bermaksud mengesampingkan niat baik membantu sesamanya, maka dapat digolongkan melanggar Pasal 287 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Bunyi pasalnya cari sendiri ndes jangan males to, males itu sumber kebodohan dan gak ada obatnya.

Hati-hati ndes, jangan sampai niat baikmu ternyata malah melanggar undang-undang. Laksanakan segala sesuatunya sesuai aturan dan kaidah hukum yang berlaku, cuma saran aja lho iki. Nurut alhamdulillah, ngeyel tanggung sendiri.

Sesungguhnya apabila semua pengguna jalan mentaati dan patuh terhadap segala aturan dan kaidah berlalu lintas, kehadiran voorijder swadaya sesungguhnya tidak diperlukan. Pengguna jalan yang sadar dan patuh otomatis akan memberikan akses jalan kepada kendaraan-kendaraan kegawatdaruratan apabila melihat atau mendengar tanda dan bunyi isyaratnya. Nah sekarang tergantung koe ndes, mau jadi pengguna jalan model apa? Model madul yo oleh ndes, sek penting koe bahagiya aku tak engko wae gampang.

Jatya Anuraga
Jatya Anuraga
Alter ego dari sang Foxtrot.

MEDSOS

ARTIKEL TERKAIT

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

DARI KATEGORI

Klikhukum.id