Kalau dilanggar dan merugikan keuangan negara, bisa kena tindak pidana korupsi LOH!
Kalau kamu mahasiswa hukum apalagi yang udah masuk ke PK HAN atau HTN, ini wajib banget dikuasai. Kenapa? Karena dalam dunia hukum administrasi, yang namanya wewenang itu adalah kunci. Salah melakukan tindakan? Bisa digugat ke PTUN atau mungkin juga kalo ada kerugian keuangan negara di dalamnya, bisa kena kasus korupsi loh! Serem, kan?
Nah, makanya sebelum jadi pejabat yang bisa viral karena keputusan ngawur, yuk kita kenali dulu tiga sumber wewenang ini biar gak salah kaprah. Tapi sebelum itu, kita bahas dulu nih,
Kenapa Sih Wewenang Itu Penting Banget?
Kayak yang udah kita tahu, Indonesia adalah negara hukum. Itu artinya, semua tindakan harus berdasarkan hukum termasuk dalam penyelenggaraan negara. Pejabat publik cuma boleh bertindak kalau ada legitimasi hukum dan ini datangnya dari sesuatu yang kita sebut kewenangan hukum.
Apa Sih Sebenarnya Wewenang Itu?
Secara sederhana, wewenang adalah hak atau kekuasaan yang sah untuk melakukan tindakan hukum tertentu. Menurut Bagir Manan, dalam konteks hukum administrasi negara, wewenang adalah dasar dari tindakan pemerintah yang sah dan harus dilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku. Jadi, tanpa wewenang, tindakan pejabat itu bisa dianggap batal atau bahkan bisa jadi pelanggaran hukum.
BACA JUGA: SEBERAPA BESAR SIH KEKUASAAN YANG DIMILIKI SEORANG PRESIDEN? APA AJA BATASANNYA?
Dari Mana Sumber Wewenang Didapat?
Secara hukum, kewenangan pemerintah dapat diperoleh melalui tiga cara kayak yang disebutkan di Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (selanjutnya disebut UU AP), yaitu:
- Atribusi
Atribusi adalah pemberian Kewenangan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau Undang-Undang.
Pasal 12 UU AP nyebutin kalau wewenang yang didapat secara atribusi bersifat asli, dimana organ pemerintahan memperoleh kewenangan secara langsung dari redaksi pasal tertentu dalam UUD 1945 atau undang-undang. Dalam hal atribusi, penerima wewenang bisa menciptakan wewenang baru atau memperluas wewenang yang udah ada.
Terus, pejabat atau badan yang menerima wewenang melalui atribusi bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan wewenang tersebut. Artinya, mereka nggak bisa lepas tangan dan harus mempertanggungjawabkan segala tindakannya terkait wewenang yang diberikan.
Secara umum, wewenang atribusi nggak bisa didelegasikan kepada pihak lain. Tapi, ada pengecualian, kalau diperbolehkan secara khusus sama UUD 1945 atau undang-undang tertentu. Kalo nggak ada aturan yang membolehkan, maka wewenang tersebut harus dijalankan langsung oleh pejabat yang mendapatkannya.
BACA JUGA: CURKUM #157 MENJALANKAN PERINTAH ‘MENYIMPANG‘ DARI ATASAN, DAPATKAH DIPIDANA?
- Delegasi
Delegasi adalah pelimpahan Kewenangan dari Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih tinggi kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih rendah dengan tanggung jawab dan tanggung gugat beralih sepenuhnya kepada penerima delegasi.
Pada delegasi nggak ada penciptaan wewenang, yang ada cuma pelimpahan wewenang dari pejabat yang satu kepada pejabat lainnya. Tanggung jawab yuridis nggak lagi ada pada pemberi delegasi, tetapi beralih pada penerima delegasi.
Jadi, kalau ada masalah, si pemberi delegasi gak bisa disalahin karena dia udah lepas tanggung jawab.
Delegasi juga bisa dicabut kapan saja berdasarkan asas contrarius actus, yaitu prinsip hukum yang menyatakan bahwa pihak yang mengeluarkan keputusan berwenang untuk membatalkannya juga. Pasal 13 ayat (6) UU AP juga bilang, kalau ternyata delegasi bikin pemerintahan gak efektif, ya udah, bisa ditarik lagi wewenangnya.
- Mandat
Terakhir, kita kenalan sama yang namanya mandat. Mandat adalah pelimpahan Kewenangan dari Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih tinggi kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih rendah dengan tanggung jawab dan tanggung gugat tetap berada pada pemberi mandat.
Penerima mandat cuma bertindak untuk dan atas nama pemberi mandat, tanggung jawab akhir keputusan yang diambil penerima mandat tetap berada pada pemberi mandat. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang menerima Mandat harus menyebutkan atas nama Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memberikan Mandat.
BACA JUGA: CURKUM #152 MEMECAT ATASAN GALAK
Salah satu ciri dari mandat ini adalah kewenangan dari si pemberi mandat bisa diturunkan tidak hanya kepada badan atau pejabat yang secara struktural berada langsung di bawah pemberi mandat, tapi bisa juga diturunkan kepada badan/pejabat yang berada beberapa layer di bawah pemberi mandat. Contohnya, Menteri Keuangan selain bisa ngasih mandat secara langsung kepada Dirjen, juga bisa memberi mandat kepada kepala bagian yang ada di bawah Dirjen.
But ingat yah, mandat itu nggak bisa dilimpahkan lagi oleh penerimanya. Plus dalam surat atau keputusan resmi, penerima mandat wajib mencantumkan bahwa dia bertindak “atas nama” pejabat yang memberi mandat, biasanya ditulis dalam bentuk a.n., u.b., atau a.p.
So simplenya, Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan. Sementara, Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya. Nah, kalau Mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya.
Udah makin jelas kan sekarang? Yuk, jangan sampai salah paham lagi soal siapa berwenang apa, biar gak salah pas nanti kerja di instansi pemerintahan. Oke, see ya!