“Dek berapaan harga korannya?” tanya saya pada seorang anak kecil yang tengah menjajakan koran pada sebuah perempatan kota Jogja. Seorang anak bertubuh hitam, bercelana pendek, dan mengenakan kaus partai yang kebesaran. Saking besarnya, kaus itu menjuntai bak daster emak-emak.
“Rp3500 Om.” kata si anak lantang.
“Om ambil tiga ya Dek.” pinta saya kemudian.
“Jangan banyak-banyak Om, nanti pelanggan saya yang lain nggak kebagian.”
Aneh, anak ini malah menolak permintaan saya.
“Ya sudah, Om ambil satu ya. Ini uangnya, kembaliannya ambil saja.” kata saya sembari memberikan uang Rp50.000,-
Kamu tahu nggak apa katanya kira-kira?
“Yang pas saja om, saya bukan pengemis kok.”
Busyet! Dengan jawaban kayak begitu, saya serasa kena tampar.
“Ya Allah, Om minta maaf Dek, ini uangnya ya. Terima kasih.” Karena trafic light sudah menunjukkan lampu hijau, saya buru-buru mengambil selembar uang Rp5000 yang tersedia dalam laci mobil. Kemudian, secepat kilat saya berlalu meninggalkan si anak yang mungkin saat itu tengah menyiapkan uang kembalian.
BACA JUGA: AKTA KELAHIRAN ANAK LUAR KAWIN
Saya menangis takjub melihat anak yang ‘mungkin’ tidak seberuntung anak-anak yang lain. Akan tetapi di balik ketidakberuntungannya, anak itu menyampaikan pesan yang pernah diajarkan Baginda Nabi Muhammad SAW. “Innama buitstu lii utammima makarimal akhlaq.” Kira-kira begitulah pesan Baginda Nabi.
Sepanjang jalan, kata-kata polos si anak seolah menjadi lagu yang melekat dalam ingatan. Bagi saya, kata-kata yang disampaikan anak itu sungguh menyayat hati. Melalui anak ini Allah seakan menampar jiwa saya yang tak lagi mau bersujud. Mendustai kenikmatan-kenikmatan yang Allah berikan, “Faa bii ayyi alla irrobbikuma tukadziban” (nikmat mana lagi yang kamu dustakan).
Keesokan harinya saya kembali melewati perempatan tersebut, saya berharap bisa berjumpa dengan si anak. Sayangnya, saya tidak menemukannya. Hari berikutnya pun sama, berhari-hari saya lewati perempatan itu namun hasilnya nihil. “Kamu di mana sih nak?”
Sampai suatu hari, saya sengaja menunggu si anak dari pagi hingga petang. Namun tak juga terlihat batang hidungnya. Hingga saat saya hampir putus asa dan beranjak pulang, seorang tukang ojek datang menyapa.
BACA JUGA: EKSPLOITASI ANAK JAMAN NOW
“Dari tadi pagi saya lihat Bapak sedang menunggu seseorang, kalo boleh tahu Bapak sedang mencari siapa?” kata tukang ojek itu.
“Mohon maaf Pak, saya sedang mencari seorang anak yang sering menjajakan koran di sini. Usianya sekitar enam tahunan. Bapak tahu?” jawab saya sekaligus bertanya dengan penuh harap.
“Bapak mencari Dek Ahmad Ar Ruzz toh, anak yang biasa jualan koran di sini?” jawabnya menanggapi gelisah hati saya.
“Alhamdulillah, Bapak kenal dengan anak itu. Saya boleh tahu di mana rumahnya Pak?” sambung saya, ingin mengetahui informasi anak tersebut lebih jauh.
“Dua minggu yang lalu Ahmad ditabrak, Pak. Kalo kata neneknya sih Ahmad udah agak mendingan sekarang. Kasihan Ahmad, emaknya dah mati, eh bapaknya malah kabur. Untung neneknya masih hidup. Cuma ya itu Pak, keluarga miskin. Buat makan aja susah apalagi buat sekolah.” cerita tukang ojek dengan penuh kesal dan marah.
