“I love democracy. I love the Republic.”— Chancellor Palpatine, Episode II: Attack of the Clones.
Star Wars was not only about lightsabers, force, Jedi, and friggin ‘space ships.
Di balik perang bintang ada dunia politik yang sangat kompleks. Bahkan bisa dibilang, seluruh konflik utama dalam Star Wars dimulai bukan karena perbedaan agama atau ras alien, but coz broken government system.
Yap, sebelum ada Darth Vader dan Death Star, semua bermula dari sebuah sistem bernama Galactic Republic—sebuah pemerintahan demokratis yang dalam banyak hal, sangat mirip dengan model federasi modern di dunia nyata. Hanya saja model ini berbeda dengan konsep negara demokratis yang dianut Indonesia sebagaimana tercermin dalam Undang-Undang Dasar 1945.
But, how does this system work? Kenapa pada akhirnya bisa jatuh ke tangan seorang diktator seperti Palpatine? Well, let’s dig in.
BACA JUGA: SELAMAT HARI DEMOKRASI INTERNASIONAL
Republik Galaksi: Bukan Pemerintahan Biasa
The Galactic Republic atau Republik Galaksi, sudah eksis ribuan tahun sebelum event Episode I: The Phantom Menace. Bisa dibilang, ini adalah versi Space UN (United Nations) yang memiliki kekuasaan lebih nyata. Mereka mengatur ribuan, bahkan jutaan sistem planet yang tersebar di seluruh galaksi.
So, imagine that u have one organization yang harus mengelola kepentingan dari spesies dan budaya, bahkan nggak punya kesamaan dasar. Ribet? Very much so.
Republik ini adalah sistem federal, yang artinya setiap sistem bintang atau planet memiliki otonomi, tapi masih tunduk pada hukum dan kebijakan galaksi yang dibuat pemerintah pusat. Coruscant–Planet ibu kota yang seluruh permukaannya adalah kota. Yes, literally satu planet isinya kota semua.
Senat Galaksi, Tempat di Mana Drama Politik Berkembang
At the heart of the Republic, there is Senat Galaksi. Isinya adalah perwakilan dari berbagai planet, sistem atau aliansi sektor. Masing-masing senator menyuarakan aspirasi dan kepentingan wilayah asal mereka.
Tapi jangan berpikir bahwa tempat ini damai dan penuh diplomasi. Justru di sini semua drama politik Star Wars bermula. Intrik, lobi, vote-buying, bahkan manipulasi informasi are daily occurrence. Sistem seperti ini terlalu besar, terlalu kompleks dan sering kali terlalu lambat untuk membuat keputusan. Sounds familiar?
Kemudian muncullah kebutuhan akan seorang pemimpin yang bisa “Mengambil tindakan tegas.”
BACA JUGA: AWAS BAHAYA LATEN BAPER DALAM DEMOKRASI
Supreme Chancellor, Posisi yang Terlalu Powerfull?
Galactic Republic dipimpin seorang Supreme Chancellor atau Kanselir Tertinggi. Jabatan ini sebenarnya seperti ‘presiden’ dalam sistem parlementer. Ia dipilih oleh senat dan bertugas menjalankan kebijakan, memimpin sidang dan mengambil keputusan strategis, terutama saat krisis terjadi.
Masalahnya, dalam masa darurat, Kanselir diberi kekuasaan lebih. Nah, loophole inilah yang dimanfaatkan seorang politikus ambisius bernama Palpatine. Dengan memanfaatkan krisis politik dan peperangan, ia mengkonsolidasikan kekuasaan, memperpanjang masa jabatan, hingga mengubah Galactic Republic menjadi Galactic Empire.
At the end, demokrasi memberi kekuasaan untuk membunuh dirinya sendiri. Ironic?
Jedi adalah Peacekeepers, Not a Military
Republik juga memiliki satu ‘lembaga’ yang nggak kalah penting, The Jedi Order. Para Jedi bukan bagian dari militer resmi, tapi lebih mirip UN peacekeepers—penjaga perdamaian galaksi. Mereka dipercaya, karena integritas, kedewasaan spiritual dan ofc kemampuan mereka dalam The Force.
Jedi sering dikirim ke medan konflik untuk menjadi mediator, menyelamatkan tawanan, bahkan terkadang memimpin pasukan kloning di masa perang.
Di Balik Demokrasi, Pasti Ada Korupsi
Satu hal yang membuat Galactic Republic gagal, bukan karena sistemnya jelek, tapi dikarenakan korupsi yang merajalela. Banyak senator yang lebih peduli pada kepentingan korporasi, industri senjata bahkan kelompok separatis. Proses pengambilan keputusan menjadi lambat, tidak efektif dan gampang dimanipulasi.
Palpatine masuk sebagai sosok yang tegas, visioner dan siap bertindak—sesuatu yang sangat dirindukan dalam sistem demokrasi yang stagnan. Pada akhirnya, publik mendukung pengalihan kekuasaan, karena merasa sistem lama sudah tidak bekerja. And boom, The Galactic Republic was born.
BACA JUGA: DEMO UNTUK DEMOKRASI
Ketika Demokrasi Gagal Menyelamatkan Dirinya Sendiri
Galactic Republic merupakan gambaran fiksi dari demokrasi multinasional, or planets yang ideal. Tapi sayangnya, idealisme saja tidak cukup. Tanpa transparansi, akuntabilitas dan integritas moral dari para pemimpinnya, sistem ini perlahan mulai runtuh dari dalam.
Star Wars secara tidak langsung mengingatkan kita bahwa, bahkan demokrasi tertua sekalipun bisa berubah jika rakyatnya lengah dan membiarkan kekuasaan terkonsentrasi pada satu tangan.
“I see through the lies of the Jedi. I do not fear the dark side as you do!”— Anakin Skywalker, Episode III: Revenge of the Sith