homeLaw JonfoxARC 2: MASA LALU KERAJAAN SULAIMAN

ARC 2: MASA LALU KERAJAAN SULAIMAN

Pada jaman dahulu, sebelum pendekar si Sesat Barat merebut tahkta Kerajaan Sulaiman dan menjadi raja dengan nama Prabu Arta Aguna, terjadi sebuah kejadian yang menggemparkan dunia persilekan Nuswantara.

Saat itu Kerajaan Sulaiman diperintah oleh rezim monarki absolut cenderung otoriter yang dipimpin oleh Prabu Pulung Pethak. Seorang raja yang sakti mandraguna, pendekar tanpa tanding level deva yang menguasai jurus persilekan berelemen petir dan pengguna salah satu pusaka dunia persilekan Nuswantara bernama Tombak Kyai Guntur. 

Akibat dari kesaktian dan ilmu yang dipelajari tersebut, sang raja memiliki rambut putih dan bola mata putih.

Prabu Pulung Pethak sebagai penguasa otoriter di Kerajaan Sulaiman memerintah dengan tangan besi, menindas rakyat menggunakan teror dan kekerasan tanpa adanya hukum. Rakyat melarat bin sengsara di mana-mana, perampokan merajalela dan kejahatan seperti menemukan momentumnya. Pada jaman itu Trias Politica-nya Montesquieu belum mbrojol. jadi ya, gak usah kepo tanya soal trio eksekutif-legislatif-yudikatif di Kerajaan Sulaiman.

Sebenarnya banyak pihak merasa tidak puas dengan pemerintahan Kerajaan Sulaiman versi Prabu Pulung Pethak ini. Tapi apa daya, setiap kali ada perbedaan pendapat dan perlawanan dari beberapa tokoh, selalu ditumpas habis sampek ke akar-akarnya. Setiap oposisi diberangus sekalian dengan keluarga dan tetangga kiri-kanannya.

Mau bawa Prabu Pulung Pethak ke pengadilan HAM di Den Haag juga gak mungkin, apalagi digugat oleh warga Kerajaan Sulaiman dengan alasan perbuatan melawan hukum oleh pemerintah jelas mustahil. 

BACA JUGA: ARC 1: KERAJAAN SULAIMAN DI KAKI GUNUNG CANDRAGENI

Sebagai raja yang sakti mandraguna Prabu Pulung Pethak memiliki barisan pengawal elit dengan kemampuan kependekaran level madya ke atas bernama Pasukan Darah Besi. Sebuah kesatuan elit yang hanya tunduk di bawah perintah langsung Prabu Pulung Pethak.

Hingga pada suatu waktu ketika golongan pemuda bersuara dan bergerak, mereka memutuskan untuk membentuk kelompok perlawanan untuk mengkudeta Prabu Pulung Pethak dari singgasananya.

Di suatu malam bertempat di dusun Taji, sebuah desa terluar dari Kerajaan Sulaiman yang berbatasan langsung dengan sebuah sungai besar yang mengalir dari Gunung Chandrageni ke Segoro Kidul, berlangsung sebuah pertemuan pendekar muda dunia persilekan. 

Mereka membahas tentang rencana untuk amar makruf nahi munkar, menumbangkan rezim otoriter. Kalo berhasil bakalan dikenang sebagai pergantian pemerintahan, kalo ternyata gagal akan dicatat sejarah sebagai kudeta merupakan resiko yang harus mereka tanggung.

“Demi kebaikan dan kelangsungan Kerajaan Sulaiman, sebaiknya kita singkirkan perbedaan antara aliran hitam dengan aliran putih. Kita semua adalah satu demi tergulingnya Prabu Pulung Pethak!” Kata si Sesat Barat seorang jagoan kawakan aliran hitam bersemangat demi mewujudkan ambisinya menjadi raja.

Para peserta kongsi per-kudeta-an duniawi yang ternyata sedang memiliki agenda memilih ketua pergerakan berbisik lirih, separo setuju dan sisanya ragu-ragu. Beberapa pihak hendak mengutarakan keberatannya dengan penuh emosi. Menyadari hal ini, kemudian Gundul Sakti dari utara berusaha menengahinya.

“Lalu apa janjimu apabila kami sepakat mendukungmu dan memilihmu sebagai ketua” Gundul Sakti dari utara berusaha menenangkan para pesilek yang hadir.

“Ya, benar. Apa bayaran kami kalo kami mendukungmu untuk menggulingkan raja yang sekarang, wahai si Sesat Barat? Ingat, kami tidak perlu kekayaan. Padepokan kami sudah cukup kaya bahkan untuk tujuh turunan delapan tanjakan pun tidak bakal habis.” 

Pertanyaan Gundul Sakti dari utara tersebut, ditanggapi oleh seorang laki-laki paruh baya setinggi 170an centimeter berwajah tirus bagai kuda dengan pandangan mata tajam menyorotkan kebencian dan penuh dendam bernama Dewa Es Timur.

