Pertanyaan:
Gaes, mohon pencerahannya dong. Ini terkait kasus kontrak kerja, cerita singkatnya ada pekerja melakukan kontrak kerja dengan sebuah RS dengan upah di bawah standart UMK. Terus dalam kontrak kerja itu ada pasal yang mengatur apabila salah satu pihak melakukan pemutusan hubungan kontrak kerja, maka dikenakan penalti sebanyak jumlah gaji yang belum terlaksana masa kerjanya.
Nah, pencerahan yang saya maksud apakah jika pekerja itu memutuskan hubungan kerja akan dikenakan penalti, dan jika tidak membayar apakah akan diajukan ke pengadilan ? padahal kan gaji yang diterima pun di bawah UMK…
Jawaban:
Siap gaes, kami akan memberikan pencerahan sejauh kemampuan kami yaks, tapi sebelum ke pokok masalah silakan disimak dulu geh artikel yang sudah kami muat dengan judul “KONTRAK KERJA & PRAKTEK TAHAN MENAHAN IJAZAH”, sebelumnya di situ sudah ngebahas loh tentang masalah penalti pemutusan hubungan kerja secara sepihak.
Terkait penalti yang dikenakan kepada pihak yang memutuskan kontrak kerja sebelum masa kontrak habis sebenernya sudah diatur loh gaes, yaitu dalam ketentuan UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, di Pasal 62 UU Ketenagakerjaan yang berbunyi :
“Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya kontrak kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 Ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja wajib membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian”
Itulah gaes, dasar hukum yang digunakan oleh pihak RS untuk mengenakan penalti kepada pekerja yang memutus hubungan kerja sebelum kontrak selesai. Selanjutnya, terkait apakah pihak RS dapat mengajukan ke pengadilan, menurut kami itu merupakan pilihan hukum dari pihak RS. Meskipun UU Ketenagakerjaan mengamanatkan dalam penyelesaian hubungan kerja sebaiknya secara musyawarah untuk mencapai mufakat. (Pasal 136 UU Ketenagakerjaan).
Masalah selanjutnya terkait RS memberikan upah di bawah UMK, dalam hal ini memang ada permasalahan sendiri gaes, mengingat sejatinya amanat Pasal 90 Ayat (1) membenarkan bahwa “Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89.” Namun gaes di pasal 90 Ayat (2) bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum terdapat penangguhan, namun dengan syarat yang berlaku ya.
Standar upah minimum dalam Pasal 89 yaitu : Upah Minimum berdasarkan wilayah provinsi (UMP) atau Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Upah Minimum berdasarkan wilayah sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota.
Selanjutnya bagaimana jika perusahaan itu membandel tidak adanya penangguhan tetapi masih membayar upah di bawah minimum, langkah hukum yang dapat dilakukan adalah mengajukan pengaduan awal ke Lembaga Penyelesaian Perselisihan Industrial dan/atau ke Dinas Ketenagakerjaan di mana perusahaan itu berada.
Kurang lebihnya penjabaran informasinya seperti itu ya gaes, eh btw, dari pada situ cape dengan kondisi kerja, mending berinovasi deh menjadi pengusaha, kecil-kecilan gapapa, sapa tau aja besok jadi besar dan mampu membuka lapangan pekerjaan baru, bener gak tuh gaes.