Di musim peralihan seperti ini biasanya rawan penyakit mulai dari batuk pilek biasa sampe DBD (Demam Berdarah Darah). Sama halnya yang terjadi di kantor redaksi Klikhukum.id, para awak kabin sampe pilot bertumbangan satu persatu. Mulai dari bu Direktur yang terkenal kuat dan ganas, sampe pak Pimred juga ikut tumbang (duh ndes kalo cerita soal sakitnya pak Pimred kemarin bener-bener tragis ndes). Kebayangkan ketika sakit lagi sendirian, jadi mulai dari pergi ke dokter, cek darah sampek bikin teh manis panas aja sendirian ndes. Bayangin apa gak tragis itu. Kandyani og.
Oiya jangan lupakan keberadaan Gombloh ndes, yang katanya advokat kawakan seantero dunia alam ghaib. Si Gombloh yang badannya segede jembatan Ampera juga tumbang berkali-kali dihajar ingus dan meriang. Gilak memang penyakit ini, gak pandang profesi menyerang membabi buta tuli.
Ada yang menganggap sakit sebagai cobaan dan penggugur dosa dari Allah SWT (bagi yang banyak dosa maka sering-seringlah sakit).
Bahkan advokat yang menyandang officium nobile a.k.a profesi mulia juga ikut oleng, apalagi yang profesinya gak mulia hahahahahha. Langsung modyar ndes.
Dulu banget, Foxtrot pernah tanya ke Gombloh.
“Mbloh kenapa coba advokat digolongkan sebagai profesi yang mulia?”
“Ho oh yo Trot, padahal kalo sidang yang dipanggil yang mulia kan majelis hakim yo? Aku kok belum pernah ya denger majelis hakim manggil yang mulia ke rekan sejawat advokat yo?”
“Haiyo terus alasannya kenapa Mbloh?”
“Nganu Trot, karena terinspirasi lagu jaman nak-kanak dulu ketoke Trot.”
“Hah..lagu opo to Mbloh?”
“Halah itu lho Trot lagu anak-anak yang liriknya panjang umurnya serta mulia, serta mulia gitu lo.”
“Pitikih, malah gila kamu Mbloh. Obatmu habis po?”
BACA JUGA: FAKULTAS HUKUM NAIK KASTA
Gini ndes, profesi advokat itu dikatakan sebagai profesi yang mulia hanya jika advokat tersebut dalam menjalankan tugas profesinya memenuhi dan patuh terhadap Kode Etik Advokat.
Kode Etik Advokat mengatakan bahwa setiap advokat wajib mematuhi segala kaidah hukum dan perundang-undangan yang berlaku serta berlandaskan kepada kebebasan yang didasarkan kepada kehormatan dan kepribadian advokat yang berpegang teguh kepada kemandirian, kejujuran, kerahasiaan dan keterbukaan.
Bahwa profesi advokat adalah selaku penegak hukum yang sejajar dengan instansi penegak hukum lainnya, oleh karena itu satu sama lainnya harus saling menghargai antara teman sejawat dan juga antara para penegak hukum lainnya. Kalo kata mas Pardilan, jadi advokat itu berat kamu tak akan kuat, biar aku aja.
Mengutip pendapat alm Bang Adnan Buyung Nasution dalam salah satu bukunya yang terkenal dengan judul “Arus Pemikiran Konstitusionalisme: Advokat”, ada dua jenis advokat: Pertama, advokat berhati nurani, yang berorientasi pada nilai-nilai luhur advokasi, yang officium nobile. Kedua, advokat yang bertujuan menjadikan hukum sebagai alat komoditi mencari uang, orientasinya komersial. Keduanya itu berbeda sekali antara bumi dan langit.
Menjadi advokat yang officium nobile , gak cuma ikut Pendidikan Khusus Profesi Advokat – Ujian Profesi Advokat – terus disumpah advokat, lalu beres, tetapi perlu ada integritas dan konsistensi dalam menjalankan profesinya, gak hanya semata-mata masalah uang (honorarium) yang diterima tetapi bagaimana menegakkan hukum secara ideal di dalam kehidupan masyarakat. Kalo boleh Foxtrot singkat, advokat itu bukan hanya sebagai pekerjaan tetapi advokat adalah way of life atau kalo kata Abangda Guru R. Widhie Arie Sulistyo, S.H., M.Hum, menjadi advokat adalah jalan ninjanya.
