Pemerintah aktif banget mengincar setiap penghasilan tambahan wajib pajak yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia. Salah satunya hasil jual dari NFT. Hal inilah yang dirasakan oleh Ghozali Everyday setelah karya foto bentuk NFT laku di marketplace OpenSea, tak lama kemudian Dirjen Pajak menyentilnya untuk membayar pajak.
Kok, pemerintah jika bicara soal pendapatan negara responnya cepet banget ya.
Viralnya berita Ghozali Everyday, membuat dirinya jadi incaran empuk bagi Dirjen Pajak untuk sekedar mengingatkan soal dirinya (Ghozali) yang sekarang masuk kategori wajib pajak dan diwajibkan membayar pajak atas keuntungan yang diperoleh dari jualan NFT foto selfie di marketplace OpenSea.
Sebagai warga negara yang baik dan taat pajak. Atas cuitan Dirjen Pajak di Twitternya tersebut, Ghozali segera merespon dengan rencananya membayar pajak. Hal ini juga diperkuat dengan statementnya sewaktu ngobrol bareng Dedy Corbuzier di #closethedoor Podcast.
Literally Ghozali pun gak menyangka soal fotonya bakal laku dan dibeli. Tapi semesta berkata lain, selayaknya anomaly dalam karya photography, berkat sikap konsisten Ghozali sejak tahun 2017 yang aktif melakukan selfie, kegiatan tersebut berbuah manis, karena foto-foto itu laku miliaran rupiah.
BACA JUGA: MENGHITUNG PAJAK PELAKU KONTEN KREATIF
Pandangan saya pribadi terhadap proses kreatif yang dilakukannya adalah autentik untuk sebuah karya. Walaupun kemarin saya sudah menulis soal “Ternyata Karya Cipta di NFT Belum Tentu Autentik.” So, basically teruntuk Ghozali, saya bisa bilang yang dijualnya adalah karya autentik atas ciptaannya.
Jadi ketika berbicara karya tersebut laku dengan nilai fenomenal di marketplace OpenSea, bagi saya ini bentuk self-reward yang sejatinya sudah pantas dirasakan oleh Ghozali.
Karena adanya nilai fantastis yang didapatkan oleh Ghozali dalam bentuk asset crypto Athereum yang ketika dirupiahkan jumlahnya miliaran rupiah. Sudah menjadi suatu kebiasaan dalam bernegara, pemerintah yang diwakili oleh Dirjen Pajak hadir di kehidupan Ghozali untuk menagih pajak.
Bagi sebagian nitizen, gerakan cepat yang dilakukan oleh Dirjen Pajak kepada Ghozali ditanggapi dengan berbagai komentar.
“Tolong jelaskan UU yang mengatur tentang pajak kripto. Dan pajak kripto feedback-nya ke mana? Orang baru kaya dua hari langsung dipajakin,” ungkap salah seorang nitizen yang saya kutip dari news.ddtc.co.id.
Jika pertanyaan di atas dilontarkan kepada saya, sontak saya akan menjawab “Untuk saat ini legal standing pemerintah dalam memungut pajak cryptocurrency, NFT dan/atau asset digital lainnya untuk saat ini belum ada.”
Walaupun sampai dengan saat ini pemerintah belum menerbitkan aturan spesifik dan khusus atas pajak dari cryptocurrency, termasuk NFT dan asset digital lainnya, namun bukan pemerintah dong, kalo tidak bisa berstatement bahwa “Pada pokoknya Ghozali wajib bayar pajak.”
Artinya begini, walaupun aturan hukum yang spesifik dan khusus belum ditetapkan sebagai aturan. Namun terdapat senjata yang menjadi dasar pemerintah dalam memungut pajak yang dihasilkan oleh cryptocurrency, termasuk NFT dan asset digital.
Aturan hukum sapu jagad yang dipake pemerintah soal pajak memajaki yaitu Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.
Uniknya dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa:
“Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.”
BACA JUGA: JENIS-JENIS PAJAK NEGARA
Nah, atas diksi tentang “… dengan nama dan dalam bentuk apa pun” inilah yang dijadikan senjata termasuk cryptocurrency, NFT dan asset digital lainnya menurut pemerintah dapat ditarik pajak. Apabila si wajib pajak tersebut mengalami penambahan kemampuan ekonominya.
Jujurly yang menjadi ganjalan saya, Pasal 4 Ayat (1) ternyata hanya menerangkan wajib pajak diwajibkan membayar pajaknya atas adanya penambahan kemampuan ekonomi.
Bagaimana soal pengeluaran ekonomi yang dihasilkan dari proses kreatif memperoleh penghasilan tersebut.
Konklusinya begini, selain aturan spesifik mengenai pajak cryptocurrency, NFT dan asset digital lainnya masih digodog oleh pemerintah. Dalam hal pemungutan seharusnya pemerintah juga harus lebih aktif, dengan pertanyaan apakah benar atas lakunya NFT tingkat kehidupan ekonominya bertambah dan berapa besar modal yang dikeluarkan dalam berproses kreatif.
Ketakutan saya adalah ternyata penghasilan yang didapatkan oleh seniman atas karya seni itu terbilang cukup mahal karena literally modal berproses kreatif yang dikeluarkan juga besar namun mereka tetap wajib bayar pajak, artinya kan hal tersebut tidak berdampak pada kenaikan taraf ekonomi.
Sedangkan pada umumnya pemerintah suka mengincar wajib pajak hanya melihat nilai yang didapatkan. Bagaimana dengan modal yang dikeluarkan? Harusnya jadi pertimbangan dong, untuk memungut pajak tersebut.