Pawang hujan Mandalika secara tidak langsung akhirnya menjawab pertanyaan Ibu Mega, tentang apakah ibu-ibu setiap hari hanya menggoreng saja, sampai minyak goreng jadi rebutan. Jawabannya ternyata tidak.
Buktinya Ibu Rara Isti Wulandari pada saat menjalankan tugas sebagai pawang hujan di ajang internasional Moto GP, dia tidak membutuhkan minyak goreng. Mana sempat mau ngantri dulu di warung. Halah, yang ada minyak belum dapat, ajang balapan Moto GP sudah bubar.
Lagian nih, sewaktu Ibu Rara Isti Wulandari beraksi sebagai pawang hujan Mandalika, ternyata dia tidak membutuhkan minyak goreng sama sekali. Cukup menggunakan dupa, pejati dan canang serta lantunan mantra. Dah gitu, aksinya berhasil dipuji dunia.
Saya yakin, yang dilakukan oleh Ibu Rara itu lebih sulit ketimbang merebus bakwan atau merebus telor ceplok. Sesuai arahan Ibu Mega, yang katanya selain menggoreng juga ada alternatif lain saat memasak. Contohnya mengukus, membakar dan merebus.
Selanjutnya mari kita bahas tentang profesi pawang hujan, kira-kira setelah viralnya aksi Ibu Rara sebagai pawang hujan yang sukses mengatur hujan di Sirkuit Mandalika, apakah banyak orang yang terinspirasi mengikuti jejaknya.
Anggap saja sebulan mendapatkan job satu kali untuk melakukan pengaturan hujan, berapa tuh, pendapatan perbulan Bu Rara? Padahal nih, satu kali event saja Ibu Rara dapat ratusan juta.
Terus, nanti bagaimana cara pembayaran pajaknya? Cc @DitjenPajakRI.
BACA JUGA: ADU MESIN MOTOR DI ASPAL, SILAHKAN KALAU MAU TERJERAT PIDANA
Ngomongin soal pajak pawang hujan, kira-kira masuk dalam jenis pajak apa yah? Apa tepat jika dimasukkan ke dalam kategori wajib pajak PPh 21?
Hayoo, deg-degan gak nih, Ibu Rara. Kan feenya sudah diblowup di media. Lalu apakah Dirjen Pajak akan menyentil Bu Rara agar segera membayar pajak.
Setelah kita membahas tentang pajak penghasilan yang dikenakan pawang hujan. Selanjutnya enak nih, kita bahas jenis kontraknya. Nah, kira-kira apa kontrak yang mengikat Ibu Rara dan pihak penyelenggara ajang Moto GP Sirkuit Mandalika.
Masa iya, event segede ini kontraknya cuma di bawah tangan. Pasti tidak dong. Keyakinan saya sih, kontraknya minimal akta otentik yang dibuat di hadapan notaris. Nilainya gede loh, pren.
Lalu, pake anggaran negara gak nih? Hihihihi.
Cuma ada yang lucu nih, dalam kontrak itu. Kira-kira ada gak, pasal yang memuat tentang keadaan memaksa (Force Mejeur). Soalnya begini, di mana-mana kontrak akan mengatur tentang situasi ketika salah satu pihak tidak dapat dimintai pertanggungjawaban saat mendapatkan musibah.
Lah, ini Ibu Rara kan dalam kontrak, tujuan utamanya suruh mengatur hujan. Padahal bagi sebagian orang hujan itu dapat dikatakan musibah, apalagi kalo hujannya empat hari empat malam gak berhenti. Kan bisa banjir dampaknya.
Masa iya, pawang hujan mau beralasan tidak bisa menjalankan kontrak karena hujan. Lah wong, sejatinya tugas dia memang mengatur hujan. Entah mendatangkan hujan atau memindahkan hujan. Lah, kok jadi bingung sendiri yah, kira-kira bunyi kontraknya seperti apa. Penasaran loh.
Selain force majeure, belum lagi ngomongin soal wanprestasi. Apakah Ibu Rara dapat dikatakan wanprestasi ketika faktanya yang dilakukan tidak sesuai janji. Misalnya dia dapat job memindahkan hujan atau gampangannya supaya hujan tidak turun di tempat yang telah ditentukan.
Nah, tapi rupanya hujan turun dan alasan logis yang menjadi pembelaan Bu Rara adalah “Yang mendatangkan hujan kan Tuhan, aku bisa apa???”
BACA JUGA: BAN MOTOR BOCOR ALASAN TEPAT UNTUK MENUNDA WAKTU PULANG
Belum lagi misalnya Bu Rara menunjukkan data prediksi BMKG yang menyatakan bahwa di tempat itu berpotensi akan terjadi hujan sedang, hingga lebat. Nah, apakah pawang hujan dapat dikatakan wanprestasi. Bingung juga kan kalian?
Atau pait-paitnya disinggungkan dengan Pasal 378 KUHP soal penipuan, tapi sulit juga menyematkan pasal penipuan. Karena hemat saya misal seorang pawang hujan gagal menghentikan hujan lalu dilaporkan penipuan, pasti akan mengelak dengan dalil.
Kan jelas, kuasa yang mendatangkan hujan bukan si pawang, melainkan Tuhan.
Lah kok, pembahasannya tambah ribet sih. Berawal dari pawang hujan gak butuh minyak goreng, pajak pawang hujan, kontrak kerja pawang hujan, ini malah lanjut ke tanggung jawab pawang hujan dalam menjalankan aksinya, malah lari ke wanprestasi dan pidana.
Artikel macam apa ini, pembahasannya gak nyambung blasss ….
Yo sabar pren, namanya juga nulis untuk gimmick mencari traffic. Asalkan ada kata pawang hujan gak papa dong, biar dibaca banyak orang.
Lagian kenapa juga kamu masih baca sampai akhir. Heuheuheuheu.
Guyon pren. Kesimpulannya adalah, apapun hajatannya dangdut adalah hiburannya dan pawang hujan solusi mencegah hujannya.