“Iya Pak, sayang sekali. Saya merasa Ahmad itu anak yang baik. Sayang kalo dia nggak sekolah. Kalo keluarga mengijinkan, saya mau mengangkat Ahmad Ar Ruzz menjadi anak saya,” terang saya mencoba menjelaskan.
“Alhamdulillah ya Allah ya Robb, mari Pak saya antar ke rumahnya,” sumringah tukang ojek seperti habis menang lotere.
Pertemuan saya dengan Dek Ahmad Ar Ruzz serta neneknya mengobati kerinduan yang selama ini sangat dinanti. Hari berikutnya, saya membesuk Ahmad Ar Ruzz bersama dengan istri saya. Dalam sebuah percakapan, istri saya memohon kepada nenek Ahmad untuk bersedia menerima kami sebagai anak dan memberikan ijin untuk merawat dan mengangkat Ahmad Ar Ruzz sebagai anak. Permohonan kami diterima oleh sang nenek, dan beliau minta untuk diuruskan legalitasnya.
BACA JUGA: ANAK INDONESIA DILARANG BERMIMPI
In Shaa Allah permintaan keluarga Dek Ahmad Ar Ruzz bukanlah hal yang berat buat saya yang berprofesi sebagai Advokat. Saya yakin bahwa saya dan istri memenuhi persyaratan untuk mengangkat Ahmad Ar Ruzz sebagai anak, sebagaimana aturan dalam Pasal 13 PP No. 54 / 2007 antara lain:
- sehat jasmani dan rohani;
- umur minimal 30 dan maksimal 55 tahun;
- seagama;
- berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak kejahatan;
- berstatus menikah paling singkat 5 tahun;
- tidak merupakan pasangan sejenis;
- tidak atau belum mempunyai anak;
- dalam keadaan mampu ekonomi dan sosial;
- memperoleh persetujuan dari anak dan izin tertulis dari orang tua atau wali;
- membuat surat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi kepentingan anak terbaik bagi anak, kesejahteraan dan perlindungan anak;
- adanya laporan sosial dari pekerja sosial setempat;
- telah mengasuh calon anak paling singkat 6 bulan;
- memperoleh ijin menteri dan/atau kepala instansi sosial.
BACA JUGA: DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK
Persyaratan yang terdapat dalam Pasal 13 PP No. 54/2007 dipenuhi pada saat calon orang tua mengajukan permohonan kepada Kepala Instansi Sosial Provinsi. Saat mengajukan, calon orang tua diwajibkan untuk mengisi form.
Permohonan ini biasanya dilengkapi dengan syarat-syarat formil seperti KTP, KK, Akte lahir, Buku nikah, Surat keterangan, Surat Pernyataan, dan seterusnya. Berdasarkan Pasal 20 PP 54 /2007 dikatakan bahwa (1) Permohonan yang telah memenuhi persyaratan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan penetapan pengadilan; kemudian dalam Ayat (2) dikatakan Pengadilan menyampaikan salinan penetapan pengangkatan anak ke instansi terkait.
Dalam hal dimaksud, instansi terkait yang dimaksud ialah Kementrian Sosial yang akan mencatat dan mendokumentasikan pengangkatan anak tersebut. Serta Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil akan membuatkan Akta pengangkatan anak. Kelar deh!
Catatan terakhir, meskipun nantinya kami telah sah menjadi orang tua angkat, tapi kami tidak akan memutus nasab Dek Ahmad Ar Ruzz dengan keluarga kandungnya. Itu perbuatan dosa! Baginda Nabi Muhammad SAW saja tidak pernah menghilangkan nama ayah kandung Zaid yang bernama Haritsah. Dan jelas itu diterangkan dalam surat Al Ahzab ayat 4, 5 dan ke 40. ~~~