Selain wajib mentaati kode etik advokat, advokat dalam menjalankan tugas profesinya wajib tunduk dan berlindung terhadap UU No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat. Saking tenarnya advokat sebagai officium nobile, akhirnya banyak oknum yang gak punya lisensi advokat tapi berani mengaku-ngaku sebagai advokat demi mengais rupiah. Hal-hal seperti ini yang sangat mencoreng cita rasa advokat yang seharusnya bersih dari kebathilan.
Layaknya profesi lainnya di dunia, di dalam dunia profesi advokat juga terdapat oknum nakal dan tak bertanggungjawab. Apabila kebetulan sobat ambyar sekalian berurusan dengan oknum advokat nakal silakan laporkan kepada masing-masing organisasi profesi yang menaungi advokat bersangkutan. Bisa ke Dewan Pimpinan Cabang, Dewan Pimpinan Daerah maupun langsung ke Dewan Pimpinan Pusat agar oknum advokat nakal tersebut dapat segera ditindak tegas oleh organisasinya masing-masing.
BACA JUGA: PANDUAN SUKSES JADI MAHASISWA FAKULTAS HUKUM
Memang advokat itu membela yang bayar, yang kurang ajar itu apabila udah dibayar klienya gak dibela. Advokat dalam menjalankan tugas profesinya berhak menerima bayaran dalam bentuk legal fee atau honorarium yang besarannya sesuai kesepakatan.
Buat kalian yang merasa bukan keluarga sultan jangan khawatir. Para advokat memiliki kewajiban melaksanakan bantuan hukum secara cuma-cuma alias tanpa dipungut biaya sepeserpun, yaitu secara probono maupun prodeo. Bantuan hukum cuma-cuma diatur dalam pasal 22 UU No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat. Seorang advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu.
Selain itu Pasal 1 UU No. 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum mengatakan bahwa “Bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma.”. UU Bantuan Hukum ini mengatur bantuan hukum gratis yang dilaksanakan oleh lembaga atau organisasi bantuan hukum yang telah terverifikasi oleh Kementrian Hukum dan HAM, yang semua biayanya ditanggung oleh negara.
Bahkan UU Bantuan Hukum secara tegas melarang Pemberi Bantuan Hukum untuk menerima dan atau meminta pembayaran dari Penerima Bantuan Hukum dan atau pihak lain yang terkait dengan perkara yang sedang ditangani Pemberi Bantuan Hukum (Pasal 20), bagi Pemberi Bantuan Hukum yang terbukti menerima imbalan maka akan dikenai pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak 50 juta rupiah (Pasal 21).
Senada dengan yang diatur dalam Perma No. 1 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu di Pengadilan, bahwa proses berperkara di pengadilan untuk masyarakat tidak mampu secara cuma-cuma dengan dibiayai negara melalui anggaran Mahkamah Agung RI. Tentu saja dengan syarat dan ketentuan berlaku yo ndes.
Lalu kenapa advokat membela orang yang melakukan kejahatan?
Foxtrot sering kali mendapat pertanyaan itu ndes, sini abang jelasin. Advokat bukan membela tindak pidana kejahatannya, tetapi membela hak-hak orang yang terindikasi melakukan kejahatan. Ada sebuah asas hukum yang menyebutkan tentang presumption of innocent (asas praduga tidak bersalah), intinya seseorang tidak dapat dianggap bersalah sampai dengan adanya putusan pengadilan yang menyatakan bahwa dia bersalah.
Ingat bahwa penegakkan hukum yang sewenang-wenang dan menyalahi aturan akan menghilangkan fungsi dan tujuan hukum itu sendiri.
Seperti jargon yang banyak dipakai pada kaos-kaos para mahasiswa hukum “Fiat Justicia Ruat Caelum!!”.
Udah ah capek, mati lampu pula di kantor.