Pada saat itu Dewa Es Timur masih merupakan pendekar level utama dan sedikit lagi mencapai level deva. Dia merupakan ketua padepokan Es Abadi yang terletak di pedalaman Hutan Kunjarakunja, sebuah perguruan aliran hitam yang menitikberatkan pada silek berunsur es dan racun.

“Tenang saja wahai sodara dan mahaguru sekalian. Aku Arta Adiguna alias si Sesat Barat, walopun bernama sesat dan berasal dari aliran hitam tidak pernah menjilat ludahku sendiri. Soale njijiki,” Arta Aguna berbicara hati-hati.

“Aku berjanji demi Sang Hyang Agung dan segala kekuatannya, bahwa aku akan berusaha memimpin kalian menumpas kejahatan. Apabila aku berhasil menjadi raja Kerajaan Sulaiman, aku hanya akan memimpin selama satu periode kekuasaan saja selama lima tahun.”

“Aku berjanji, raja selanjutnya akan dipilih langsung oleh rakyat melalui musyawarah rakyat kerajaan yang terbuka jujur dan adil!” Janji terucap oleh bakal calon raja yang akan ditagih terang dan tunai oleh para pendekar di masa depan.

“Baiklah, aku terima janjimu. Aku bersama padepokanku akan berada digarda terdepan untuk membelamu dalam perang ini sekaligus menjadi yang pertama menagih janjimu lima tahun yang akan datang.” Gundul Sakti dari utara berjanji dan berikrar setia menagih janji yang kemudian diikuti oleh semua peserta rapat pesilek Nuswantara itu.

Selepas ayam berkokok, selesailah pertemuan besar membahas kudeta tersebut. Kemudian para ketua padepokan beserta tokoh persilekan membubarkan diri dan bersiap menghadapi pertempuran besar.

“Apakah mahaguru benar-benar percaya dengan janji si Sesat Barat tersebut?” Tanya Raja Tombak dari selatan alias Pendekar Angsana kepada Gundul Sakti dari utara.

“Hahahahahaha, tentu saja tidak muridku yang bodoh. Jangan pernah percaya kepada pendekar aliran hitam, karena ini menyangkut watak seseorang yang susah dirubah. Kalo cuma penyakit watuk (batuk) gampang disembuhin, tinggal minum rebusan jahe dan daun kelor. Tapi kalo watak, itu gak bakalan berubah.” Gundul Sakti dari utara memberikan wejangan kepada murid andalannya.

Sambil garuk-garuk selangkangan yang sama sekali gak gatel, Raja Tombak dari selatan cengengesan kebingungan. 

“Lalu bagaimana maksud mahaguru sebenernya?” Makin bingung dan cemaslah sang murid, mungkin disangka gurunya yang sakti ini udah geser otaknya kebanyakan nyemil kecubung.

“Gurumu dan kawan seperjuangan telah menyusun siasat cadangan. Ketika perang berkecamuk, kita rebut duluan Tombak Kyai Guntur yang digunakan Prabu Pulung Pethak.” Jawab Gundul Sakti dari utara.

“Setelah berhasil merebut salah-satu pusaka dunia persilekan Nuswantara itu, maka akan kami serahkan kepadamu. Bawalah tombak itu dan mengabdilah di Kerajaan Sulaiman sebagai orang kepercayaan si Sesat Barat, dampingi dan arahkan dia menjadi raja yang baik.” Suara Gundul Sakti dari utara tiba-tiba berhenti karena merasakan kehadiran orang lain.

Tiba-tiba ayam berhenti berkokok dan menguar bau wangi arak yang sangat pekat di udara. Bersamaan dengan itu terdengar suara benda jatuh.

Gedebum!

“Adoohhh … sakit tau! Dasar istri galak kayak macan!” Dewa Arak Kolong Langit bangkit dari posisi jatuh terlentang sambil mencari bumbung bambu wadah araknya. “Bisa-bisanya wanita galak kayak kamu aku nikahin,” sambungnya sambil menghadang daun yang melesat kencang seperti anak panah menggunakan sebuah bambu butut.

“Hati-hati donk, bisa mampus aku kena angin penyayatmu itu beb!”

“Suami bodoh! Bisa-bisanya pendekar silek level deva sepertimu jatuh terjengkang,” omel Raras Atyasa alias Jelita Pencabut Nyawa setelah melipat kipas besinya yang merupakan salah satu dari tujuh pusaka dunia persilekan Nuswantara yang bernama Kipas Pencabut Nyawa. Sebuah nama yang seram, seseram efek yang ditimbulkan kepada musuh-musuhnya.

Pendekar Angsana masih tertegun melihat tingkah polah dua dedengkot aliran putih ini, berbeda dengan gurunya yang langsung saja marah-marah.

“Pasangan gak berguna! Yang satu ceroboh, tukang mabuk. Yang satu hobi marah dan main tangan.” Gundul Sakti dari utara emosi dan hampir mengeluarkan Kuas Jembit Saktinya. “Kenapa kalian gak dateng ke pertemuan tadi, malah nongol bikin gara-gara di sini?”

“Ah, ngapain juga datang. Ketemu sama tukang silek aliran hitam bikin males tauk,” Arya Damar alias Dewa Arak Kolong Langit masih berusaha mencari bumbung araknya. 

