Adakah yang bernasib sama sepertiku? Yang merasa terpaksa dan menyesal masuk fakultas hukum. Aku sih, yakin banyak dari kalian yang merasa seperti itu. Apalagi punya trah keluarga hukum, huft. Mau nggak mau harus nurut apa kata orang tua buat masuk fakultas hukum. Ya, daripada nggak dianggap anak, mendingan nurut ajalah. Meskipun nggak ada pandangan bakal jadi apa setelah menyandang gelar sarjana hukum.
Nah, teruntuk kalian yang nasibnya seperti itu. Aku cuma mau bilang “KAPOK!!” Hahaha.
Tapi tenang guys, kalau kalian terpaksa mendaftar di fakultas hukum dan ternyata kalian lolos. Ya, berarti itu memang takdir. Kalian nggak perlu menyesal apalagi merasa salah jurusan, karena kalian termasuk orang-orang terpilih. Iya, terpilih, terpilih untuk menderita. Hahaha, bercanda.
Aku tahu kok, rasanya pasti berat banget menjadi mahasiswa fakultas hukum yang sebenarnya itu bukan pilihan kita sendiri. Pas mau berangkat kuliah pun pasti rasanya ogah-ogahan, apalagi kalau mata kuliahnya nggak menarik. Hahaha. Bahkan nggak ada pandangan sama sekali setelah lulus bakal jadi apa. Padahal banyak banget profesi hukum. Nggak percaya? Coba deh, baca artikel MASUK JURUSAN HUKUM BISA KERJA APA? Biar kalian ada sedikit pencerahan dan harapan hidup, wehehe.
Sedikit cerita, dulu setelah lulus dari fakultas hukum, aku cukup lama mencari pekerjaan yang “klik” di hati. Ya, kalau kata orang-orang sih, pekerjaan yang sesuai passion. Setelah aku mendaki gunung lewati lembah selama bertahun-tahun, akhirnya aku menemukan pekerjaan yang jarang banget dilirik mahasiswa fakultas hukum. Kenapa aku bilang jarang? Ya, karena teman-temanku termasuk aku nggak ada yang minat. Bahkan mata kuliah ilmu perundang-undangan yang erat dengan pekerjaan ini pun selalu dihindari dengan alasan “Ribet ah.”
Yaps, menjadi legislative drafter alias perancang peraturan.
Mmhh, kalau aku lihat aturan tentang perancang peraturan yaitu di PP Nomor 59 tahun 2015 sih, legislative drafter adalah pegawai negeri sipil (PNS) guys. Tapi di sini aku bukan PNS ya. Loh, kok bisa? Ya, bisa lah. Masak ya, bisa dong. Duren aja dibelah bukan dibedong. Hahaha.
Jadi guys, dulu aku pernah menjadi peneliti di pusat studi hukum konstitusi di salah satu universitas. Ya, kurang lebih dua tahun lah. Selama menjadi peneliti, aku pernah beberapa kali masuk tim perancang peraturan daerah (perda) baik itu perda provinsi ataupun perda kabupaten/kota. Dan kalau kalian tahu, aku merasa bodoh ketika di satu tim cuma aku yang ‘ngah-ngoh’ nggak ngerti apa-apa. Di saat itulah aku ngerasa nyesel banget kenapa dulu waktu ada mata kuliah ilmu perundang-undangan, aku nggak memperhatikan. Hadeh!
Jadi buat kalian yang masih kuliah, tolong perhatikan semua mata kuliah. Karena kita nggak tahu, mata kuliah mana yang bakal jadi jalan rejeki kita. Wehehehe.
Oke, balik lagi ke pengalamanku ya. Pokoknya banyak banget hal yang dipelajari, terutama masalah legislative drafting. Ada hal-hal yang harus diperhatikan ketika menyusun atau merancang suatu peraturan perundang-undangan. Sebenarnya hal-hal itu sudah disebutkan secara detail di Undang-Undang nomor 12 tahun 2011 (UU PPP), beserta perubahannya. Yaps, tentang pembentukan peraturan perundang-undangan. Di situ kalian bisa tahu persis mengenai teknik dan tata caranya. Eits, nggak cuma itu guys, kalian juga perlu referensi buku tentang ilmu perundang-undangan. Kalau boleh ngasih rekomendasi sih, coba baca bukunya Bude Maria Farida tentang teori/ilmu perundang-undangan. Udahlah tuh, bisa jadi kitab kalau lagi nyusun peraturan perundang-undangan. Hahaha.
Ya, menurutku sih, paling nggak ada tiga hal yang harus kalian perhatikan kalau menjadi legislative drafter. Meskipun sebenarnya banyak yang harus diperhatikan.
BACA JUGA: KONSEP OMNIBUS LAW GAK SESUAI DENGAN LEGAL DRAFTING, INI ALASANNYA
Pertama, mengenai ketentuan pidana dalam perundang-undangan.
Dalam Pasal 15 UU PPP menyebutkan bahwa materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam undang-undang, peraturan daerah provinsi (perda prov) atau peraturan daerah kabupaten/kota (perda kab/kota). Ketentuan pidana dalam perda prov atau perda kab/kota, berupa ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Jadi guys, nggak semua peraturan perundang-undangan itu memuat ketentuan pidana ya. Jangan nanti kalian diminta bikin peraturan pemerintah, tapi masukinnya muatan pidana, hadeh.
Kedua, jangan menuliskan kata dalam bentuk ganda.
Hal yang harus kalian perhatikan adalah mengenai ragam bahasa peraturan perundang-undangan. Di BAB III lampiran I UU PPP, menjelaskan ciri-ciri bahasa peraturan perundang-undangan, salah satunya yaitu penulisan kata yang bermakna tunggal atau jamak selalu dirumuskan dalam bentuk tunggal. Contohnya nih, buku-buku ditulis buku, murid-murid ditulis murid.
Ini jadi salah satu pengalaman yang nggak terlupakan sih, kalau ngebahas masalah bahasa. Karena memang harus teliti dan menurutku part tersulit dalam penyusunan peraturan perundang-undangan. Pokoknya sungkem sama orang yang ahli tata Bahasa Indonesia. Hehehe.
ketiga, harus tahu mengenai teknik pengacuan.
Menurutku ini juga jadi tantangan tersendiri sih. Masalah teknik pengacuan ini juga ada di Lampiran I UU PPP. FYI, teknik pengacuan ini untuk menghindari pengulangan rumusan, gitu guys. Salah satunya, teknik pengacuan dilakukan dengan menunjuk pasal atau ayat dari Peraturan Perundang–undangan yang bersangkutan atau Peraturan Perundang–undangan yang lain dengan menggunakan frasa sebagaimana dimaksud dalam pasal … atau sebagaimana dimaksud pada ayat …. Contohnya di Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Pasal 72
(1) Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dilaksanakan oleh penyidik BNN.
(2) Penyidik BNN sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Kepala BNN.
Nah, jadi itu guys, sebagian hal-hal yang harus diperhatikan biar kalian jadi legislative drafter yang berkualitas dan terjamin mutunya. Hahaha. Kalian ada yang punya pengalaman di bidang legal drafting? Coba share dong. Hehehe.
Intinya sih, apapun yang kalian hadapi sekarang, ya jalanin aja dengan hati riang dan gembira. Yakin kalau semua akan indah pada waktunya. Meskipun nggak juga sih, hahaha. Udahlah, nggak nyambung. Bye!