“Nah, ini dia. Ke mana aja kamu, dicariin dari tadi malah ngumpet di semak-semak.” Dewa Arak Kolong Langit berusaha mengais bumbung araknya dari dalam semak-semak.

BACA JUGA: APRILIA MANGANANG, ALAMI HIPOSPADIA HINGGA STATUS HUKUM

“Kalo aku ketemu mereka, bisa pecah pertempuran dan menghanguskan dusun Taji. Kamu tahu kan, bagaimana aku benci dengan mereka Badra!” Semprot Raras Atyasa.

“Baik … baik … untung juga kalian pasangan aneh gak datang ke pertemuan. Tadi kami semua sepakat menunjuk si Sesat Barat jadi ketua pergerakan dan mendukungnya untuk jadi raja menggantikan Prabu Pulung Pethak.” Belum selesai Gundul Sakti dari utara ngomong, udah dipotong oleh Raras Atyasa.

“Apaaa?!!”

“Bisa-bisanya kamu percaya sama jahanam satu itu.” Raras Atyasa mulai naik emosinya.

Saking kagetnya Pendekar Angsana, sampe reflek meraih tombak perak di punggungnya.

“Sabar dulu Buk, dengerin sampai selesai donk. Maka dari itu, tugas berat ada di pundak kita. Biarkan si Sesat Barat jadi raja. Tapi kita awasi gerak-gerik mereka, aku akan menempatkan Angsana sebagai orang kepercayaan Arta Adiguna di kerajaan.” Sambung Gundul Sakti dari utara.

“Satu lagi, kita harus mampu merebut Tombak Kyai Guntur dari tangan Prabu Pulung Pethak. Karena tanpa tombak itu,kekuatannya akan berkurang setengah.” Kata Laksamana Badra sambil melirik Angsana muridnya.

Rencana dari Laksmana Badra adalah merebut Keris Naga Geni dan memberikan kepada Raja Tombak dari selatan, serta menugaskan Raja Tombak dari selatan untuk mengabdi menjadi orang kepercayaan si Sesat Barat di Kerajaan Sulaiman.

Di waktu yang sama di sebuah daerah bernama Dusun Pucangan dimana terletak markas dari sebuah padepokan silek aliran hitam yang sangat tertutup dari dunia luar, sedang terjadi pembicaraan di antara para tokoh aliran hitam.

Padepokan Darah Muda namanya, sebuah padepokan silek yang terkenal dengan sepak terjangnya yang suka menculik para pemuda dari dusun-dusun sekitarnya. Kabar yang beredar para pemuda yang diculik tersebut digunakan sebagai tumbal ilmu kesaktian milik ketuanya yang bernama Dewi Bulan berdarah.

“Apakah kau benar-benar mempercayai janji Gundul Sakti dari utara kemarin?” Tanya sang Ketua Padepokan yang bernama Sitaresmi alias Dewi Bulan Berdarah kepada Dewa Es Timur.

“Hahahahahaha, apakah kamu bercanda dinda? Kita dari aliran hitam sudah secara naluriah tidak pernah mempercayai orang-orang aliran putih. Apalagi omongan dari kanda idamanmu Gundul Sakti dari utara itu.” Tersirat nada kecemburuan dari kalimat Dewa Es Timur.

Untuk sesaat mimik muka Sitaresmi agak berubah, tapi sebelum disadari oleh lawan bicaranya segera dia menambahkan dengan senyum dan suara centilnya.

“Apakah kamu cemburu kanda?” Ucap Sitaresmi manja.

“Sebaiknya kita mempersiapkan rencana untuk merebut takhta kerajaan dari Prabu Pulung Pethak dan mempersiapkan si Sesat Barat untuk menjadi raja berikutnya.” Lanjut Sitaresmi sambil berjalan anggun ke arah Dewa Es Timur.

AUTHOR NOTE:
Sabar … sabar ndes …

Dari Penulis

ALASAN KENAPA TANAH JOGJA ISTIMEWA

Yogyakarta emang kota istimewa, saking istimewanya banyak musisi yang...

PEMBELAAN TERPAKSA UNTUK SANG PACAR

Heil sadboys seantero semesta maya, selain Romeo & Juliet, apakah...

JENAZAH KOK DIJADIKAN TERSANGKA, INI DUNIA NYATA BUKAN SINETRON SIR!

keluarga TSK tersebut bisa menempuh upaya pra-peradilan untuk mencabut status tersangka

AKIBAT CINTA KELEWAT BATAS

Tengija adalah sebuah istilah yang sempat ngetrend dalam kamus pergaulan...

NOKTAH MERAH PERLINDUNGAN ANAK DI INDONESIA, SEBUAH RANGKUMAN BILIK HUKUM.

Pie ndes, kalian-kalian pada nonton acara live Facebook di...

TerkaitRekomendasi buat kamu
Artikel yang mirip-mirip

Jatya Anuraga
Jatya Anuraga
Alter ego dari sang Foxtrot.

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Dari Kategori

Klikhukum.id